Menggali nilai abadi kebaikan, sebuah perjalanan menelusuri jejak yang tak lekang oleh waktu.
Kita sering kali terjebak dalam pusaran kehidupan sehari-hari yang begitu fana, sampai-sampai lupa bahwa yang kita tinggalkan di dunia ini bukanlah jejak digital di media sosial atau barang-barang mewah yang kita kumpulkan.Â
Sejatinya, apa yang benar-benar berharga dan bakal terkenang bukanlah hal-hal yang terlihat oleh mata, melainkan kebaikan yang telah kita sebarkan ke sekitar.
Kalau dipikir-pikir, ironis juga ya. Manusia dengan segala kompleksitasnya, di akhir hayatnya hanya akan menjadi bagian dari tanah lagi. Tapi, tidak dengan jejak kebaikan.Â
Itu akan terus hidup, melewati batas waktu, membekas dalam memori kolektif kita. Seperti kata pepatah, "Hancur badan dikandung tanah, budi baik terkenang jua."Â
Nah, di sinilah letak keabadian yang sebenarnya. Bukan di dalam kuburan mewah atau batu nisan yang penuh ukiran, melainkan di dalam hati dan pikiran orang-orang yang masih bertahan hidup.
Mari kita kupas lebih dalam. Pertama, kenapa sih kebaikan itu bisa begitu melekat? Dalam dunia yang serba cepat dan penuh persaingan ini, tindakan kebaikan seperti oase di tengah padang pasir.Â
Sesuatu yang langka dan berharga. Ketika seseorang berbuat baik, itu sering kali memberikan dampak yang lebih luas daripada yang dibayangkan.Â
Satu tindakan baik bisa memicu reaksi berantai, menginspirasi orang lain untuk juga berbuat baik. Ini bukan cuma teori domino, tapi realita yang kita lihat setiap hari.
Kedua, kebaikan itu universal. Tidak mengenal batas negara, agama, atau suku. Dalam konteks ke-Indonesia-an kita, keberagaman ini seharusnya menjadi ladang subur untuk menyebar dan menerima kebaikan.Â
Kita diajarkan untuk hidup berdampingan dalam perbedaan, dan salah satu cara paling efektif untuk melakukannya adalah dengan berbuat baik.Â
Tidak perlu yang wah, sering kali kebaikan yang paling berkesan itu sederhana. Sebuah senyum, tawaran bantuan kecil, atau bahkan hanya mendengarkan. Simple kan?
Ketiga, ingat, dunia ini ibarat panggung sandiwara dan kita semua adalah aktornya. Setiap perbuatan baik yang kita lakukan, itu ibarat skenario yang akan dikenang.Â
Baik itu peran utama atau hanya figuran, yang penting adalah bagaimana kita memainkan peran tersebut. Dan ingat, di era digital ini, tindakan kita bisa jadi lebih abadi dari sebelumnya. Jadi, sangat penting untuk memikirkan apa yang ingin kita tinggalkan di dunia ini.
Keempat, berbuat baik itu bukan cuma tentang orang lain, tapi juga tentang diri kita sendiri. Ketika kita berbuat baik, kita juga merasakan kebahagiaan. Ini bukan egoisme, tapi lebih kepada kesadaran diri bahwa kebahagiaan itu bukan cuma dari apa yang kita terima, tapi juga dari apa yang kita berikan.Â
Sebuah penelitian bahkan menunjukkan bahwa berbuat baik bisa meningkatkan kesejahteraan mental dan fisik kita. Jadi, bukan cuma orang lain yang untung, kita juga dapet 'bonus' kebahagiaan.
Kelima dan yang terakhir, kebaikan itu warisan terbaik. Bayangkan, generasi mendatang akan belajar dari apa yang kita lakukan hari ini.Â
Mau tidak mau, kita sedang menulis sejarah. Dan bukankah akan lebih baik jika dalam buku sejarah itu, yang tercatat adalah tindakan-tindakan positif yang kita lakukan? Itu baru namanya legacy yang sebenarnya.
Nah, melihat dari segala sisi, berbuat baik itu sebenarnya menguntungkan semua pihak. Dan yang paling penting, kebaikan itu tidak membutuhkan modal besar.Â
Mulai dari yang kecil, mulai dari sekarang, dan mulai dari diri sendiri. Ingat, setiap tindakan baik, tidak peduli seberapa kecil, itu penting dan berharga.Â
Jadi, yuk, kita buat dunia ini jadi lebih baik dengan sebaran kebaikan yang kita punya. Karena pada akhirnya, yang terkenang bukanlah berapa banyak harta yang kita kumpulkan, tapi seberapa banyak hati yang kita sentuh dengan kebaikan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H