Sindrom metabolik (SM) adalah gangguan metabolik yang dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit tidak menular, diantaranya penyakit jantung dan diabetes tipe 2. Sindrom metabolik ditandai dengan 5 parameter, diantaranya kadar gula darah, obesitas sentral, kadar trigliserida, kadar High Density Lipoprotein (HDL), dan tekanan darah. Saat ini pola makan menjadi salah satu determinan yang menjadi variabel penting melihat risiko terhadap berbagai Penyakit tidak menular, termasuk juga SM. Â Dari beberapa penelitian menunjukkan pola makan barat ditandai dengan konsumsi daging merah dan produknya menunjukkan risiko sindrom metabolik yang tinggi. Pola makan Mediterranean, ditandai dengan konsumsi minyak zaitun menunjukkan risiko SM rendah. Pola makan tradisional korea, ditandai dengan konsumsi sayur-sayuran meskipun tidak menunjukkan penurunan risiko sindrom metabo tetapi, pola makan ini dapat menurunkan kadar HDL, salah satu parameter dari sindrom metabolik. Pola makan prudent diet Ditandai dengan tingginya konsumsi ikan dan kacang-kacangan yang menunjukkan peningkatan kadar HDL. Diperlukan penelitian yang menunjukkan pengaruh pola makan terhadap sindrom metabolik di beberapa wilayah Indonesia, mengingat Indonesia terdiri dari banyak suku bangsa. Hal ini dapat menjadi kunci untuk upaya pencegahan sindrom metabolik di Indonesia.
Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari faktor risiko yang mencakup dislipidemia aterogenik, peningkatan tekanan darah, peningkatan kadar glukosa plasma, keadaan prototrombik, dan proinflamasi yang berhubungan langsung dengan metabolik dan memiliki kaitan pada penyakit kardiovaskular artherosklerotik. Sindrom Metabolik (SM) disebabkan oleh peningkatan obesitas tubuh, yang kemudian dapat memicu kelainan metabolik kompleks (Rini, 2015). Penegakan diagnosis sindrom metabolik dapat dilihat dari komponen-komponen yang telah dijabarkan oleh WHO yang meliputi:
- gangguan pengaturan glukosa atau diabetes
- resistensi insulin
- hipertensi
- dislipidemia dengan trigliserida plasma >150 mg/dL dan/atau kolesterol high density lipoprotein (HDL--C) <35 mg/dL untuk pria; <39 mg/dL untuk wanita
- obesitas sentral (laki--laki: waist-to--hip ratio >0,90; wanita: waist--to--hip ratio >0,85) dan/atau indeks massa tubuh (IMT) >30 kg/m2; dan
- mikroalbuminuria (Urea Albumin Excretion Rate >20 mg/min atau rasio albumin/kreatinin >30 mg/g).
Kriteria yang paling sering digunakan untuk menilai pasien SM adalah NCEP--ATP III, dimana kriteria ini mengelompokkan sindrom SM melalui lingkar perut, kadar serum trigliserida, kadar HDL-C, tekanan darah, dan kadar gula darah puasa. Tetapi kemudian muncul permasalahan mengenai penerapan kriteria diagnosis NCEP--ATP III, dimana adanya perbedaan nilai "normal" lingkar pinggang antara berbagai jenis etnis. Menanggapi hal tersebut, WHO pada tahun 2000 menetapkan bahwa lingkar pinggang normal untuk orang Asia adalah 90 cm pada pria dan 80 cm pada wanita sebagai batasan obesitas sentral. Seseorang dikatakan menderita SM bila mengalami obesitas sentral dan ditambah 2 dari 4 faktor berikut:
- Trigliserida >150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau sedang dalam pengobatan untuk hipertrigliseridemia;
- HDL--C: <40 mg/dL (1,03 mmol/L) pada pria dan <50 mg/dL (1,29 mmol/L) pada wanita atau sedang dalam pengobatan untuk peningkatan kadar HDL--C;
- Tekanan darah: sistolik >130 mmHg atau diastolik >85 mmHg atau sedang dalam pengobatan hipertensi;
- Gula darah puasa (GDP) >100 mg/dL (5,6 mmol/L), atau diabetes tipe 2.
Pola Makan
Pola makan diartikan sebagai gambaran terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seorang individu pada setiap harinya dan umumnya memiliki ciri khas tersendiri pada masing-masing kelompok. Pola makan merupakan jumlah, porsi, variasi atau kombinasi, serta frekuensi dari makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi seorang individu. Pola makan seseorang dengan yang lain akan mengalami perbedaan, dimana perbedaan ini didasari oleh banyak faktor, seperti ketersediaan bahan pangan dan kebutuhan aktivitas fisik. Pola makan umumnya dilihat dari peran keseluruhan kelompok makanan yang dikonsumsi, bukan hanya salah satu jenis makanan ataupun zat gizi.
Hubungan Sindrom Metabolik dan Pola Makan
Terapi non farmakologi secara umum pada semua penyakit umumnya akan membatasi makanan yang dikonsumsi pasien, secara tidak langsung, dapat disimpulkan bahwa makanan memegang peranan penting dalam menentukan kesehatan seseorang. Hubungan sindrom metabolik dengan pola makan sudah pernah diteliti oleh beberapa peneliti sebelumnya yang dilakukan oleh Listyandini (2020) menyatakan bahwa ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan sindrom metabolik, namun tidak ada hubungan antara asupan energy, protein, lemak, dan serat dengan sindrom metabolik. Secara tidak langsung, penelitian ini mengatakan bahwa pola makan yang tinggi karbohidrat memiliki hubungan dengan sindrom metabolik, dimana karbohidrat memiliki indeks glikemik yang tinggi sehingga glukosa darah akan meningkat yang akan menginduksi diabetes dan diikuti oleh sindrom metabolik.
Penelitian lainnya juga menyatakan bahwa pola makan dan makanan yang dikonsumsi berpengaruh signifikan pada sindrom metabolik. Sindrom metabolik dapat terjadi akibat kurangnya asupan serat makanan, seperti yang banyak terdapat pada sayur dan buah. Dalam saluran pencernaan, serat larut mengikat asam empedu (produk akhir kolesterol) dan kemudian diekskresikan bersama tinja. Konsumsi sayur dan buah yang tidak memadai berkaitan pula dengan rendahnya konsumsi kalium yang dapat menyebabkan tingginya risiko hipertensi pada seseorang. Makanan manis juga berpengaruh pada induksi sindrom metabolik, karena makanan manis dapat meningkatkan lemak tubuh, memberikan efek kenyang yang lemah sehingga orang akan cepat lapar dan makan dengan porsi lebih banyak, serta meningkatkan kadar gula dalam darah yang dapat memicu diabetes.
Pola makan dan sindrom metabolik juga sudah dibahas dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurzakiah dkk. (2021) mengenai pola makan masyarakat dunia dan responnya terhadap sindrom metabolik. Pola makan yang ditelaah berasal dari pola makan tradisional Korea, prudent diet dan pola makan Barat, mediterranean diet, dan vegetarian diet. Pola makan tradisional Korea terdiri dari nutrisi rendah lemak mengingat bahwa sebagian besar makanan tradisional Korea terbuat dari sayur-sayuran. Pola makan barat ditandai dengan konsumsi susu dan produk olahan susu, daging merah serta minuman yang menggunakan pemanis yang menyebabkan tingginya risiko Sindrom Metabolik. Prudent diet didefinisikan dengan konsumsi biji-bijian, produk susu rendah lemak dan 100% jus buah. Mediterranean diet umumnya dilakukan dengan memberikan asupan extra virgin olive oil dalam makanan yang kemudian akan membantu pengurangan asupan makanan tetapi tidak mengurangi energi, sehingga cocok untuk menurunkan risiko obesitas sentral dan hiperglikemia. Vegetarian diet umumnya akan dianggap tidak menginduksi SM, ternyata salah, vegetarian diet justru akan meningkatkan resiko Sindrom Metabolik, hal ini dikarenakan konsumsi nasi dan kentang berlebih (karbohidrat) yang akan mengakibatkan tingginya kadar gula dalam darah.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang sudah dilakukan, dapat diketahui bagaimana peranan pola makan dalam mempengaruhi sindrom metabolik. Semua penelitian menyatakan bahwa pola makan memiliki hubungan terhadap Sindrom Metabolik. Akan tetapi, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Khair & Harvianto (2021) yang menganalisa mengenai hubungan sindrom metabolik dan pola makan terhadap mahasiswa, penelitian tersebut menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan sindrom metabolik dalam penelitian. Hal tersebut mungkin dapat disebabkan bahwa adanya bahwa ada faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti berat badan, hipertensi, dislipidemia, diet tinggi gula, dan rendah serat.
KesimpulanÂ
Pola makan memiliki pengaruh terhadap sindrom metabolik. Beberapa jenis makanan dapat memicu penyakit yang menjadi awal dari sindrom metabolik. Makanan berlemak dan manis sebaiknya dihindari untuk mencegah timbulnya obesitas serta diabetes, tetapi dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang kaya serat. Pola makan di beberapa kelompok masyarakat pula telah diteliti, pola makan yang paling sehat adalah pola makan tradisional Korea dan Prudent diet.
Daftar PustakaÂ
F. Khair and Y. Harvianto, "Hubungan Aktivitas Fisik dan Pola Makan pada Sindrom Metabolik Mahasiswa", J. Keolahr. Juara., vol. 1, no. 2, pp. 64-69, 2021, [Online]. Available: https://e-journal.upr.ac.id/index.php/juara/article/view/3847
Nurzakiah, V. Hadju, N. Jafar, R. Indriasari, S. Sirajuddin, and R. Amiruddin, "Literature Review: Pengaruh Pola Makan Terhadap Sindrom Metabolik," J. Kaji. dan Pengemb. Kesehat. Masy., vol. 1, no. 2, pp. 215--224, 2021, [Online]. Available: https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR/article/view/8638
R. Listyandini, F. Pertiwi, and D. Riana, "Asupan Makan, Stress, dan Aktivitas Fisik dengan Sindrom Metabolik pada Pekerja Di Jakarta," J. Kaji. dan Pengemb. Kesehat. Masy., vol. 1, no. 1, pp. 19--32, 2020, [Online]. Available: https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR
S. Rini, "Sindrom Metabolik," J. Majority, vol. 4, no. 4, pp. 88-93, 2015, [Online]. Available: https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/586
Suhaema and H. Masthalina, "Pola Konsumsi dengan Terjadinya Sindrom Metabolik di Indonesia," J Kesehat. Masy. Nas., vol. 9, no.4, pp. 340-347, 2015, [Online]. Available: https://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/view/741
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H