Mohon tunggu...
Deny Oey
Deny Oey Mohon Tunggu... Administrasi - Creative Writer

Seorang pembelajar, pecinta alam dan penikmat makanan pedas. Sesekali mengkhatamkan buku dan membagikan pemikirannya dalam tulisan. Beredar di dunia maya dengan akun @kohminisme (IG) dan @deNocz (Twitter).

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

"XYCLO", Menerjemahkan Karakteristik Kertas Dalam Karya Seni

28 November 2018   12:27 Diperbarui: 28 November 2018   12:42 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para perupa (sumber: Dokumentasi galerikertas)

Dalam arena seni rupa, kertas seringkali dipandang hanya sebagai karya uji coba sebelum masuk ke kanvas. Sketsa di atas kertas seakan hanya menjadi tempat menumpang gagasan sementara sebelum kanvas menerima gagasan tersebut sebagai karya yang diperhitungkan. Padahal, sesungguhnya karya di atas kertas sangat layak diposisikan sebagai karya utuh, bukan sekedar versi "uji coba".

Kompleksitas wacana kertas dalam seni rupa dan visual menjadi pintu alternatif untuk memahami karya-karya kanvas atau tiga dimensi dari seorang perupa. Bila karya tiga dimensi seperti patung berambisi mencari "keabadian", kertas hanyalah material yang sedang bermain-main dengan "kesementaraan". Kompleksitas isu yang dibawa kertas inilah yang menjadi aspek penting dalam arena seni rupa dan visual di masa depan.

XYCLO, Pameran Tujuh Perupa Muda

Berbicara mengenai seni yang makin tidak terbatas, terutama mengenai mengolah karakteristik kertas, maka seniman Ugeng T. Moetidjo memilih tujuh perupa muda dalam sebuah pameran bertajuk "XYCLO" (dibaca: syaiklo) di galerikertasStudiohanafi. XYCLO adalah sebuah pameran singkat berdurasi 10 hari dengan menampilkan visualisasi seni yang bukan hanya self portrait perupanya saja, tetapi juga berperan sebagai produser yang menciptakan karya seni.

Pameran XYCLO (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Pameran XYCLO (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Kata XYCLO menekankan penggunaan huruf X dan Y yang merepresentasikan perupa yang berasal dari generasi X (milenial) dan Y. Ketujuh perupa terpilih menunjukkan modus penciptaan serta karya yang berbeda dalam memperlakukan kertas.

Karya-karya sketsa yang menampilkan serba-serbi aktivitas manusia di berbagai sudut Jakarta, modus pengolahan visual menggunakan instrumen digital, karya yang lahir dari suatu kehendak untuk terlibat dalam isu-isu sosial, sampai karya yang mencoba meneruskan atau memperpanjang langgam visual dari seni populer di kawasan Asia Timur dapat dilihat di pameran XYCLO.

Seringkali di pameran dari berbagai tempat, tidak semua karya seni rupa yang menggunakan kertas berhasil bermain-main dengan karakterisitik kertas itu sendiri. Bahkan, penggunaan kertas bukan memberi "suara" pada karya, tapi malah membuat karya itu menjadi "sunyi-senyap-sepi-sendiri".

Para perupa (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Para perupa (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Akan tetapi, di tangan para perupa muda pilihan Ugeng T. Moetidjo kali ini, karakteristik kertas sebagai karya seni digali sedemikian rupa. Dari berbagai corak, para perupa memperlakukan kertas dan tidak lagi memaknainya sebatas medium belaka atau sekedar wadah bagi pewarna atau material lain yang mereka gunakan.

Kertas terasa lebih fungsional dan menampilkan sisi lentur, rapuh, ringan dan sebagainya dalam sebuah estetika. Mereka juga berusaha mengolah karakteristik transparan dari kertas dengan memanfaatkan proyeksi visual yang dibuat melalui mekanisme digital, memanfaatkan material yang membuat karya bisa digantung dengan mudah, menjadikannya potongan-potongan yang bisa dimanfaatkan menjadi semacam pemandangan atas fragmentasi, dan masih banyak lagi.

Adapun karya-karya ketujuh perupa tersebut:

"Rekonstruksi Sentimen"

Berupa instalasi puing, foto digital dan drawing dengan dimensi beragam. Ide karya ini beranjak dari peristiwa pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung dimana negara membeli setengah tanah kampung Ivan Oktavian, si perupa.

Rekonstruksi Sentimen (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Rekonstruksi Sentimen (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Dalam "Rekonstruksi Sentimen", Ivan mencoba melakukan rekonstruksi sisa-sisa bangunan rumah teman, tetangga, saudara dengan cara menggambarnya sehingga mengundang rasa sentimen yang berlebihan.

Mahasiswa jurusan Seni Rupa Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) ini juga menampilkan puing-puing reruntuhan bangunan yang digusur seolah berharap ada sesuatu yang bersifat nostalgis tentang kampung halaman. Bukan hanya dirinya, tetapi juga teman, saudara dan para tetangganya.

"Silang"

Berawal dari penggambaran tentang pengalaman yang didapat dalam mimpi yang tumpang tindih, narasi yang acak dan hanya muncul visual benda-benda domestik (rumah) di dalam sebuah ruangan, Gilang Mustofa membangun instalasi "Silang" berupa paduan silang bambu, kertas wajik dan cat poster. Menariknya, dalam mimpi tersebut Gilang tidak bertemu atau menemukan sosok orang satu pun disana. Mungkin karena sifat si perupa yang lebih senang menyendiri membuat bentuk mimpi ini muncul.

Silang (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Silang (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Mahasiswa jurusan Seni Patung ISBI ini mencoba bermain dengan objek benda-benda lewat satu komposisi antara memainkan ruang nyata dan tidak nyata. Pengalaman dari mimpi itu ditarik dalam sebentuk instalasi rumah sebagai analogi ruang dan objek-objek benda yang menumpuk sebagai narasi yang acak dan tumpang tindih. Salah satu bentuk rumah paling kecil digambarkan sebagai tempat tinggal si perupa.

"Nord"

M Raka Septianto berupaya mengangkat mitologi Nordik yang merupakan dongeng kepercayaan masyarakat di Eropa Utara sebelum kedatangan agama Kristen dalam karya bertajuk "Nord". Dongeng atau mitos tentang kisah-kisah makhluk supranatural ini dikenal sebagai nine worlds (sembilan semesta), yaitu Asgard, Vanaheim, Alfheim, Midgard, Jotunheimer, Svartalfheim, Niddhavelir, Nilfheim dan Muspell.

Dongeng mitologi Nordik (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Dongeng mitologi Nordik (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Dalam Nord, Raka yang merupakan lulusan POLIMEDIA (Politeknik Negeri Media Kreatif) Jakarta ini tidak mengangkat cerita mitologi Nordik tersebut secara keseluruhan, namun lebih menggambarkan setiap negeri dari kesembilan negara, semesta atau dunia Nordik itu sendiri dalam instalasi 16 box paper cuts dan lampu LED sebagai background.

"Koneksi"

Menjawab tantangan galerikertas untuk memanfaatkan kertas sebagai dasar penggarapan karya, Jingga Mujiburrahman atau akrab disapa Jinggam menggunakan kardus sebagai sebagai media lukis dengan cat akrilik, spray paint serta visual mapping dalam "Koneksi". Lukisan-lukisan tersebut dibuat dalam bentuk pola terpisah dan memiliki jarak antar setiap pola lukisan.

Lulusan D3 Desain Grafis POLIMEDIA Jakarta ini berupaya menggambarkan setiap individu dengan dunia mereka sendiri serta adanya jarak untuk menjalin koneksi. Visual mapping menjadi media koneksi antara setiap lukisan yang menggambarkan manusia sebagai makhluk individual yang bergerak atas dasar diri sendiri. Namun pada kondisi tertentu, masing-masing individu saling butuh individu yang lain dalam setiap kehidupannya.

Koneksi audiens (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Koneksi audiens (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Jarak dan waktu antar setiap individu digambarkan sebagai penghalang terciptanya koneksi dan komunikasi secara langsung. Karena itu media teknologi yang menghubungkan antar-individu muncul sebagai solusi kemudahan komunikasi tanpa rintangan jarak dan waktu. Koneksi merepresentasikan kehidupan manusia saat berdiri sendiri, dan seperti apa mereka dengan adanya media teknologi komunikasi dalam koneksi sosial antar individu.

"Seen/Unseen Known/Unknown"

Dengan konsep ruang liminal yang terdiri dari pesawat kertas origami, benang, pasir dan lampu LED, "Seen/Unknown" berupaya merefleksikan pendekatan antropologis dalam interaksi kehidupan manusia. Ruang liminal sendiri ialah tentang bagaimana individu berhadapan, merasakan atau mengalami sesuatu keadaan tidak nyaman atau berada dalam situasi yang asing dan berbeda dari biasanya.

Kevin Nathaniel Christianto Gunawan menyebut trauma pada pesawat menginspirasi karya seni ini. Dalam perspektifnya, yang terlihat sesungguhnya tidak terlihat. Seen/Unknown ditampilkan seolah dalam sebuah taman atau area publik dan dirancang untuk diperlihatkan, dirasakan, dipahami dan dijelaskan dalam berbagai konteks untuk menunjukkan bahwa ruang liminal benar-benar mempengaruhi kondisi mental setiap individu.

Ruang Liminal (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Ruang Liminal (sumber: Dokumentasi galerikertas)
"An Alterego Minded"

Berisikan instalasi tujuh box boneka kertas dan 16 ilustrasi di dalamnya, "An Alterego Minded" menjadi analogi kehidupan sehari-hari dan interaksi antar manusia sebagai fokus utama. Amiiko mencoba merekam keseharian manusia dalam melakukan berbagai aktivitas dan melalui berbagai macam peristiwa.

Terdapat tiga warna dominan yang masing-masing memiliki arti khusus. Warna hitam dan putih melambangkan masa lalu, sementara warna merah menjadi analogi aksentuasi karakter dari setiap cerita. An Alterego Minded dibuat dalam 7 diorama, 7 macam kisah yang mewakili 7 hari dalam 1 minggu. Ada pula karya instalasi si tangan merah yang melambangkan masalah dan intrik yang dihadapi manusia sehari-hari.

Lulusan Universitas Paramadina, Fakultas Falsafah dan Peradaban, Ilmu Komunikasi dan Advertising ini mengatakan, ke-7 dioarama tersebut menggambarkan adanya perubahan suasana hati yang ditimbulkan oleh aktifitas sehari-hari serta hal-hal menarik yang dirasakan dan kemudian terekam sebagai kesan.

Amiiko & Alterego (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Amiiko & Alterego (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Alterego minded (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Alterego minded (sumber: Dokumentasi galerikertas)
"Kamu yang mana"

Terinspirasi dari transportasi publik Jabodetabek seperti KRL, bus dan angkot-angkot lainnya pada jam sibuk, "Kamu yang mana" menjadi gambaran orang-orang yang selalu memaksakan apapun untuk masuk dengan berbagai cara walau sudah tidak memungkinkan. Karena dikejar-kejar waktu, mereka rela berdesak-desakan tanpa ada rasa mengalah dan saling memaksakan diri terhadap sesamanya. Situasi ini mengakibatkan tumpukan orang di dalamnya dan menjadi pertanyaan: "Kamu yang mana?"

Gambaran di atas menginspirasi Asmoadji membuat sketsa beragam figur penumpang KRL dalam ukuran mendekati satu banding satu pada kertas art karton dengan drawing dan sketsa tinta yang dipotong outline-nya saja dan digantungkan. Beberapa sketsa digarap pada dinding sebagai latar suasana. Sketsa juga bukan hanya menampilkan seluruh figurnya, melainkan hanya separuh badan bahkan hanya kepalanya. Otentik dengan keadaan ketika mereka berdesakan sehingga merasakan kakinya dimana?, badannya dimana?, bahkan kepala dan tanggannya dimana?, dan akhirnya menimbulkan pertanyaan "Kamu yang mana".

Kamu yang mana? (sumber: Dokumentasi galerikertas)
Kamu yang mana? (sumber: Dokumentasi galerikertas)

Tentang Studiohanafi

Didirikan pada tahun 1999 oleh Hanafi Muhammad, StudioHanafi berdiri sebagai komunitas nirlaba-non profit. Terletak di bibir sungai Pasanggrahan, Parung Bingung - Depok, Jawa Barat, Studiohanafi awalnya menjadi studio pribadi bagi Hanafi berkarya. Studiohanafi menjadi "dapur kreatif" tempat segala ramuan diolah-matangkan, lalu siap disajikan di panggung-pangung, galeri, lembaga kesenian dan komunitas. Visi misi Studiohanafi adalah berjalan bersama dalam kesenian dan ikhtiar melakukan regenerasi lewat kesenian dan kebudayaan.

Galerikertas sendiri merupakan ruang pameran karya seni dan visual di Studiohanafi. Pameran XYCLO yang diinisiasi oleh Ugeng T. Moetidjo dan tujuh perupa muda pilihannya sesuai dengan prinsip galerikertas yang membangun suatu kerja yang dialogis, penuh tantangan dan senantiasa mengasyikan. Dengan demikian, galerikertas mendapatkan ruhnya sebagai tempat belajar dan berproses tiada hentinya.

Galerikertas Studiohanafi

 Jl. Raya Parung Bingung, Rangkapan Jaya Baru, Pancoran MAS, Kota Depok, Jawa Barat 16434

Website: www.studiohanafi.com

Instagram: @galerikertas_art

galerikertas Studiohanafi (sumber: Dokumentasi galerikertas)
galerikertas Studiohanafi (sumber: Dokumentasi galerikertas)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun