Mohon tunggu...
Denny Mizhar
Denny Mizhar Mohon Tunggu... Pendidik, Pekerja Seni, Pekerja Sosial, Penulis -

Lahir di Lamongan. Sekarang Tinggal di Kota Malang. Beraktivitas di Pelangi Sastra Malang, Kafe Pustaka, Rumah Inspirasi Malang dan Teater Sampar Indonesia-Malang. Pengajar di SMK Muhammadiyah 2 Kota Malang dan SMK Kesehatan Amanah Husada Kota Batu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puasa dan Kesadaran Sosial

3 Juli 2015   23:36 Diperbarui: 3 Juli 2015   23:36 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Oleh: Denny Mizhar*

 PROBLEM bangsa ini tak juga kunjung usai: persoalan ekonomi, politik, agama, sampai pada kemiskinan. Dalam hal persoalan ekonomi misalnya, dapat ditelisik ketika melihat distribusi pendapatan yang tidak merata. Hingga melahirkan kesenjangan sosial antara yang kaya dan yang miskin. Orang-orang kaya kebanyakan menghamburkan uangnya demi kepentingan-kepentiang pribadi dan memuaskan hasrat pribadi. Walaupun ada sebagian yang dermawan tetapi tidak banyak, adapun hanya simbolik.

Fakta ketika bulan Ramdhan konsumsi semakin naik. Tidak malah menurun. Banyaknya orang bersedekah, tetapi kemiskinan tetap saja tak kunjung sirna dari bangsa ini. Persoalan kemiskinan tidak hanya dampak dari sikap individual. Tetapi juga dampak dari persoalan politik bangsa ini. Sikap para politisi yang selalu mepolitisir segala persoalan. Para politisi pun mementingkan diri sendiri demi kelanggengan jabatan serta nama baik. Korupsi tak juga musna malahan berbelit-belit.

Sedang persoalan agama menjadi hal yang mewarnai rapot merah bagi mereka yang mendahulukan klaim kebenaran di atas kemajemukan bangsa ini. Harusnya agama dapat menjadi rujukan persoalan-persoalan yang ada. Akan tetapi sama saja. Agama hanya menjadi formalitas saja.

Saling silang persolan bangsa ini harusnya menjadi perenungan bersama. Para pemegang kekuasaan, politisi, para elit bangsa atau pun kelas atas (oarang kaya) yang memegang peranan dalam perkembangan dan perbaikan bangsa ini. Padahal mayoritas bangsa ini berpenduduknya beragama Islam. Seharusnya masalah moral dan kesadaran sosial diutamakan

M. Quraish Shihab memberi tafsir terhadap Al-qur'an perihal siapa saja yang bertangung jawab atas persoalan suatu bangsa terutama kemiskinan yakni kewajiban individu, kewajiban kelompok, kewajiban pemerintah. Pertama adalah individu (QS Ali ?Imran:14), bahwasanya diharapkan setiap individu menhilangkan sikap yang tanpa usaha sama sekali yakni sikap meminta-minta. Individu seorang muslim haruslah berusaha keras. Tetapi pada kenyataannya di bangsa ini banyak melemahkan individu untuk berusaha karena kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi pemerintah: susahnya lapangan kerja, kebijakan tidak pernah berpihak pada orang-orang miskin, dll.

Kewajiban Kelompok, dalam hal ini dapat diindikasikan pada kelompok orang-orang kaya. Harusnya orang-orang kaya memberikan peluang dan menolong orang-orang miskin. Karena disebagian harta orang kaya ada sebagian milik orang miskin (QS Muhammad [47]:36-37. Tetapi pemberian yang dilakukan tidaklah harus diberi semena-mena, lebih baiknya menolong mereka supaya berdaya artinya memberikan investasi-investasi modal agar bekerja serta menolong bagaimana cara bekerja dengan benar: memberikan pelatihan berwirausaha serta memberikan jalur peluang-peluangnya. Hingga tidak hanya memberikan harta dan berlalu begitu saja. Sebab itu akan membuat mereka akan terlena dengan mensuburkan sikap tergantung yang berlebihan.

 

Sedangkan yang ketiga adalah pemerintah. Bahwasanya pemerintah harulah memberikan keringanan-keringan pada orang-orang miskin untuk berusaha. Dengan memberikan bantuan dari dana yang sah. Agar potensi individual masyarakat dapat teraktualisasi, memberikan peluang-peluang kerja serta subsidi usaha dengan kebijakan-kebijakan yang memihak pada masyarakat yang miskin. Menjalankan hukum dengan adil agar koruptor yang mengambil uang rakyat segera diadili lalu mengembalikan uang yang dikorupsi pada rakyat.

Islam telah memberikan pedoman secara moral pada umatnya bagaimana hidup bersosial. Maka Pada bulan puasa Ramadhan ini waktu yang tepat untuk menitik balikkan persoalan yang dihadapi bangsa ini. Dengan perenungan pribadi atas ibadah puasa Ramadhan kali ini. Menyadari bahwa ibadah puasa bukanlah mengugurkan kewajiban saja. Tetapi puncak keyakinan akan kebertuhanan. Yakni sikap jujur yang menjadi landasan akan gerak laku keseharian tanpa pengawasan. Untuk melakukan ibadah puasa. Tidak makan, tidak minum, tidak berbuat yang membatalkan puasa.

Pengawasan atas ketibakbatalan puasa adalah Tuhan dan dirinya sendiri. Sehingga kebersadaran akan kebertuhanan kental mewarnai dalam beribadah puasa. Demensi spritual individual tidak berhenti seketika dengan kepatuhan menjalankan puasa tetapi juga berimbas pada demensi sosial. Melatih rasa empati akan kesederhanaan. Merasakan penderitaan atas kebijakan-kebijakan yang diterlorkan bagi penguasa akan keberdampakan rakyat miskin. Sehingga persoalan bangsa ini teratasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun