Mohon tunggu...
DENY FIRMANSYAH
DENY FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nabi Ibrahim Sebagai Ayah

27 Desember 2024   06:08 Diperbarui: 27 Desember 2024   09:05 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ka'bah (Sumber: Freepik/Rochak Shukla)

Dr. Fadhl Ilahi dalam bukunya 'Ibrahim Alaihis Shalatu Wassalam Aban' (diterjemahkan menjadi 'Keteladanan Nabi Ibrahim alaihissalam Sebagai Bapak' oleh Pustaka Salafiyah, Banyumas, Jawa Tengah, 2018) menuliskan 23 poin yang dilakukan Ibrahim alaihissalam selaku seorang ayah.

Secara sekilas tampak bahwa yang dilakukan Ibrahim kepada putra-putranya tergolong 'standar': sesuatu yang lazim dilakukan oleh ayah muslim yang saleh: memberi nasihat, banyak mendoakan, memberi keteladanan, bekerja sama dalam ketaatan (misalnya saat membangun Ka'bah), bermusyawarah (saat datang perintah menyembelih Ismail), memilihkan lingkungan yang baik, sering menengok dan mengontrol putranya saat sudah berkeluarga, dan lain-lain.

Akan tetapi 'standar umum' ini pun nampaknya sudah banyak dilalaikan para ayah di zaman sekarang. Jarang mendoakan anak, tidak memberi keteladanan, sedikit menghabiskan waktu bersama, tidak mengajak bermusyawarah dan berdiskusi (cenderung otoriter), tidak memilihkan lingkungan yang baik, kurang waktu dan frekuensi kunjungan dalam rangka mendidik, dan seterusnya.

Dalam buku ini, Syekh Fadhl Ilahi menelaah doa-doa Nabi Ibrahim yang bertebaran di kitab suci Al-Qur`an. Dari doa-doa tersebut diambil banyak faidah ilmiah yang bisa dijadikan panduan bagi seorang muslim, khususnya selaku ayah pendidik.

Saat buku ini diterjemahkan di tahun 2008  isu Indonesia sebagai 'fatherless country' belum mencuat. Wacana-wacana anti-sekolah, sekolah alam sebagai lembaga pendidikan alternatif, pentingnya rumah sebagai lembaga pendidikan, home education dan home schooling memang sudah terdengar, akan tetapi gemanya tidak sekuat sekarang.

Diperkenalkannya pendidikan berbasis fitrah oleh Almarhum Harry Santosa, Adriano Rusfi, dan Abdul Kholiq Junaidi memperkuat kesadaran pentingnya peran keluarga terutama ayah selaku pendidik pertama di rumah.

Hal ini juga selayaknya menjadi bahan pertimbangan Kementrian Pendidikan agar tidak melulu berfokus pada pendidikan formal persekolahan. Pengarahan dan penyuluhan seharusnya ditujukan kepada ayah-bunda selaku pendidik utama dan pertama di rumah. Kemendikdasmen bisa memberi instruksi kepada para penyelenggara sekolah agar bekerja sama dengan ayah-bunda dalam mendidik putra-putri mereka.

Kita sudah tiba pada kesadaran bahwa penumbuhan iman dan takwa itu krusial, penumbuhan karakter positif itu urgen, tetapi belum menuju ke titik paling substansial implementasi praksisnya: menghasung ayah dan bunda sebagai orang tua pendidik: keluarga-keluarga yang berorientasi pendidikan holistik, bersama sekolah, pesantren dan lembaga pendidikan lain, tentunya.

Di bawah ini adalah beberapa simpulan dari tulisan Syekh Dr. Fadhl Ilahi:

Pertama, Ibrahim selalu berdoa dalam banyak kesempatan yang isinya menunjukkan kepedulian beliau terhadap keselamatan agama dan dunia anak keturunannya. Beliau meminta anak yang saleh, meminta kecukupan rezeki, keberkahan rezeki, berupa buah-buah yang tumbuh di daerah itu atau didatangkan dari negeri lain, keamanan negeri (Makkah dan sekitarnya) agar dengan itu terbantu upaya manusia selaku hamba untuk taat beribadah kepada-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun