Mohon tunggu...
Deny Oey
Deny Oey Mohon Tunggu... Administrasi - Creative Writer

Seorang pembelajar, pecinta alam dan penikmat makanan pedas. Sesekali mengkhatamkan buku dan membagikan pemikirannya dalam tulisan. Beredar di dunia maya dengan akun @kohminisme (IG) dan @deNocz (Twitter).

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Belajar "Gambaru" dan Budaya Malu dari Orang Jepang

11 Desember 2017   22:40 Diperbarui: 2 Januari 2018   21:50 3695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Produk G-SHOCK (sumber: Dokumentasi Pribadi)

Di tengah kebuntuannya, suatu hari ia duduk di taman untuk merenung dan memperhatikan seorang gadis kecil yang bermain bola.

"Bola itu dipantul-pantulkan, saya lalu berpikir bagaimana jika konsep yang sama dipakai untuk melindungi mesin pada jam?" cetusnya.

Dari situlah bagi Ibe-san segalanya menjadi jelas. Ia mendapat ide jam tangan mengapung dengan struktur lima tahapan untuk melindungi mesin jam dari getaran dan goncangan, yakni case keemasan, case logam, cincin karet pelindung, cincin logam pelindung dan karet pelindung serta struktur mesin mengapung dengan kontak titik.

G-SHOCK (sumber: Dokumentasi Pribadi)
G-SHOCK (sumber: Dokumentasi Pribadi)
Setelah perjalanan panjang, tahun 1983 Casio meluncurkan G-SHOCK DW5000C sebagai jam tangan terkuat, tangguh dan tahan banting. Nama G-SHOCK berasal dari kata 'Gravitation Shock' dimana jam tersebut memang dirancang kuat menghadapi segala jenis gravitasi. Dengan desain universal, G-SHOCK cocok untuk laki-laki maupun perempuan baik kaum muda maupun dewasa.

Pentingnya budaya malu

"Saya sampai berpikir untuk mengundurkan diri jika proyek ini gagal, saya nyaris menyerah," ujar Ibe-san.

Sama seperti manusia lainnya. Ketika mengalami banyak kegagalan, Ibe-san hampir saja menyerah. Namun ada suatu hal yang akhirnya membuat Ibe-san harus melanjutkan risetnya atau berhenti saat itu juga.

"Perusahaan memang tidak memberikan tekanan. Tetapi saya tetapkan dalam hati, kalau gagal lagi dua tahun, maka saya akan mengundurkan diri," tegasnya.

Terdengar ekstrim atau cukup keras. Tapi inilah suatu budaya yang dipegang teguh oleh bangsa Jepang, yaitu budaya malu. Beberapa tahun lalu saya pernah melihat berita dimana salah satu pejabat disana mengundurkan diri karena terbukti telah menerima suap 'sebesar' Rp 7 juta (jika dikurs menggunakan rupiah). Atau ketika pemimpin perusahaan lebih memilih mundur karena gagal mencapai target perusahaan.

Budaya malu inilah yang ditanamkan dalam setiap individu bangsa Jepang, sehingga mereka memiliki target pribadi atau goal dan akan sangat malu bila gagal mencapainya. Sama seperti filosofi Gambaru, meski hanya tersirat namun saya bisa melihat bagaimana budaya malu juga dijunjung tinggi oleh Ibe-san. Kegagalan adalah suatu noda, ia sudah bertekad dan harus berhasil. Bila gagal, ia harus angkat kaki dari perusahaannya meski tidak dipecat.

Produk G-SHOCK (sumber: Dokumentasi Pribadi)
Produk G-SHOCK (sumber: Dokumentasi Pribadi)
Atas inovasinya, Kikuo Ibe digelari sebagai "Father of G-Shock" atau Bapaknya G-SHOCK. Seandainya Ibe-san menyerah dan melupakan ambisinya membuat jam tangan yang tangguh dan tahan banting, mungkin dunia tak akan mengenalnya sebagai inovator ulung yang pantang menyerah dan mungkin kita juga tidak akan pernah melihat G-SHOCK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun