Mohon tunggu...
DENY FIRMANSYAH
DENY FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Manusia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bukti dan Saksi Kejujuran dalam Kisah Yusuf Alaihissalam

13 April 2023   23:37 Diperbarui: 9 Mei 2023   11:23 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: unsplash.com

"Dan mereka datang membawa gamisnya (Yusuf) yang berlumur darah palsu." (QS. Yusuf: 18)

"Jika baju gamisnya koyak di bagian depan, maka perempuan itu yang benar dan dia (Yusuf) termasuk orang yang dusta. Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka perempuan itulah yang dusta dan dia (Yusuf) termasuk orang yang benar." (QS. Yusuf: 26-27)

"Maka ketika telah disiapkan bahan makanan untuk mereka, dia (Yusuf) memasukkan piala ke dalam karung saudaranya. Kemudian berteriaklah seorang yang berseru, 'Wahai kafilah! Sungguh kalian ini adalah para pencuri!" (QS. Yusuf: 70)

Ketiga ayat dalam Surat Yusuf di atas mewakili masing-masing potongan kejadian dalam biografi Nabi Yusuf alaihissalam. Ketiga fragmen terjadi dalam momen yang terpisah. Namun ada kesamaan dalam ketiga kasus tersebut: pelibatan barang bukti, saksi, dan narasi yang diajukan ke hadapan hakim selaku penentu keputusan.  

Pada kasus yang pertama, sepuluh orang kakak lelaki Yusuf menjalankan makar dengan membuang Yusuf ke dalam sumur agar dipungut kafilah yang melintasi gurun pasir. Lantas mereka merekayasa barang bukti dengan menghadirkan gamis Yusuf yang koyak dan dilumuri darah palsu.

Narasi yang mereka buat dalam skenario penghilangan Yusuf itu mereka jalankan nyaris sempurna. Mereka pulang di waktu isya, waktu yang sangat gelap sehingga Ya'qub, ayah mereka, bisa saja tidak terlampau teliti memeriksa barang bukti yang mereka bawa.

Kelambatan kepulangan mereka juga memperkuat indikasi bahwa 'memang telah terjadi sesuatu' hingga mereka pulang larut malam.

Tidak hanya itu, mereka memperkuat narasi dengan aksi drama 'menangis'. Mereka gunakan kekuatiran awal ayah mereka (Ya'qub kuatir Yusuf dimakan srigala) sebagai alibi yang menguatkan narasi yang mereka buat. Yusuf dilarikan srigala saat mereka asyik bermain dan berlomba.

"Dan engkau tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar." (QS. Yusuf: 17)

Ya'qub menjawab: "Sebenarnya hanya diri kalian sendiri yang memandang baik urusan yang buruk itu." (QS. Yusuf: 18)

Menurut Syaikh As-Sa'dy kalimat 'bal sawwalat lakum anfusakum amra' pada ayat ke-18 itu bermakna: "Kalian mengganggap bagus perkara yang buruk ini dengan memisahkan aku dan Yusuf. Karena Ya'qub melihat dari berbagai indikasi dan kondisi yang tampak, juga dari mimpi Yusuf yang telah diceritakan kepadanya, yang menjadi dasar bagi sikapnya."

Dari redaksi kalimatnya, tampak Ya'qub tidak yakin dengan cerita yang disampaikan putra-putranya. Meski tidak yakin dan tidak membenarkan, Ya'qub memilih bersabar, menahan amarah dan tidak mengambil tindakan atau sanksi yang keras untuk menghukum kesepuluh putranya tersebut.

***

Kasus peradilan kedua ialah fragmen ketika istri Al-Aziz hendak mengajak Yusuf berzina. Selaku pemuda normal, Yusuf sudah berkeinginan pula terhadap wanita itu. Akan tetapi rasa takutnya kepada Allah menghalanginya dari berbuat keji. Sang wanitalah yang aktif sejak semula. Dikuncinya semua pintu dan dengan kecantikan dan kemolekannya ia pun mulai merayu Yusuf.

Sang wanita yang bernafsu mengejar Yusuf, menarik gamisnya ke arah belakang sementara Yusuf menghindar dengan bergerak ke arah yang berlawanan, hingga gamisnya robek di bagian belakang. Tepat ketika gamis Yusuf koyak, di pintu tampaklah Al-Aziz yang baru datang. Sang wanita lantas menuduh Yusuflah yang lebih dulu merayu dan hendak memperkosa. Sebaliknya, Yusuf menyanggah: justru sang wanita yang menggoda dirinya.

Maka, seorang saksi yang dipercaya dari kalangan istana mengajukan suatu pasal penentu keputusan: jika gamis Yusuf robek di depan  berarti benar Yusuf hendak memperkosa dan si wanita melawan. Jika gamisnya robek di belakang berarti Yusuf berusaha menghindar dan si wanitalah yang merenggut gamisnya.

Tentang siapa 'saksi' dari keluarga istri Al-Aziz (wasyahida syahidun min ahliha) ini ada beberapa versi riwayat sebagaimana tertera di dalam Tafsir Ibnu Katsir. Al-Qur`an memang tidak memberi perincian  terkait subjek sejarah ini. Namun yang substansial adalah adanya 'ketentuan pasal pemutus yang ia ucapkan' sebagai pasal yang kredibel dan bisa dijadikan sandaran.

Al-Aziz selaku hakim (pemutus hukum) pada akhirnya berkata, "Yusuf lupakanlah ini! Dan kau istriku mohonlah ampun atas dosamu, karena engkau termasuk orang yang berbuat salah!"

Kita tahu kelanjutan kisah ini: istri Al-Aziz merancang skenario baru dan Yusuf akhirnya dijebloskan ke dalam penjara, tanpa bukti yang benar.

Kisah ini menguatkan kenyataan bahwa kejujuran, kuatnya persaksian, kebenaran barang bukti tidak serta merta menyelamatkan orangnya dari kezaliman sistem dan penyalahgunaan kuasa politik. Sedangkan pada kasus 'gamis berlumur darah palsu' di atas, barang bukti bisa saja direkayasa, narasi bisa dikarang dan drama yang menguatkan indikasi bisa dipentaskan. Dan berujung pada putusan akhir yang tidak berisiko sama sekali terhadap pelaku kejahatan, baik secara fisik maupun psikis.

***

Kasus ketiga menceritakan rekayasa yang dilakukan Yusuf dan para stafnya. Kali ini kesepuluh saudara Yusuf yang menjadi 'korban' rekayasa kasus. Dahulu mereka merekayasa kasus, kini hal itu berbalik: mereka yang  menjadi victim. Dan selaku korban, mereka dituntut untuk membuktikan kejujuran mereka di hadapan 'barang bukti' yang disisipkan ke dalam karung milik Bunyamin.

Urusan jadi berabe karena mereka sudah berjanji kepada Ya'qub akan dengan sangat hati-hati menjaga Bunyamin. Ya'qub sejak awal sudah ragu dengan mengenangkan kembali peristiwa kehilangan (penghilangan) Yusuf berpuluh tahun yang lalu.

Dengan ditemukannya 'barang bukti' di karung Bunyamin, maka Yusuf berhak menahan Bunyamin di Mesir.

Saudara-saudara Yusuf pada dasarnya adalah orang-orang yang bertanggung jawab dan masih memiliki iman kepada Allah. Mereka berkata, "Wahai Al-Aziz! Dia (Bunyamin)  memiliki ayah yang sudah lanjut usia. Maka ambillah salah satu dari kami untuk menggantikan posisinya. Sungguh kami lihat engkau termasuk orang-orang yang berbuat baik!" (QS. Yusuf: 78)

Maka jawab Yusuf, "Aku berlindung kepada Allah dari menahan seseorang kecuali yang telah kami temukan harta kami padanya. Sungguh jika kami bertindak demikian berarti kami adalah orang-orang yang zalim." (QS. Yusuf: 79)

Yusuf tidak berkata bahwa Bunyamin adalah pencuri, atau kalian ini para pencuri. Akan tetapi kalimat beliau berbunyi: Aku berlindung kepada Allah dari menahan seseorang kecuali yang telah kami temukan harta kami padanya.

Artinya, Yusuf bertindak atas dasar adanya 'barang bukti.'  Meski barang bukti itu adalah hasil rekayasanya.

Saking tidak enaknya kepada Ya'qub maka saudara Yusuf yang paling tua memilih bertahan di Mesir sampai ayahnya mengizinkannya kembali pulang atau Allah memberinya keputusan (ayat ke-80).

Kata si sulung: "Kembalilah kepada ayahmu dan katakan padanya: anakmu (Bunyamin) telah mencuri dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui dan kami tidak tahu perkara-perkara gaib. Dan tanyalah penduduk negeri tempat kami berada dan kafilah yang datang bersama kami. Dan kami adalah orang-orang yang benar!" (QS. Yusuf: 81-82)

Qarinah alias indikasi hukum yang mereka ajukan kepada Ya'qub adalah lahiriah kasus Bunyamin. Bahwa memang ia terbukti 'mencuri' piala raja. Mereka hanya mampu mengindentifikasi fakta yang tampak dan tidak mengerti kalau ada rekayasa atau hal-hal lain di balik itu.

Mereka juga mengajukan saksi, dalam hal Ya'qub hendak melakukan konfirmasi: tanyalah penduduk lokal dan kafilah lain yang datang ke Mesir dan pulang bersama mereka, sebagai saksi terhadap akhlak dan itikad baik mereka. Mereka tidak punya niatan bikin onar, bermaksiat, apalagi mencuri properti kerajaan.

Kali ini mereka 'benar' dan 'jujur' tetapi kerepotan membela diri dari rekayasa hukum yang dilancarkan Yusuf. Adapun pada kasus penghilangan Yusuf dahulu, klaim kejujuran itu hanyalah omong kosong, dengan pengajuan barang bukti dan narasi yang dipalsukan. Kini 'barang bukti' direkayasa Al-Aziz (Yusuf, selaku penguasa). Mereka dalam posisi yang benar akan tetapi tidak bisa keluar dari jerat hukum yang direkayasa penguasa.

Yang menakjubkan adalah penyikapan Ya'qub terhadap 'hilangnya' Bunyamin. Meski putra-putranya kali ini bersikap jujur, ia masih mengucapkan kalimat yang sama yang menyiratkan keraguan akan kebenaran laporan putra-putranya. Kesabaran itulah  yang indah, katanya. Sementara dukanya semakin dalam. Ia terus menangis hingga kedua matanya memutih lantaran sedih. Kemarahannya kepada anak-anaknya hanya bisa ia tahan di dalam hati (QS. Yusuf: 84).

Walhasil, Yusuf pada akhirnya menyingkap identitas aslinya kepada kesepuluh saudaranya. Drama keluarga itu selesai dengan pengakuan bersalah dari para putra Ya'qub. Mereka meminta Ya'qub berdoa agar Allah mengampuni dosa mereka. Yusuf pun telah memaafkan kesalahan kakak-kakaknya dan mendoakan agar Allah mengampuni mereka, karena Allah adalah Yang Paling  Penyayang dari segala penyayang.

Wallahu a'lam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun