Perspektif Pro Pemerintah
Menurut seorang pegiat media sosial pendukung pemerintah Deni Siregar dalam akun twiternya mengatakan bahwa penyerangan ini terjadi karena diprovokasi oleh pihak kadrun (sebuah istilah penyerangan terhadap pihak oposisi pemerintah) yang sempat berteriak halal darahnya sesaat sebelum kejadian penyerangan itu terjadi lalu diikuti oleh beberapa orang yang selanjutnya mengeroyok Pak Ade Armando.
Perspektif Penulis
Menurut opini pendapat penulis pribadi, kita mesti melihat kejadian ini sebagai bentuk konflik yang terus terjadi oleh kedua belah pihak yaitu pihak pro pemerintah dengan pihak kontra pemerintah yang tidak kunjung usai pemilu tahun 2019. Di setiap sisi menganggap dirinya lah yang paling benar dan sisi lain salah.Â
Tidak ada yang salah dengan hal ini, karena memang begitulah seharusnya negara berjalan, selalu ada dua pihak yang berbeda pendapat, baik sebagai pendukung maupun sebagai pihak pengawas agar negara berjalan seimbang dan sama kuat serta tidak memihak salah satu pihak.
Sekali lagi penulis tegaskan tidak ada yang salah akan perbedaan ini, akan tetapi menurut penulis hal ini menjadi salah karena sudah masuk ke dalam tahap over atau berlebihan dalam membela pendapat masing-masing dan menutup mata dan telinganya masing-masing terhadap perbedaan pendapat yang ada.Â
Tidak ada rasa keinginan untuk saling memahami dan saling memaklumi satu sama lain, yang ada hanya mengedepankan egosime masing-masing.
Memilih menjadi pendukung atau pengawas pemerintah adalah sama-sama baik, dan alangkah lebih baiknya jika hal ini dilakukan dalam tahap level sewajarnya saja tanpa menuhankan pilihan masing-masing. Menurut hemat penulis, perbedaan pandangan politik adalah hal yang biasa, akan tetapi hal ini menjadi tidak biasa jika hal ini sampai memutus rantai silaturahmi dan menghilangkan rasa kemanusiaan diantara sesama manusia itu sendiri.
Jika dirunut dan belajar ke sejarah masa lalu, dua bapak proklamator Indonesia yaitu Bapak Sukarno dan Bapak Muhammad Hatta jika kita lihat mereka sering berbeda pendapat serta pandangan politik tentang bagaimana Indonesia seharusnya.Â
Dilansir dari berita cnnindonesia.com dikatakan bahwa, konflik terparah antara Sukarno dengan Muhammad Hatta terjadi ketika Sukarno mengajukan sistem Demokrasi terpimpin untuk Indonesia. Dalam sistem ini semua keputusan terpusat pada satu orang saja yaitu Sukarno sebagai Presiden.Â
Sukarno menganggap bahwa sistem Demokrasi Parlementer membuat negara tak stabil dan selalu berujung pada kebuntuan dalam pengambilan keputusan. Jelas Hal ini langsung ditolak oleh Muhammada Hatta karena menurutnya negara menjadi otoriter dan merusak nilai pancasila itu sendiri yaitu pengambilan keputusan melalui musyawarah.Â