Tahun 2017 sudah berakhir. Ada momen, kejadian atau kenangan yang tak terlupakan di tahun ini. Di jagat sepakbola ada banyak peristiwa menarik di sepanjang tahun, terutama sepakbola dunia dan Eropa, tak ketinggalan Indonesia juga turut meramaikan.
Mulai dari pindahnya Michael Essien ke Persib Bandung, Chelsea yang menjuarai Liga Inggris dengan formasi tak lazim, transfer Neymar yang memecahkan rekor pemain termahal dunia, Real Madrid yang sukses mempertahankan gelar Liga Champions sampai Ronaldo yang kembali meraih Ballon d'Or.
Di antara banyaknya kejadian menarik di dunia sepakbola, saya lebih tertarik membahas sang mega bintang Barcelona. Siapa lagi kalau bukan Lionel Messi. Alasannya sederhana. Di tahun 2017, kehidupan Messi baik personal maupun profesional bak roller coaster. Ada saat dimana ia berada di bawah, atau ketika sedang di atas.
Masih ingat kasus pajak yang membelitnya sehingga harus menjadi pesakitan di meja hijau Spanyol. Hukuman larangan membela tim nasional Argentina akibat ulah buruknya di lapangan. Atau ketika ia akhirnya meresmikan status hubungannya bersama kekasihnya, Antonella Roccuzzo dalam sebuah ikatan pernikahan.
Sepak terjang Sang Messiah juga dinarasikan oleh rekan-rekan Kompasianer penikmat bola. Dan di antara banyaknya artikel mengenai kehidupan Messi, saya merangkumnya dalam kurasi berisikan momen-momen terbaik Messiah kala berkostum Blaugrana dan Albiceleste.
Camp Nou
Kandang Barcelona ini memang menjadi momok menakutkan bagi setiap lawan yang menyambangi skuad Azulgrana. Tapi dari sekian banyak pertandingan, mungkin laga yang dihelat pada 9 Maret 2017 dini hari akan dikenang sebagai momen tak terlupakan. Betapa tidak. Dalam pertandingan leg kedua 16 besar Liga Champions, Messi dkk harus mengejar defisit empat gol dari Paris Saint Germain.

Namun 90 menit di Camp Nou itu telah menjadi sejarah. Gol Sergi Roberto di menit-menit akhir injury time membuat seluruh stadion bergemuruh. Skor berkesudahan 6-1 dengan agregat 6-5 untuk kemenangan Barcelona. Messi sendiri mencetak satu gol di laga ini. Dan selebrasinya di pinggir lapangan bersama pendukung klub asal Catalan terekam dalam kamera sebagai momen yang tak lekang oleh waktu. Epic!
El Clasico
Membicarakan Barcelona sulit untuk tidak mengaitkannya dengan El Clasico. Laga klasik yang mempertemukan Barcelona dengan rival abadinya, Real Madrid, seolah sudah menjadi takdir dalam jagat sepakbola. Laga yang kerap ditunggu oleh jutaan pasang mata di seluruh dunia ini selalu panas dengan tensi meninggi.
Namun, El Clasico yang digelar pada 23 April 2017 (minggu dini hari) di Santiago Bernabeu seperti menjadi pembuktian seorang Lionel Messi. "El Clasico dan Ragam Selebrasi Epic Messsi" yang dirangkum oleh Venusgazer EP menjelaskan bagaimana Messi mencetak dua gol, sekaligus gol penentu kemenangan.

Tak berhenti disitu saja. El Calsico kembali di gelar pada 23 Desember 2017, yang juga menjadi laga akhir penutup tahun kompetisi La Liga paruh musim pertama. El Real datang ke Camp Nou dengan status juara Piala Dunia Antarklub dan mencari momentum. Sementara Blaugrana ingin terus mempertahankan rekor tak terkalahkan musim ini sembari memantapkan performa mereka kedepannya.
Ternarasi dalam "Review El Clasico dan 14 Penyebab Kemenangan Barca atas Madrid", laga berlangsung menegangkan dan heroik selama 90 menit. Adu taktik Ernesto Valverde dan Zinedine Zidane berbuah jual beli serangan di lapangan meski babak pertama harus diakhiri dengan skor kacamata.

Albiceleste
Messi ketika berkostum Argentina, bukanlah Messi kala berkostum Barcelona. Begitulah pendapat yang selalu dikemukakan oleh banyak pihak. "Prestasi" Messi bersama Argentina hanyalah treble runner up dalam kurun 2014-2016. Dan yang lebih menakutkan, Argentina hampir saja tidak lolos kualifikasi Piala Dunia 2018 yang akan digelar di Rusia.
Sampai pada laga ke-17 kualifikasi Piala Dunia 2018 zona Conmebol, Argentina bercokol di posisi enam klasemen. Terlempar dari zona lima besar yang mendapatkan tiket lolos baik secara langsung maupun play-off. Di laga terakhir ada lima tim yang berpotensi menemani Brazil dan Uruguay ke Rusia, yakni Argentina, Chile, Kolombia, Peru dan Paraguay. Argentina harus memenangkan laga terakhir kontra Ekuador sembari berharap para lawannya tergelincir.

Dalam artikel milik Achmad Suwefi tersebut, tercatat bahwa kelolosan Argentina tak terlepas dari laga penentuan lain seperti Chile yang ditumbangkan Brazil 0-3 dan Uruguay yang membungkam Bolivia 4-2. Jangan lupakan pula partai Kolombia versus Peru yang "bermain mata" 1-1.
Argentina akhirnya menduduki posisi tiga klasemen akhir dan membuat para pendukung bernafas lega karena Piala Dunia 2018 tidak kehilangan sosok Messi dan timnas Argentina. Maklum, di event empat tahunan ini kita tidak akan menyaksikan Belanda, Italia dan Wales yang gagal lolos. Piala Dunia 2018 juga disebut-sebut sebagai momentum dan kesempatan terakhir sang mega bintang meraih trofi Piala Dunia.

Dalam artikel "[Kontroversi Pengamat Sepakbola] Membandingkan Messi dan Maradona"Â yang kembali ditulis oleh Attar Musharih, penulis mengemukakan pendapatnya tentang Messiah yang tak pantas disandingkan dengan "Si Tangan Tuhan" (menurut para pengamat sepakbola) dan poin-poin untuk menyanggahnya.
Argentina memang bukan tim dengan taktik filosofis dan kreatif. Dalam setiap era mereka hanya melahirkan pemain bertipe pekerja keras dan individualis. Albiceleste cukup beruntung memiliki Mario Kempes yang jumawa membagi bola bersama pemain pemain berbakat lain sepergi Daniel Passarella dan Alberto Tarantini.Â
Sementara Diego Maradona seperti mengangkut seluruh timnya untuk bergantung di pundaknya meski ia juga ditopang oleh Jorge Valdano, Jorge Burruchaga dan Hector Enrique.
Lalu Messi? Di timnas saat ini hanya Angel Di Maria yang boleh dikatakan "selevel" dengannya. Mauro Icardi belum teruji, Paulo Dybala masih prematur, sementara Gonzalo Higuain dan Sergio Aguero mulai terpinggirkan.Â
Argentina memang hanya menghasilkan 2-3 bibit emas unggul di setiap era. Namun tim Tanggo masa kini tidak sehebat dan seganas dulu yang setidaknya dapat menyeimbangi Maradona dan Kempes. Pada Piala Dunia 1986, Maradona menaruh Argentina di pundaknya dengan mengangkut mobil Lamborghini. Sedangkan Messi seperti mengangkut 10 kardus tidak berguna.
Menarik untuk ditunggu bagaimana Lionel Messi membawa Albiceleste meraih prestasi maksimal di Rusia. Sementara bersama Barcelona, agaknya Messi bisa sedikit bersantai karena ia kelilingi oleh mobil Ferrari. Tahun 2018 akan menjadi pembuktian dari Sang Messiah. Apakah ia memang layak menjadi pemain terbaik atau hanya sekedar terbaik di masanya dan akan dilupakan.

N.B: Beberapa kalimat disadur dari artikel kurasi dengan sedikit penambahan dari penulis untuk aktualisasi berita. Penulis juga menambahkan gambar di luar artikel kurasi demi penyesuaian konten.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI