Hasan Hanafi seorang pemikir Islam juga memberikan tafsir atas landasan yang mendasari kewajiaban berpuasa dari Al-Qur'an “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu puasa sebagaimana Ia wajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu semua bertaqwa” (Q.S 2:183). Bahwa Al-Qura'an mengajarkan aspek mentalitas dan cara berpuasa adalah melatih solidaritas sosial, dalam hal merasakan penderitaan orang-orang kelaparan. Puasa dikerjakan pada bulan Ramadhan artinya seluruh umat muslim berpartisipasi secara langsung pada bulan puasa secara serempak: individual, kelopok dan pemerintah. Hal tersebut merupakan gerakan sosial.
Maka puasa adalah puncak keyakinan kebertuhanan yang memiliki dampak kesadaran individual juga kesadaran sosial bersama yang harus terus dipupuk. Sehingga, tidak hanya ritual yang mengugurkan kewajiban semata. Dan hanya lewat begitu saja tanpa termaknai. Dan Kembali kedzoliman dilakukan sehabis bulan Ramadhan. Dengan begitu, tidak hanya bulan Ramadhan kita dapati berhamburan alam kebajikan. Tetapi bulan Ramdhan sebagi titik balik atau momen mensadarkan diri secara mentalitas kebertuhanan yang pasrah. Juga merasakan realitas sosial yang terpinggirkan untuk diperjuangkan hingga terangkat untuk dapat mendapat hak-haknya di bangsa ini yakni bebas secara ekonomi (kemiskinan).
Konstribusi umat Islam sebagai warga negara yang mayoritas dapat terejahwantahkan secara signifikan pada bangsa Indonesia yang akan merayakan hari kemerdekaannya ke 66. Dan kemerdekaan sesungguhnya dapat juga terperoleh dari implikasi berpuasa pada bulan Ramadhan. Kemerdekaan merayakan nilai-nilai Islam yang memberi rahmat buat seluruh alam: bangsa Indonesia. Hingga keluar dari beragam masalahnya.
*Koordinator Pelangi Sastra Malang dan Pengajar di SMK MuDa (Muhammadiyah Dua) Kota Malang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H