"I am Iron Man.."
Sebuah kutipan dari akhir film Iron Man (2008) ternyata menjadi awal mula dari sebuah semesta yang dibangun oleh Marvel. Tahun-tahun berikutnya, Marvel memperkenalkan karakter superhero mereka lengkap dengan easter eggs yang saling berkaitan satu sama lain. Puncaknya adalah kehadiran Avengers (2012) yang begitu fresh dan sukses baik dari sisi sinematografis maupun komersil.
Tiga tahun setelah kesuksesan Avengers, Marvel kembali berupaya mengeruk pundi-pundi lewat Avengers: Age of Ultron (2015). Entah terlena dengan kesuksesan sebelumnya atau tidak, Age of Ultron boleh disebut sebagai salah satu film terburuk dari jagat semesta Marvel. Oke, dari segi pendapatan mereka tidak gagal, namun dari sisi sinematik film ini "terlalu" overhype dan mengecewakan.
Joss Whedon juga sangat teledor sehingga "sukses" merangkum dua jam isi film dalam trailer yang "hanya" berdurasi dua menit. Tema "Pinokio" yang akhirnya bebas dengan nuansa kelam hanyalah gimmick untuk menambah hype penonton, termasuk promosinya yang juga gila-gilaan.
Dengan hype dan promosi yang (sekali lagi) gila-gilaan dan jor-joran. Russo Brothers berhasil membawakan Avengers: Infinity War (2018) kepada semua orang, para fanboy Marvel, moviegoers, hingga para pecinta popcorn movie dari segala jenis usia. So, inilah persembahan dari Marvel setelah penantian selama 10 tahun itu.
***
Infinty War berkisah tentang Thanos yang berhasrat mengumpulkan infinity stones. Tujuannya adalah untuk menciptakan alam semesta yang baru karena menurutnya semesta yang sekarang sudah rusak. Bersama Black Order alias anak buahnya mereka berusaha mencari infinty stones yang tercerai-berai di luar angkasa sampai di bumi.
Akankah para pahlawan berhasil mencegah Thanos mengumpulkan semua infinity stones? Lalu bagaimana akhir dari perjuangan para pahlawan tersebut? Apa yang terjadi bila Thanos sukses mengumpulkan semua infinty stones? Semua akan terjawab ketika Anda menyaksikan film ini.
***