Mohon tunggu...
DENY FIRMANSYAH
DENY FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Penulis - Manusia

Manusia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Testimoni sebagai Alat Promosi Sekolah Sunnah

22 Februari 2022   17:25 Diperbarui: 10 April 2022   10:14 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sekolah sunnah is highly demanded belakangan ini. Dengan faktor pembeda berupa manhaj salaf, masyarakat muslim sudah punya presuposisi bahwa sekolah-sekolah sunnah are the most likely to succeed dalam mendidik putra-putri mereka. Dengan figur atau tanpa figur, dengan kelengkapan fasilitas ataupun tanpa fasilitas. Kadang tanpa syarat. Orang tua muslim tetap mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah sunnah, apapun keadaannya.

Lantaran kebutuhan yang sangat tinggi itu, peran testimoni sebagai alat promosi sekolah sunnah menjadi kurang signifikan. Mungkin karena sebab ini pula maka sekolah-sekolah sunnah yang ada tidak atau kurang melakukannya dengan baik.

Tambahan lagi, keputusan mendaftar seringnya tidak memiliki pertalian apa pun dengan hasil akhir persekolahan. Ada banyak sekali faktor dan pertimbangan saat wali peserta didik memilih lembaga pendidikan untuk putra-putri mereka: kedekatan lokasi (proximity), tarif, jejaring alumni dan lain sebagainya.

Namun demikian akan ada masanya di mana kepercayaan calon konsumen mengalami pasang surut bersamaan dengan beragam pengalaman saat menerima pelayanan dari sekolah-sekolah tersebut. Dari sini peran testimoni sebagai sarana promosi sekolah niscaya menjadi vital kembali.

Calon konsumen perlu diyakinkan bukan hanya dengan keberadaan figur, kelengkapan fasilitas, visi dan misi, kurikulum, program dan lain sebagainya- tetapi dengan baiknya output dan baiknya pelayanan selama menjalani proses pembelajaran. Dengan kalimat lain yang akan dilihat adalah ‘hasil’ dan ‘capaian’ bukan ‘isi’ dan ‘proses’ berlangsungnya pendidikan.

Lantas, testimoni macam apa yang dibutuhkan? Sebenarnya tidak terlalu sulit. Selaku produsen, para pegiat sekolah pada hakikatnya adalah konsumen pendidikan juga. Mereka punya anak-anak yang butuh pendidikan i.e butuh ‘disekolahkan’. Ekspektasi mereka mirip dengan mayoritas orang tua zaman now.

Di lain sisi, testimoni juga menjadi alat evaluasi yang kritikal bagi prospek dalam menilai suatu sekolah/lembaga pendidikan. Calon konsumen bisa mengamati -misalnya- profil alumni (lulusan) dalam bertutur kata dan berbusana, guna menyimpulkan apakah sekolah yang ditestimonikan lebih memprioritaskan ilmu-ilmu umum atau diniyyah.

Dalam suatu sajian video testimoni, calon konsumen yang jeli juga bisa membedakan mana peserta didik yang lancar berbahasa Inggris sebagai produk pendidikan sekolah, dengan yang lancar lantaran pernah dibesarkan di luar negeri. Mana peserta didik yang berbahasa Arab secara alamiah dan mana yang bertindak sebagai bagian dari skenario film pendek alias drama.

Yang bertindak selaku penyedia layanan di sini sesungguhnya adalah yayasan. Sedangkan penerima layanan adalah para siswa, lulusan, dan orang tua (konsumen eksternal). Selain mereka, testimoni dari para guru, staf dan pekerja sekolah (konsumen internal) juga tidak kalah pentingnya. Bahkan jika sekolah punya kontribusi sosial pada lingkungan sekitar testimoni tokoh masyarakat dan warga di lingkungan sekolah juga bisa diangkat.

Testimoni menjadi alat marketing yang kian ampuh bila ditambah dengan tutur tinular (word of mouth) positif di tengah-tengah komunitas orang tua muslim. Distribusi lulusan, kualitas lulusan, peran sosial lulusan dan baiknya pelayanan merupakan outcomes yang menjadi tolok ukur bagusnya proses.

Para orang tua muslim saat ini punya ekspektasi yang besar terhadap sekolah-sekolah Islam, bil khusus sekolah sunnah. Bukan hanya kurikulum terstruktur yang dibutuhkan peserta didik saat ini tetapi juga kurikulum fleksibel (terintegrasi) yang menumbuhkan karakter-karakter positif pada diri pembelajar, sekaligus membentengi mereka dari derasnya potensi penyimpangan yang marak di kalangan pelajar sekolah menengah (SMP-SMA).

Sekolah dan keluarga (orang tua) berada pada satu kutub positif yang berlawanan dengan ‘lingkungan’ (bi`ah) di kutub lain yang cenderung negatif. Sekolah dalam posisi strategis: meramu kurikulum yang membuat anak didik mampu berkelit dan terhindar dari pengaruh buruk lingkungan yang ada saat ini.  

Baik sekolah dan orang tua harus punya resep non-konvensional dalam penumbuhan akidah-akhlak peserta didik: lebih dari sekedar metode punishment, nasihat, ceramah, atau daurah. Anak-anak sekarang makin sulit diceramahi. Perlu ada rekayasa pendidikan ekstra guna menimbulkan kesadaran dari dalam, dari hati nurani anak sendiri.

Lulusan yang selamat akidah dan akhlaknya, berbakat, bergairah menjalani dan membina bakatnya, syukur-syukur berprestasi akademik merupakan testimoni yang bertutur dengan sendirinya dan menjadi alat promosi yang jujur, orisinal sekaligus menarik minat calon konsumen pendidikan di luar sana.

Demikian harapan kita.

Wallahu a’lam bis shawab.

Aslinya ditulis di SMA Future Gate Bekasi, 22 Februari 2022, direvisi di Munjul 8 Ramadan 1443/10 April 2022.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun