Mari lupakan sejenak Kellan Lutz sebagai sosok vampir imut-imut yang alergi darah manusia atau bule nyasar yang berkeliaran di Jogja. Li Bing Bing juga bukanlah Ada Wong yang di film hanya menjadi pemanis. Beda sekali versi game dengan versi live action.
Kelsey Grammer juga muncul dengan sosok "manusia", bukan mutan berwarna biru dan berbulu. Lalu Wu Chun juga bukan lagi anggota boyband unyu-unyu yang kini pamornya jelas kalah dengan sekumpulan boyband dari negeri gingseng (syukurlah, si artis kelahiran Brunei ini sudah tobat dan pensiun).
Keempat orang tersebut berkumpul dan masing-masing memerankan karakter dalam sebuah film koalisi (tanpa poros ketiga) Australia dan Tiongkok berjudul Guardians of The Tomb. Film yang bertema westernisasi namun masih diberi sentuhan kearifan lokal dan sejarah dari negeri tirai bambu.
Apakah film hasil patungan ini menarik? Atau setidaknya berhasil unjuk gigi meski hanya sekedar tontonan hiburan atau popcorn movie.
***
Awalnya Jia menolak karena Mason dulunya adalah rekan kerja kedua orangtuanya yang meninggal dalam kecelakaan pesawat dan ia menuduh Mason lah yang menyebabkan kematian ayah dan ibunya. Hubungan yang buruk dengan adiknya dan keinginan berekonsiliasilah yang akhirnya membuat Jia berubah pikiran.
Bersama Jack Ridley (Kellan Lutz) salah satu tim resque dan anggota lainnya, Jia pergi ke padang gurun dimana masih terdeteksi lokasi terakhir Luke. Badai pasir membuat mereka terpaksa menepi di suatu rumah, namun disitulah mereka menemukan fakta mencengangkan akan teror makhluk buas dan mematikan.
Keserakahan pulalah yang menyebabkan teror dan asal muasal penyebab laba-laba tersebut muncul dan membunuh siapa saja. Apakah keserakahan tersebut jugalah yang akan membawa Jia dkk pada maut?
***
Overall, Guardians of The Tomb cukup mengecewakan. Meski berstatus koalisi dagang antara negeri kanguru dan negeri panda (bahkan Li Bing Bing duduk di bangku produser) film ini bahkan lebih buruk dari sekedar tontonan yang menghibur. Kalau boleh jujur, Java Heat (2013) yang merupakan film patungan yang juga dibintangi oleh Kellan Lutz masih lebih baik meski keduanya sama-sama terkategori sebagai film busuk.
Ceritanya kurang kuat, ditambah alur flashback ala keluarga bahagia yang membuat penonton bosan (karena adegan itu terus yang diputar, seolah ngirit dan tak punya scene lain). Editing dan efek visualnya sih lumayan oke, kecuali efek ledakan api di gurun yang sedikit mengernyitkan dahi, entah memang seperti itu atau sedikit lebay dan memberi kesan dramatis.
Karakternya juga kurang kuat, masa lalu Ridley digambarkan ala kadarnya, terutama cerita kelamnya yang didukung adegan flashback yang "tidak jelas" (untungnya dibantu oleh dialog). Jia yang berstatus zoologist masih sedikit lebih baik karena memang dialah karakter utamanya. Sementara Mason digambarkan sebagai sosok serakah dan ambisius yang untungnya sudah tergambar dari raut wajahnya.
Karakter lainnya seperti hanya pelengkap. Scene stealer adalah Gary si supir yang mempunyai celetukan menggelitik seperti Scooby Doo, follow Twitter, Gandalf atau Willy Wonka. Lalu ada Chen yang di awal cerita hampir saja wassalam, lalu tiba-tiba segar bugar dalam tempo sesingkat-singkatnya dan ujung-ujungnya akhirnya mati juga. Bagi saya pribadi, karakter Chen cukup menarik karena sebagai ahli sejarah wajahnya mirip dengan Komika Mongol, bedanya ini versi serius.
Berikutnya kematian Ethan, salah satu rekan Luke yang ikut hilang dan ditemukan sudah "termumi-laba laba-fikasi". Sementara Luke seperti ditemukan secara "kebetulan" dan ajaibnya ia belum meninggal (mungkin sayang bayar Wu Chun mahal-mahal tapi hanya muncul sebentar). Terakhir, Kimble Rendall sebagai sutradara justru mengakhiri film ini dengan ending kacangan, bukan happy ending atau "mungkin" berakhir buruk, tapi... ah sudahlah..
Hhhmmmm...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H