Tetapi ada apa dengan Jokowi yang tetap konsisten dengan gaya blusukannya mulai ketika memimpin Solo sampai berkunjung kek Kota Pancasila?. Ini merupakan konsistensi politik yang seharusnya dijungjung oleh para politisi bahwa jangan melupakan "kampung halaman".
Banyak pihak mengatakan bahwa metode blusukan sudah tidak efektif lagi di percaturan politik generasi 4.0. Tetapi itu tidak berlaku bagi warga Ende yang haus akan kedatangan pemimpinnya. Ini terlihat dari antusianya masyarakat Ende yang tumpah ruah di jalanan kota Pancasila. Bahkan ada yang rela menaiki pepohonan untuk melihat secara langsung seperti apa Presiden Jokowi.Â
Perasaan ini tidak bisa terbendung oleh berbagai kepentingan bendera politik, bendera kepentingan, dan bendera-bendera lain yang menunjukan adanya perbedaan.Â
Semua itu bersatu dijalan -- jalan kota Pancasila sebagai satu warga Ende yang sepakat bahwa di kota ini Pancasila di lahirkan. Segala warna menjadi satu yaitu Merah dan Putih, segala perbedaan tersuarakan dalam satu irama yaitu Jokowi.
Secara statistik NTT termasuk dalam Provinsi nomor 3 termiskin di Indonesia dengan 20,44% warga miskin setelah Papua dan Papua Barat (travel.detik.com, 23 Feb.2022).Â
Data ini tentu tidak membuat NTT menjadi Provinsi inferior, justru dengan kelamahan ini membuat pemerintah seluruh NTT berlomba agar daerahnya mapan secara ekonomi dan politik. Kemiskinan tidak menghalangi kerinduan warga NTT untuk menyambut hangat pemimpin Negaranya dan itu terlihat di Ende saat Jokowi tiba di Kota Pancasila.Â
Selain mengikuti kegiatan protokorel, Jokowi tetap melakukan blusukan untuk datang ke rumah warga. Dari sini kita tahu bahwa praktek-praktek hidup proletar tidak hanya digambarkan di atas kertas, tetapi Pemimpin melihat langsung dan berdiskusi langsung bersama rakyat untuk mengetahui kebutuhan mereka.Â
Bung karno pun melakukan hal yang sama sampai menemukan gagasan Marhaenisme. Gagasan ini tidak muncul dari statistik atau cerita indah di atas kertas, tetapi di dapat dari turun langsung di tengah masyarakat mendengar cerita mereka, melihat air mata mereka, dan merasakan kehangatan di gubuk kecil dengan berbagai keterbatasan. I
nilah Indonesia dimana penyokongnya tidak hanya datang dari kalangan elit melainkan disuburkan oleh masyarakat yang berjuang ditengah berbagai keterbatasan sosial, ekonomi, bahkan politik. Itulah mengapa salah satu Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia tidak datang dari "langit" melainkan dari praktek hidup masyarakat marginal di Bumi Pertiwi dan itu ditemukan juga di Ende.
Pancasila Tidak Hanya  Lahir, Tapi Bertumbuh
Ketika salah seorang keluarga kita merantau dan dia kembali ke kampung halaman, kita tahu bahwa ada perbedaan yaitu bertumbuh. Pancasila harus tetap bertumbuh sebagai dasar Negara meskipun terus digerus tuntutan zaman. Kita tentunya tidak ingin Pancasila hanya berada di kasur empuk dan menikmati hidangan -- hidangan manis.Â