Setelah mendapat izin dari ayah mereka (Ya'qub), Yusuf pun dibawa oleh saudara-saudaranya ke suatu arena bermain di padang pasir. Sesuai kesepakatan, mereka membuang Yusuf ke dasar sumur di jalur jalan para musafir. Tidak dikisahkan teknis pembuangan Yusuf itu apakah diikat kemudian diulur dengan temali ke bawah. Yang jelas Yusuf masih dalam keadaan hidup.
Setelah membuang Yusuf, saudara-saudara Yusuf pulang telat ke rumah di waktu malam yang gelap (isya), dalam kondisi menangis dan dengan menampakkan rasa sedih dan duka di hadapan ayah mereka.
Menurut Ibnu Katsir, ini adalah tipu daya yang luar biasa. Dalam bahasa sekarang: semacam rekayasa kasus yang canggih.
Mereka mengajukan alasan (uzur) bahwa saat itu mereka sedang bermain dan berlomba-lomba dan meninggalkan Yusuf di tumpukan pakaian dan perbekalan mereka. Di saat itulah Yusuf disambar dan dimakan serigala.
"Dan engkau, wahai ayah, takkan memercayai kami, karena kejadiannya seperti yang engkau kuatirkan dan tuduhkan. Engkau kuatir Yusuf dimakan serigala lalu benar ia dimakan serigala. Tentu saja engkau punya alasan yang berterima jika mendustakan kami dalam hal ini. Menakjubkan bahwa dalam hal ini peristiwanya bertepatan seperti yang engkau cemaskan."
"Akan tetapi tampaknya engkau tidak membenarkan kami karena hatimu menyimpan kesedihan dan kasih sayang yang sangat akan Yusuf. Akan tetapi meski engkau tidak membenarkan kami, kami akan tetap mengajukan uzur kami sejujur-jujurnya." Demikian secara makna penjelasan Ibnu Katsir dan As-Sa'dy.
Maka setelah mengajukan alasan di atas, kini mereka mengajukan barang bukti.
Mereka bawa gamis Yusuf yang berlumuran darah palsu. Menukil riwayat yang sahih dan hasan dari Mujahid dan As-Suddi, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa saudara-saudara Yusuf dengan sengaja menyembelih kambing atau domba dan melumuri darahnya ke atas pakaian Yusuf.
Celakanya, mereka lupa merobek gamis Yusuf itu. Padahal, seperti dikatakan para mufassir, andai Yusuf disambar binatang buas seharusnya pakaiannya koyak atau robek. Inilah yang membuat Ya'qub tidak menerima bukti yang mereka ajukan.
Bal sawwalat lakum anfusakum amra, kata Ya'qub. Bahkan kalian menganggap baik perkara ini. Maksudnya: kalian memandang bagus  tindakan buruk  kalian memisahkan aku dari Yusuf.
Ada dua hal yang membuat Ya'qub mengatakan hal itu: (1) dari indikasi yang tampak -selaras dengan keterangan Ibnu Katsir bahwa barang bukti yang diajukan ternyata cacat; (2) firasatnya yang lama tentang mimpi Yusuf.
Lantas, tindakan apa yang diambil Ya'qub setelah sikapnya itu?
Dari uraian ayat dan keterangan tafsirnya, tampak Ya'qub menolak alasan dan bukti yang diajukan putra-putranya. Akan tetapi lafal penolakannya tidak tegas. Ia hanya berkata: Kalian mengganggap baik perkara ini, secara subjektif -- menurut nafsu kalian sendiri.
Tidak dia katakan: kalian dusta, kalian bohong, kalian zalim. Kalian hasad terhadap Yusuf lantas kalian hilangkan dia.
Kemudian tindakan yang beliau ambil bukanlah memvonis, menghukum atau mengusir putra-putranya. Melainkan tindakan yang ditujukan kepada dirinya sendiri: Â fa shabrun jamil. Maka, kesabaran itulah yang terindah.
Wallahul musta'anu 'ala ma tashifun. Dan Allah lah tempat meminta tolong atas apa yang kalian gambarkan.
Selaku ayah, Ya'qub memilih mengambil tindakan ke dalam (inward), bukan keluar (outward) terhadap anak-anaknya.
Ia memilih bersabar dan tidak menuntut apa pun kepada putra-putranya.
Karena memang anak-anak adalah ujian, fitnah dan terkadang menjadi musuh. Dalam hal ini yang dituntut dari seorang ayah adalah sikap memaafkan, berlapang dada, dan mengampuni (bahkan nanti dikisahkan Ya'qub pun memohonkan ampun kepada Allah atas kesalahan anak-anaknya).
Langkah Ya'qub ini selaras dengan firman Allah:
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah terhadap mereka. Dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Ath-Thagabun: 14)
Ya'qub benar-benar memaafkan, menyantuni (berlapang dada) dan mengampuni mereka: tiga tindakan serupa dalam tiga ungkapan yang berbeda (ta'fu, tashfahu, taghfiru). Harapannya adalah ganjaran yang besar di akhirat.
"Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah fitnah (cobaan) (bagimu), dan di sisi Allah lah pahala yang besar." (QS. Ath-Thagabun: 15)
Demikianlah sosok ayah teladan: Ya'qub alaihissalam. Seorang ayah yang bersabar dan toleran terhadap kesalahan anak-anaknya, sebesar apa pun kesalahan itu. Ingat pula kisah Nuh yang masih berlemah lembut terhadap anaknya yang kafir.
Anak adalah anugrah sekaligus fitnah. Anak bahkan berpotensi menjadi musuh: menjadi pihak yang menentang dan bersebarangan.
Shabrun jamil artinya kesabaran yang tanpa keluh kesah, tanpa pengaduan kepada manusia. Hanyalah kepada Allah tempat mengadukan segala masalah guna meminta pertolongan.
Dia (Yakub) berkata, "Sebenarnya hanya dirimu sendiri yang memandang baik urusan itu; maka bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja tempat memohon pertolongan atas apa yang kamu ceritakan." Â (QS. Yusuf: 18)
Anak-anak kita adalah manusia yang berpotensi melakukan kesalahan, akan tetapi Allah memberi tuntunan lewat keteladanan Ya'qub alaihissalam. Dalam kesedihan dan kemarahan yang sangat, Ya'qub mengambil sikap memaafkan dan memberi toleransi yang besar sekali terhadap kesalahan, penentangan  dan bahkan kedurhakaan anak.
Anak-anak Ya'qub yang sepuluh orang itu sudah pasti telah berbuat durhaka kepada ayah mereka. Karena dalam Islam membuat orang tua menangis sudah tergolong berbuat durhaka (uquq al walidain) dan termasuk dosa besar.
Apalagi membohongi ayah mereka yang seorang nabi. Seorang nabi tentu dibimbing wahyu. Seharusnya anak-anak Ya'qub ini takut kalau Allah mengabarkan kepada Ya'qub tentang makar yang mereka lancarkan. Akan tetapi hasad telah membuat mereka lupa akan kedudukan dan kemuliaan ayah mereka di sisi Allah.
Sebesar itu kesalahan mereka, namun Ya'qub -sang ayah teladan- memilih bersabar dan memaafkan putra-putranya tersebut.
Wallahu a'lam.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI