Kisah pergantian tahta kekuasaan pasca Ken Arok adalah politik balas dendam antar dinasti ini. Sebagaimana kisah Arok-Dedes yang mirip adegan film. Adanya tokoh Empu Gandring dan Kebo Hijo serta ampuhnya kualat tersaji pula dalam narasi Ken Arok membunuh Tunggul Ametung.
Ken Arok mati dibunuh Anusapati anak Tunggul Ametung. Anusapati dibunuh Tohjaya anak Ken Arok dari Ken Umang (selir Ken Arok). Tohjaya mati dibunuh Ranggawuni anak Anusapati.
Persoalannya kembali: apakah raja-raja Jawa naik tahta lewat pengkhianatan? Jawabannya: kategori moral ‘pengkhianatan’ itu berasal dari wacana normatif yang mana dan dari zaman mana?
Kekuasaan diperebutkan salah satunya dengan jalan kudeta: yang berbau darah dan kekerasan. Dalam perkisahan itu, wong cilik tidak ambil bagian.
Raden Wijaya ‘hanya’ mengulang tradisi perebutan kekuasaan yang sudah dimulai para pendahulunya.
Maka, kalau ada penguasa atau pemimpin yang naik tahta dengan cara yang etis: tanpa tusuk kanan, tusuk kiri atau tusuk belakang, diharapkan ia bakal lebih menjaga etika kepada wong cilik yang ada di bawah kekuasaannya.
Wong cilik tidak memiliki kepentingan atas kekuasaan. Kecuali jika kekuasaan itu mengayomi wong cilik. Kalaupun tidak diayomi, wong cilik sudah tentram jika ada sesuatu yang bisa dimakan. Â Â
Penguasa adigang adigung adiguna, rakyat narimo ing pandum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H