Mohon tunggu...
DENY FIRMANSYAH
DENY FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Manusia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Problem Solving Skills (3)

13 Mei 2022   11:12 Diperbarui: 9 Juni 2022   05:59 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam kisah Israiliyat disebutkan bahwa Nabi Sulaiman mengadili dua orang wanita. Kedua wanita ini memperebutkan bayi yang sama dan meminta Nabi Sulaiman untuk bertindak sebagai hakim. Dalam kisah dikatakan bahwa wanita yang usianya lebih tua sebenarnya bukanlah ibu dari bayi itu. Bayinya telah tewas dibawa lari srigala. Lantas ia mengambil bayi tetangganya -wanita yang lebih muda- dan mendakwa dirinya adalah ibu kandung dari bayi itu. Wanita yang lebih muda jelas tidak terima. Keduanya sepakat menghadap Nabi Sulaiman guna meminta keadilan.

Kemudian Sulaiman menghunus pedang. Demi keadilan kata beliau, ia akan membelah bayi itu menjadi dua.

Sontak wanita muda yang merupakan ibu asli dari sang bayi menghiba-hiba memohon agar hal itu tidak dilakukan. Ia rela menyerahkan bayinya kepada wanita yang lebih tua, asalkan bayi itu tetap hidup. Sedangkan wanita yang lebih tua bereaksi sebaliknya. Ia setuju dengan tindakan Sulaiman -yang bisa ditafsirkan sebagai ketiadaan afeksinya selaku seorang ibu dan sikap hasadnya kepada wanita tetangganya.

Melihat respon yang sangat berseberangan dari kedua penghadap, Sulaiman memutuskan bahwa wanita yang lebih muda itulah ibu kandung dari sang bayi.

Edward de Bono penemu istilah 'lateral thinking' mengutip kisah Nabi Sulaiman ini sebagai contoh dari berpikir lateral. (New Think The Use of Lateral Thinking in The Generation of Ideas, 1967, lihat https://en.wikipedia.org/wiki/Lateral_thinking)

Berpikir lateral adalah lawan dari berpikir vertikal yang logis. Berpikir lateral artinya berpikir di luar kebiasaan (out of the box)-sebagai lawan dari berpikir linier. Berpikir lateral adalah cara berpikir kreatif, bergerak ke samping (tidak runtut), suatu cara berpikir yang membuka alternatif-alternatif baru, menstimulus ide-ide segar dan provokatif. Berpikir lateral tidak menjanjikan solusi akan tetapi membuka banyak pilihan dan kemungkinan pemecahan masalah. 

Berpikir lateral (out the box) adalah semacam provokasi gagasan. Seringnya tidak langsung menghasilkan solusi. Akan tetapi kemungkinan solusi-solusi itu dipasang-pasangkan, diintegrasikan hingga jika memang bertemu ia menjelma menjadi kesatuan ide atau solusi yang utuh. Tentu saja solusi yang utuh itu harus berterima secara logika dan 'dikembalikan ke dalam kotak' (into the box).  

Yang menarik adalah: dalam buku perdananya 'Lateral Thinking: A Textbook of Creativity' De Bono menulis begini:

There are times when it may be necessary to be wrong in order to be right at the end.  This can happen when one is judged wrong according to the current frame of reference and then is found to be right when the frame of reference itself gets changed. Even if the frame of reference is not changed it may be still be useful to go through a wrong area in order to reach a position from which the right pathway can be seen.

Dalam kisah-kisah para nabi -selain kisah Nabi Sulaiman di atas- banyak kita temukan cara berpikir (dan bertindak) lateral semacam itu. Tindakan yang tampak 'keliru' dalam satu cara pandang ternyata merupakan tindakan yang tepat menurut cara pandang yang lain (dengan frame of reference-nya berbeda atau sudah berubah).

Atau dalam lain kasus, sesuatu yang nampak keliru hakikatnya bukanlah kekeliruan. Tindakan itu hanya 'tampak' keliru, namun bisa dijelaskan sebagai tindakan yang benar pada akhirnya.

Dalam tulisan 'Pembelajar Swakarsa' di Kompasiana sudah saya nukil 'keanehan' perilaku Khidr di mata Musa alaihissalam. Khidr adalah model orang alim yang berpikir lateral sedang Musa adalah orang alim yang berpikir vertikal -bila kita memakai istilah De Bono. Syariat Nabi Khidr memang berbeda dengan syariat Nabi Musa. Jadi, tindakan Khidr adalah 'lateral' dalam pandangan Musa. 

Contoh lain dari 'bertindak lateral' adalah saat Nabi Yusuf melakukan semacam tipu muslihat menahan Bunyamin di Mesir. Yang dilakukan Nabi Yusuf memang tampak sebagai tipu muslihat. Padahal jika dicermati tindakan Yusuf adalah tauriyah (rekayasa dan pembelokan lafal ucapan yang bermakna ambigu) guna menyadarkan para saudaranya akan kesalahan mereka di masa lampau (membuang Yusuf ke dalam sumur).

Maka ketika telah disiapkan bahan makanan untuk mereka, dia (Yusuf) memasukkan piala ke dalam karung saudaranya. Kemudian berteriaklah seseorang yang menyerukan, "Wahai kafilah! Sesungguhnya kalian adalah para pencuri!"

Saudara-saudara Yusuf bertanya, sambil menghadap kepada mereka (yang menuduh), "Kalian kehilangan apa?"

Mereka (anak buah Yusuf) menjawab, "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta, dan aku jamin itu."

Mereka (saudara-saudara Yusuf) menjawab, "Demi Allah, sungguh, kamu mengetahui bahwa kami datang bukan untuk berbuat kerusakan di negeri ini dan kami bukanlah para pencuri."

Mereka (orang-orangnya Yusuf) berkata, "Apa hukumannya jika kalian berdusta?"

Mereka (saudara-saudara Yusuf) menjawab, "Hukumannya ialah pada siapa ditemukan dalam karungnya (barang yang hilang itu), maka dialah yang menanggung hukumannya. Demikianlah kami memberi hukuman kepada orang-orang zalim."

Maka mulailah dia (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri (Bunyamin), kemudian dia mengeluarkan (piala raja) itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami mengatur (rencana) untuk Yusuf. Dia tidak dapat menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendakinya. Kami angkat derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas setiap orang yang berpengetahuan ada yang lebih mengetahui." 

(Al-Qur`an Surat Yusuf, 12: 70-76)

Kata-kata 'Demikianlah Kami mengatur' (kidna) menunjukkan bahwa drama penahanan Bunyamin itu adalah atas izin Allah.

Bunyamin dihukum dengan hukum yang berlaku di kalangan Bani Israil yaitu siapa yang mencuri maka ia akan menjadi budak (tahanan) oleh pihak yang menjadi korban pencurian selama satu tahun. Tentu saja drama ini tidak berlanjut, karena Yusuf segera membuka identitas aslinya.

kasus-yusuf-bunyamin-627df36818ffee43794479d2.jpg
kasus-yusuf-bunyamin-627df36818ffee43794479d2.jpg
Recalling kasus lama dan penyingkapan identitas asli Yusuf dilakukan di saat kesepuluh saudaranya berada dalam posisi tawar yang sangat rendah, dalam kondisi mengakui kemelaratan dan meminta sedekah secara terang-terangan kepada Yusuf (perhatikan surat Yusuf ayat 88-89).

Karena dalam diri mereka masih ada sifat jujur, rasa malu, rasa tanggung jawab, dan rasa bersalah maka mereka pun mengakui kesalahan yang mereka lakukan di masa silam kepada Yusuf.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun