Mohon tunggu...
Denta Prayuda
Denta Prayuda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

saya anak baik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan Ekonomi Kreatif dalam Subsektor Perfilman di Indonesia

23 Desember 2020   08:41 Diperbarui: 23 Desember 2020   08:44 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena seperti yang kita ketahui yang dapat menggali keunikkan dari daerah masing-masing adalah masyarakat daerah itu sendiri. Dengan demikian, penayangan film-film asing di Indonesia harus lebih dibatasi agar produksi film lokal Indonesia dapat tumbuh lebih pesat. Mengingat Indonesia memiliki 34 provinsi, dan lebih dari 17.000 pulau yang unik dan beragam, yang sangat dapat menunjang proses produksi film yang berkualitas.

Kendati demikian, dalam proses produksi film pastilah memiliki berbagai tantangan. Misalnya saja, perbedaan pendapat antara sutradara dan scriptwriter dalam pembuatan naskah, belum lagi kurangnya chemistry antara para aktor, lalu persiapan set dan tempat pengambilan gambar. Ditambah saat ini, untuk memproduksi film harus memiliki kreatifitas yang lebih tinggi dikarenakan adanya pandemi yang melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Dilansir dari AntaraNews.com Ernest berpendapat "Industri berhenti total! Tapi bukan hanya kita yang harus mengalami seperti ini. Sekarang segala kegiatan syuting juga sudah tidak berjalan. Bukan hanya film, tapi teman-teman televisi juga sudah mulai diberhentikan oleh pemerintah." Dari pendapat Ernest kita dapat menyimpulkan, seluruh sutradara dan produser film harus Kembali memutar otak, bagaimana caranya tetap menjalankan industri perfilman di era pandemi ini. Karena pasalnya sudah enam film yang telah tertunda jadwal penayangannya, seperti "KKN Desa Penari, Tersanjung The Movie, Jodohku Kemana?, Roh Mati Paksa, Bucin, dan Serigala Langit".

Dikarenakan pandemi ini juga, seluruh bioskop di Indonesia terancam untuk ditutup sampai batas waktu yang tidak dapat ditentukan. Oleh karena itu, ekonomi kreatif dalam subsektor perfilman akan terhambat, dilansir dari AntaraNews.com Joko Anwar berkomentar melalui laman Instagramnya "Masih banyak yang syuting layar lebar, FTV, dan iklan." 

Sutradara dari Film Gundala ini, juga memberi pesan kepada para sineas (Film Maker), yang berisi "Sineas kalo bikin film itu selalu menggali perasaan penonton. Gimana mau gali perasaan penonton kalo dia sendiri tidak memiliki perasaan dengan terus syuting dan membahayakan Kesehatan orang banyak? Tolonglah! #Stopsyutingdulu".

Dari pernyataan dari sutradara professional tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya wabah ini, dapat menghambat perekonomian negara dan juga proses perkembangan industri film di Indonesia. Tapi syukurlah, pada akhir tahun 2020 ini industri perfilman di Indonesia mulai aktif kembali. 

Hal itu dapat dibuktikan dengan adanya film seperti My Lecturer My Husband, yang dibintangi oleh para aktor dan aktris berbakat yaitu Prilly Latuconsina dan Reza Rahadian. Film My Lecturer My Husband cukup menarik minat masyarakat untuk menonton film ini, dikarenakan adanya berbagai konflik dan drama yang dapat mempermainkan emosi penonton sehingga membuat film ini sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia.

Dikarenakan film ini diproduksi di masa pandemi pastilah dalam produksinya mengikuti protokol Kesehatan yang berlaku. Beberapa protokol yang diikuti, diantaranya seperti adanya pemakaian masker, pembatasan jumlah crew, pemeriksaan suhu tubuh, tata cara jam kerja, hingga perlakuan khusus untuk pekerja dengan usia diatas 45 tahun sebagai kelompok rentan. 

Selain itu, Edwin Nazir selaku Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia (APROVI) dalam wawancaranya bersama CNN Indonesia, menambahkan "Ada asuransi untuk seluruh tim produksi, jadi crew pun bisa tenang kalo apa-apa, ada yang menanggung. Sama mungkin seperti untuk tes, dapat disediakan dari pemerintah sebelum dilakukannya proses syuting."

Untuk meningkatkan industri perfilman di Indonesia dalam masa pandemi ini, para sineas (Film Maker) harus dapat berpikir kritis dan kreatif serta menunjang Kesehatan para crew dan aktor yang membantu proses produksi film. Tentunya kita sebagai penikmat film-film karya sineas Indonesia harus terus mendukung dengan cara memastikan menonton film tersebut dengan legal dan bukan film bajakan. Dengan begitu, perindustrian film Indonesia tidak akan pernah ada habisnya.

Jadi tunggu apa lagi? Yuk dukung industri perfilman Indonesia dengan tidak menonton film bajakan dari situs illegal!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun