[caption caption="LVG in Old Trafford"][/caption]
Kalau diumpamakan, hidup dan detak jantung Manchester United dalam kurun dua tahun terakhir seperti sedang bermain roller coaster. Bukan hanya dirasakan oleh fans yang menggerubungi Old Trafford atau fans layar kaca yang hanya bisa menyaksikan lewat layar televisi, hal ini juga dialami dan dirasakan oleh para pemain, staf, manajemen, owner dan tak lupa, si pelatih. Buktinya, kita bisa melihat di era milenium MU bisa sangat terpuruk hanya karena pelatih bergelar The Chosen Oon, maaf typo maksud saya The Chosen One, yang sayangnya harus dipecat sebelum musim berakhir. Meski sempat naik dan menduduki peringkat keempat musim berikutnya, MU seperti terhempas lagi ke bawah di akhir musim ini. Tentu saja ini semua karena PHP tingkat dewa dimana tragedi terpeleset terulang kembali (meski terjadi di lapangan namun aktornya bukan Steven Gerrard) saat mengejar empat besar. Dan, entah harus senang atau kecewa, untungnya piala lokal tak lepas dari genggaman. Harus ada yang dikambinghitamkan? Siapa dia? Tentu saja si pelatih.
Sejak musim ini bergulir, banyak yang mempertanyakan metode Louis Van Gaal, atau ‘filosofi’ seperti yang disebut sendiri olehnya. Manchester United seketika seperti kehilangan identitas mereka. Permainan penuh ‘kesabaran’ yang membuat fans gregetan selalu diperagakan di lapangan. Mulai dari putar-putar bola dari tengah ke depan lalu dioper ke belakang lagi sampai kartu AS Van Gaal yang berwujud pemain jangkung kribo yang disebut olehnya sebagai pemain terbaik meski salah mengoper bola sekalipun. Imbasnya, selain permainan monoton hasil di lapangan juga turut mengikuti, seperti skor akhir atau jumlah masuk-kemasukan gol (kenapa kamu ada di bawah mistar gawang De Gea?).
Sampai tengah musim, rumor pemecatan Van Gaal sudah gaung terdengar. Pengganti pun juga sudah ditunjuk yang mana merupakan asisten Van Gaal saat ia masih bermain matador dulu. Disebut-sebut MU sudah melakukan kesepakatan verbal dengan Jose Mourinho ditambah perjanjian pra-kontrak bila sewaktu-waktu Van Gaal dipecat. Dan lagi-lagi, entah harus merasa senang atau kecewa, si meneer masih ‘bisa’ bertahan sampai musim ini berakhir, atau setidaknya sampai ia masih bisa menambah satu gelar dari Inggris dalam CV-nya.
Déjà vu Pellegrini
Masih ingat awal tahun kemarin dimana Manchester City resmi menunjuk Pep Guardiola sebagai pelatih The Citizens musim depan? Manuel Pellegrini, pelatih City saat ini, akhirnya buka suara bahwa ia sudah tahu bahwa dirinya akan segera didepak apapun hasil yang ditorehkan musim ini. Lalu, bagaimana hasilnya? Pellegrini seperti bermain tanpa beban. Ia masih bisa memberikan gelar Piala Liga Inggris, ditambah prestasi membawa The Citizens untuk pertama kalinya lolos ke semifinal Liga Champions, plus mengamankan tiket kompetisi elit Eropa tersebut musim depan. Setidaknya ia masih bisa memberikan kenang-kenangan yang pantas.
Bandingkan dengan Van Gaal. Semenjak isu pemecatan berhembus kencang, pelatih berkebangsaan Belanda ini berulang kali mengelak dan menghindari pertanyaan yang dilontarkan oleh media.
"Tidak ada (isu pemecatan) itu. Bila manajemen telah mengontak Mourinho, mereka pasti memberitahu saya,” sahutnya.
Van Gaal memang berhasil menghindari gencaran rumor tentang pemecatannya, namun tentu saja kita semua tahu sekarang apakah saat itu Van Gaal sedang membela diri atau mencoba menutupi kabar yang, katakanlah, sudah 90% benar meski belum terklarifikasi. Seharusnya para wartawan memberikan pertanyaan lain yang membuat keringat dinginnya bercucuran.
"Mr. Van Gaal, apakah anda masih bisa tidur nyenyak tiap malam?”
"Apakah anda pernah bermimpi Mourinho mendatangi anda dengan tawa menyeringai dan berbicara dengan nada mengejek?”