Dan tanpa sadar manusia juga mempercayakan hidupnya di tangan dokternya. Kalau dokternya mau, bisa saja dia memberi racun kepada pasiennya dan selesai sudah.
Aku selesai sekolah kedokteran  dan tetek bengeknya satu tahun lebih cepat dari orang lain. Wajar memang karena aku kan Tuhan. Setelah lulus, dapat izin praktek, mulailah aku buka praktek.
Sebentar saja aku menjadi terkenal. Orang-orang mengenalku sebagai dokter Tuhan. Aku adalah dokter yang dikenal bisa menyembuhkan sakit separah apapun. Tapi orang-orang tidak tahu kalau ada beberapa pasien yang berobat kepadaku yang sengaja kubunuh. Kenapa? Karena mereka memang tidak layak hidup.
Belum pernah aku merasa sebahagia ini. Mungkin karena aku sudah menemukan tujuan hidupku. Aku adalah Tuhan. Aku menentukan nasib seseorang. Dan aku tidak menentukan apakah mereka layak hidup atau mati sesukaku, tapi karena aku tahu. Entah bagaimana menjelaskannya, tapi begitu melihat seseorang aku langsung tahu orang ini layak hidup atau harus mati.
Suatu hari aku kedatangan pasien spesial. Ibuku sendiri. Begitu melihatnya aku tahu dia harus hidup. Jadi setelah diperiksa aku memberinya obat. Tapi belum lagi dia melangkah keluar dari ruang praktekku, ibu langsung roboh.
Tergopoh aku langsung mengangkatnya dan menaruhnya di ranjang dan langsung melakukan pemeriksaan kilat. Napasnya tersengal-sengal. Somehow aku tahu hidupnya tidak akan lama. Tapi kenapa? Bukankah aku sudah putuskan kalau dia akan hidup?
"Nak..." kata ibu dengan napas tersengal-sengal.
"Ibu..." air mata mengalir di pipiku. "Jangan mati..."
Dan tepat setelah aku menyelesaikan kata-kataku, ibu menghembuskan napas terakhirnya.
"Tidaaaaakk...."
Tidaaaakkkkk.....tidaaaakkkkk.....ini tidak mungkin terjadi. Aku Tuhan. Aku yang menentukan nasib manusia. Tidak. Tidak. Tidak.