Ini adalah cerita seorang rekan traveller kala menceritakan salah satu kisah perjalanannya. Berbagai tempat di penjuru dunia sudah pernah ia jelajahi dengan segala eksotisme dan keindahannya. Di Indonesia sendiri ia sudah masuk ke pelosok-pelosok bahkan tahu banyak spot yang tidak bisa kita cari di google atau instagram. Namun ternyata ia punya salah satu kisah perjalanan yang paling tak terlupakan.
"Perjalanan tak terlupakan yang memberikan saya banyak pelajaran hidup adalah saat mendaki Gunung Carstensz", katanya dengan mantap.
Gunung Carstensz, atau juga disebut Puncak Jaya atau Carstensz Pyramid, adalah salah satu gunung tinggi yang berada di Timika, Papua. Tak hanya itu, dengan ketinggian 4.884 mdpl gunung ini termasuk dalam Seven Summit (7 puncak tertinggi di dunia). Kawasan di sekitar Cartensz juga termasuk langka dan istimewa dimana kita bisa menemukan salju di negara kita yang beriklim tropis ini. Dan seperti gunung bersalju pada umumnya, badai salju dan hujan es jamak ditemui. Di malam hari, suhu udara juga mencapai di bawah nol derajat celcius.
"Saat sampai di desa Ugimba, kami sempat mengalami kesulitan mengurus perizinan. Kami ditahan selama seminggu dan diperiksa seperti tawanan perang", katanya memulai cerita.
"Saat itu kami tidur tengkurap dengan tangan diatas kepala. Bergerak sedikit saja mereka akan membentak kami, 'Hey, jangan bergerak!!!' Kami sih menurut saja biar aman," timpalnya yang disambut oleh tawa kami.
Perjalanan ke Carstensz memang butuh perjuangan dan pengorbanan. Ia bercerita banyak teman-temanya yang memutuskan untuk pulang. Ketika izin sudah keluar hanya tinggal ia berdua dengan temannya.
"Akhirnya kami digabung dengan empat orang dari tim lain. Lalu ada porter, juga pemandu lokal dan pemandu pendakian."
Dari desa Ugimba, perjalanan cukup jauh. Mereka melewati hutan hujan tropis yang lebat sebelum menuju jalan bebatuan yang terjal dan akar-akar pepohonan. Pendakianpun dimulai, udara mulai berubah lebih dingin.
"Sebenarnya pengalaman naik gunung gue cukup minim. Ini pertama kalinya gua mendaki gunung yang cukup terjal, langsung ke Carstensz pula," curhatnya.
Memang, mendaki gunung tak semudah orang pikirkan. Dibutuhkan skill, fisik yang prima, mental serta persiapan matang untuk menghadapi medan sesungguhnya. Perlengkapan mendaki gunung sudah menjadi equipment wajib. Pendaki juga harus memiliki pengetahuan dalam mendaki. Ini tidak main-main, salah perhitungan sedikit saja paling fatal nyawa menjadi taruhan. Karena itulah, mendaki gunung juga sering disebut sekolah hidup dan juga sebagai pencarian jati diri.
"Saat memulai pendakian badan cukup fit. Namun udara dingin membuat saya sedikit lelah, akhirnya saya menyerahkan barang bawaan pada porter."
Ia juga menceritkan cerita menarik tentang porter yang merupakan warga setempat yang menemaninya sejak dari desa Ugimba.
"Waktu itu saya sudah capek, kepala mulai pening dan juga muntah-muntah. Saya bilang pada porter bahwa saya ingin berjalan pelan-pelan dan berada paling belakang saja," katanya sambil menerawang.
Mendengar itu, si porter langsung menolak dan memberi peringatan.
"Bapak, jangan jalan paling belakang bapak!!! Karena biasanya yang jalan paling belakang itu mati!!!" selorohnya yang sontak disambut gelak tawa kami.
"Ya, dulu banyak yang begitu. Dia jalan paling belakang lalu menghilang. Saat kami turun ke bawah tinggal kuburannya," katanya menirukan si porter.
Tak hanya itu, ia juga bercerita kala si porter membantu membuatkan kopi untuknya.
"Orang Papua itu doyan manis. Jadi saat menyeduh kopi ia menuangkan kira-kira setengah kilogram gula ke dalam cangkir. 'Ayo diminum bapak, rasanya manis!' Dalam hati, habis minum bisa langsung diabetes nih gue," kelakarnya.
"'Oh kalau ini namanya danau satu, disana juga ada danau lagi, namanya danau dua, tiga dan seterusnya.' Gue agak bingung, danau seindah ini ternyata malah cuma dinomorin."
Sulitnya jalur pendakian
Carstensz memang terkenal akan lereng-lerengnya yang curam dan terjal. Belum lagi para pendaki juga akan menghadapi serangan lain seperti angin kencang serta hujan badai es dan salju. Selain itu, hiportemia juga menjadi ancaman serius karena suhu di sekitar gunung yang mencapai di bawah nol derajat celcius.
"Lereng disana sangat terjal dan curam karena tingkat kemiringannya berbeda-beda. Teknik rock climbing juga sulit dipakai karena kaki sulit sekali berpijak pada batu," katanya sambil menjelaskan salah satu teknik mendaki gunung.
"Waktu mendaki saya melihat ke atas dan saya pikir sudah dekat dengan puncak. Namun pemimpin pendakian kami mengatakan bahwa puncak masih jauh dan masih ada tiga jurang yang harus dilewati," sambungnya.
Sepanjang pendakian dipenuhi tali untuk memanjat, namun tentunya dibutuhkan teknik dan keterampilan khusus jika berada di medan terjal seperti Carstensz. Setelah bersusah payah dan hampir menyerah, akhirnya puncak Carstensz tinggal berada dalam satu genggaman. Diatas ada batu dengan plang bertuliskan 'Puncak Carstensz Pyramid 4.884 mdpl. Berlaku, Berucap, Berpikir untuk Sesuatu yang Pantas Kita Perjuangkan'.Â
"Detik-detik mencapai puncak sangat mengharukan. Perjalanan berat selama tujuh hari terbayar lunas. Saat itu saya langsung menangis dan mencium batu plang tersebut. Tak lupa, kami juga mengibarkan Sang Saka Merah Putih seraya bersyukur karena diingatkan betapa kecilnya kami di hadapan ciptaanNya yang indah. Di perjalanan saya hampir menyerah karena cuaca dan kondisi tubuh yang memburuk. Namun saya tetap berkomitmen untuk terus maju dan pantang menyerah," kenangnya yang langsung disambut tepuk tangan kami.
Ternyata Carstensz masih memiliki banyak rintangan. Kesulitan bukan hanya naik ke atas saja tetapi juga saat mendaki turun.
"Kami harus melewati jembatan yang hanya berupa seutas tali dengan jarak sekitar dua puluh lima meter ke seberang. Dibawahnya ada jurang puluhan meter. Kalau jatuh, langsung wasalam," ceritanya.
Akhirnya ia berhasil menuruni gunung. Di perjalanan ia juga menemukan spot menarik seperti gunung es yang mulai meleleh akibat pemanasan global dan sungai es.
"Pendakian itu bukanlah bagaimana kita mencapai puncak, tetapi bagaimana perjalanannya," seraya menutup ceritanya.
Banyak orang jika menyebut wisata Papua pasti langsung menyebut Raja Ampat. Tak heran, Raja Ampat yang sering disebut sebagai 'Surga dari Timur' ini memang memiliki keindahan alam dan laut yang mempesona. Namun sebenarnya Papua juga memiliki pesona wisata lain yang namanya bahkan sudah mendunia, yakni Gunung Carstensz.
Seperti yang sudah dijelaskan, sebagai salah satu gunung tertinggi di dunia Carstensz sudah menjadi daya tarik. Banyak wisatawan lokal dan turis asing yang mencoba menaklukan gunung ini. Penduduk setempat juga sudah sadar wisata karena pariwisata adalah salah satu cara untuk meningkatkan perekonomian, mulai dari menjadi porter, menjual suvenir dan bahan makanan selama mendaki.
Sejatinya, Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat indah. Salah satunya tentu daerah bagian timur sering disebut sebagai surga atau mutiara terpendam. Bila Anda memiliki hobi naik gunung dan ingin mencoba pengalaman sedikit ekstrim, coba saja mendaki gunung Carstensz. Karena Carstensz bukan hanya tentang pendakian gunung bersalju saja, tetapi juga tentang pendakian hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H