"Saat memulai pendakian badan cukup fit. Namun udara dingin membuat saya sedikit lelah, akhirnya saya menyerahkan barang bawaan pada porter."
Ia juga menceritkan cerita menarik tentang porter yang merupakan warga setempat yang menemaninya sejak dari desa Ugimba.
"Waktu itu saya sudah capek, kepala mulai pening dan juga muntah-muntah. Saya bilang pada porter bahwa saya ingin berjalan pelan-pelan dan berada paling belakang saja," katanya sambil menerawang.
Mendengar itu, si porter langsung menolak dan memberi peringatan.
"Bapak, jangan jalan paling belakang bapak!!! Karena biasanya yang jalan paling belakang itu mati!!!" selorohnya yang sontak disambut gelak tawa kami.
"Ya, dulu banyak yang begitu. Dia jalan paling belakang lalu menghilang. Saat kami turun ke bawah tinggal kuburannya," katanya menirukan si porter.
Tak hanya itu, ia juga bercerita kala si porter membantu membuatkan kopi untuknya.
"Orang Papua itu doyan manis. Jadi saat menyeduh kopi ia menuangkan kira-kira setengah kilogram gula ke dalam cangkir. 'Ayo diminum bapak, rasanya manis!' Dalam hati, habis minum bisa langsung diabetes nih gue," kelakarnya.
"'Oh kalau ini namanya danau satu, disana juga ada danau lagi, namanya danau dua, tiga dan seterusnya.' Gue agak bingung, danau seindah ini ternyata malah cuma dinomorin."
Sulitnya jalur pendakian