"Mengapa manusia tidak belajar dari hewan..?"
Kalimat ini jelas bukan bermaksud merendahkan umat manusia di muka bumi. Sebagai makhluk tertinggi dalam strata kehidupan, manusia memiliki kodrat dan martabat sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna. Sayangnya, terkadang manusia masih menyimpan tabiat dan perilaku buruk yang bahkan lebih rendah dari hewan. Tak bisakah mereka belajar pada makhluk hidup yang kerap disebut "binatang" itu?
Saya rasa setiap dari kita pasti tahu atau setidaknya pernah mendengar kisah Hachiko, seekor anjing yang selalu mengantar dan menjemput majikannya di stasiun saat berangkat maupun pulang kerja. Suatu ketika majikannya meninggal dunia, namun Hachiko masih setia menunggu kepulangan tuannya di dekat stasiun sampai akhir hayatnya. Patung Hachiko pun dibuat sebagai simbol kesetiaan dan kisah tentang Hachiko diabadikan baik melalui buku, puisi, drama dan film.
Tahun 1969, Anthony Bourke dan John Rendall mengadopsi seekor anak singa yang dijual di pasar gelap. Mereka memelihara dan membesarkan singa tersebut, yang kemudian diberi nama Christian, layaknya sahabat dan keluarga. Seiring pertumbuhan dan tetangga yang mulai takut akan keberadaan Christian, kedua sahabat ini terpaksa melepasnya ke alam dan habitat aslinya, yakni hutan belantara yang luas dan liar.
Christian dibawa ke Kenya dan masuk karantina demi mengembalikan insting liar dan naluri alamiahnya sebagai makhluk buas. Selama karantina, Christian sangat murung dan sedih. Sesekali ia mengaum seakan memanggil kedua sahabatnya. Setahun kemudian, Anthony dan John memutuskan untuk mengunjungi Christian di Afrika.Â
Owa Jawa yang setia
Kedua kisah diatas menjadi bukti tentang hubungan dan kesetiaan antara dua makhluk hidup yang begitu kuat. Baik Hachiko dan Christian sama-sama memiliki rasa cinta meski mereka hanyalah seekor binatang.
Berbicara tentang sifat hewan, ternyata kita bisa belajar banyak darinya. Salah satunya adalah owa jawa. Mungkin sebagian dari Anda belum familiar dengan hewan endemik dan primata ini. Owa Jawa (hylobates moloch) adalah sejenis kera dengan ukuran tubuh yang kecil (sekitar 80 cm), berwarna abu-abu, corak hitam di wajah dan mata bulat. Perlu dicatat, owa jawa bukanlah monyet karena tidak memiliki ekor!
Owa Jawa memiliki satu sifat yang sepatutnya dipelajari oleh manusia, yakni monogami atau hanya memiliki dan setia pada satu pasangan saja. Bahkan jika pasangannya mati ia tidak mau kawin atau mencari pasangan lain. Bayangkan manusia yang sudah memiliki pasangan tetapi masih hobi berselingkuh, nikah siri atau berpoligami (weleh.. weleh..).
Terlihat indah kisah owa jawa ini bukan? Sayangnya sifat ini jugalah yang menjadi bumerang karena owa jawa termasuk spesies langka yang hampir punah. Ditambah sifatnya yang sensitif dan rentan stres bila ditinggal pasangan atau anggota keluarga lainnya membuat populasi asli pulau Jawa ini semakin langka. Tentunya, owa jawa kini menjadi hewan yang dilestarikan.
Merujuk pada pentingnya edukasi pelestarian owa jawa, akhirnya saya dan 19 kompasianer lainnya berkesempatan mengunjungi kawasan konservasi dan pelestarian owa jawa di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB), Bogor, Jawa Barat dalam acara visit bersama Pertamina #SaveOwaJawa pada Senin (13/11/2017) lalu. Hutan bodogol juga masih berada dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
Populasi owa jawa sendiri sekitar 2000-4000 ekor yang tersebar di Ujung Kulon, Gunung Halimun, Gunung Gede Pangrango dan Dataran Tinggi Dieng. Namun jangan menghitung sebagai individu karena pada dasarnya owa jawa adalah satu keluarga. Sifatnya yang monogami dan sensitif inilah yang membuat populasi owa jawa menurun. Owa jawa seringkali diburu oleh manusia (terutama yang masih bayi). Bila ditangkap, induknya akan dibunuh. Lalu ayahnya akan stres karena kehilangan anggota keluarganya kemudian rentan terkena penyakit dan mati. Jadi mengambil satu owa jawa, sama saja dengan membunuh 3-4 ekor lainnya karena owa jawa memiliki ikatan hubungan yang kuat.
Atas dasar inilah Pertamina dalam program Corporate Social Responsibilty (CSR) turut berpartisipasi dalam pelestarian owa jawa. PT Pertamina EP Asset 3 Subang Field sejak tahun 2013 telah menggelontorkan dana  operasional sekitar Rp 500 juta per tahun demi mendukung pelestarian owa jawa dan habitatnya bersama Javan Gibbon Center (JGC), yang merupakan pusat rehabilitasi owa jawa.
Owa jawa juga terkenal selektif dalam memilih pasangan. Saat masuk kandang perjodohan, owa jawa akan "dicomblangkan" dengan calon pasangannya. Bila sudah ketemu yang cocok dan klop, kedua sejoli ini akan dipindahkan ke kandang pasangan dan setelah hamil dan melahirkan, selang 1-2 tahun kemudian "keluarga" ini akan masuk proses habituasi dan dipindahkan ke Gunung Puntang, Hutan Lindung Gunung Malabar, Bandung Barat, Jawa Barat untuk pelepasliaran. Sejak 2013, JGC telah merehabilitasi 39 ekor owa jawa serta 18 ekor sudah dilepasliarkan ke habitat aslinya.
Mari dukung pelestarian owa jawa
Tertarik untuk ikut serta dalan pelestarian owa jawa? Tenang saja, Anda tidak harus menjadi sukarelawan atau peneliti atau mungkin pengurus owa jawa (Ingat! Owa jawa juga sangat sensitif terhadap manusia). Karena itu Anda cukup mendukung pelestarian dan penyelamatan owa jawa dengan berpartisipasi dalam event Pertamina Eco Run 2017 pada 16 Desember 2017 di Pantai Festival Ancol, Jakarta Utara. Acara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati ulang tahun Pertamina ke-60 dengan tema "Lari Lestarikan Bumi".
Tunggu apa lagi? Save Owa Jawa now!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H