Wahai ayahku! Janganlah engkau menyembah setan. Sungguh, setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
Wahai ayahku! Aku sungguh khawatir engkau akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pengasih, sehingga engkau menjadi teman (wali) bagi setan."
Dia (ayahnya) berkata, "Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau tidak berhenti, pasti akan kurajam engkau, dan tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama."
Dialog ini termuat dalam Surat Maryam (19) ayat 41-46.
Dalam dialog di atas kalimat-kalimat Ibrahim lebih banyak jumlahnya dari kalimat ayah beliau. Sedangkan jawaban Azar, ayah Ibrahim, hanyalah ancaman dan ungkapan kemarahan.
Dalam dialog itu juga nyata benar kesantunan dan kelembutan Ibrahim, di mana beliau tidak berkata kepada ayahnya: aku tahu sedangkan engkau tidak tahu. Akan tetapi lafal yang beliau pilih adalah:  Sungguh, telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu. Artinya, engkau memiliki ilmu, akan tetapi ada ilmu yang hanya sampai kepadaku.
Sesudah ajakannya ditolak mentah-mentah oleh ayahnya, Ibrahim masih mengucap salam dan berjanji akan memintakan ampun kepada Allah khusus untuk Azar. Meski pada akhirnya Ibrahim urung melaksanakan janji itu. Setelah jelas Azar berpihak kepada kesyirikan, Ibrahim pun berlepas diri dari ayahanda beliau dan kaumnya. Â
Adapun dialog  Ibrahim bersama raja kafir membuat lawan debatnya terdiam (fabuhitalladzi kafar).
"Tidakkah kalian perhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah)? Karena Allah telah memberikan kepada orang itu kekuasaan. Ketika Ibrahim berkata, "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan." Orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan." Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." (QS. Surat Al-Baqarah ayat 258)
Pola dialog dalam kerangka al-haq versus al-batil, tauhid versus syirik, selalu saja sama. Pihak musyrikin pada akhirnya tidak memiliki hujjah yang valid dan adekuat guna menjawab argumentasi pengusung tauhid dan al-haq, sehingga dialog biasanya diakhiri dengan pelecehan pribadi, perundungan (bullying), dan ancaman kekerasan.
"Berkata pemuka-pemuka yang menyombongkan diri dari kaum Syu'aib, 'Wahai Syu'aib! Pasti kami usir engkau bersama orang-orang yang beriman dari negeri kami, kecuali engkau kembali kepada agama kami." (QS. Al-A'raf (7) : 88)