*****
Aku mengerjap dalam pendaran sinar bola lampu kamar. Malam. Gelap menyamarkan pemandangan di balik jendela tanpa teralis warna putih khas bangunan rumah sakit. Tempat yang membelenggu.
"Tok...tok...tok...," terdengar ketokan samar di pintu kamar.
"Selamat malam, saya dokter Djoko, penganggung jawab pasien ini selama masa perawatan. Anda keluarga pasien?" Sapa dokter berperawakan tambun dan berkaca mata tebal, terdengar ramah.
"Saya...." Aku bingung harus memperkenalkan aku sebagai siapa.
"Berdasarkan observasi tim medis selama ini serta hasil pemeriksaan fungsi organ pasien, kami menyarankan agar dipastikan lagi ketersediaan penjamin yang akan menanggung seluruh biaya perawatan pasien. Kita belum bisa menentukan apa penyakit yang sedang diderita, alih-alih bisa melakukan penanganan dan pengobatan." Lelaki yang memperkenalkan dirinya sebagai dokter Djoko terus menjelaskan tanpa jeda.
"Maaf, saya...." Aku tidak tahu harus merespon apalagi.
"Pasien ini secara fisik nampak sehat, kami curiga pasien ini mengalami tekanan batin, yang terganggu adalah jiwa, seraya kita menunggu kesimpulan tim dokter, lebih baik seluruh keluarga pasien diminta hadir saja. Kita tidak pernah tahu sampai kapan kondisi akan seperti ini." Dokter itu mengakhiri seluruh narasinya.
"Maaf Dok..., saya hanya tukang sapu rumah sakit yang dibayar untuk menjaga pasien ini." Aku terbata-bata; takut dipecat pihak personalia, jika mereka tahu; aku menerima upah untuk pekerjaan ini.
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H