Menggali nilai abadi kebaikan, sebuah perjalanan menelusuri jejak yang tak lekang oleh waktu.
Kita sering kali terjebak dalam pusaran kehidupan sehari-hari yang begitu fana, sampai-sampai lupa bahwa yang kita tinggalkan di dunia ini bukanlah jejak digital di media sosial atau barang-barang mewah yang kita kumpulkan.Â
Sejatinya, apa yang benar-benar berharga dan bakal terkenang bukanlah hal-hal yang terlihat oleh mata, melainkan kebaikan yang telah kita sebarkan ke sekitar.
Kalau dipikir-pikir, ironis juga ya. Manusia dengan segala kompleksitasnya, di akhir hayatnya hanya akan menjadi bagian dari tanah lagi. Tapi, tidak dengan jejak kebaikan.Â
Itu akan terus hidup, melewati batas waktu, membekas dalam memori kolektif kita. Seperti kata pepatah, "Hancur badan dikandung tanah, budi baik terkenang jua."Â
Nah, di sinilah letak keabadian yang sebenarnya. Bukan di dalam kuburan mewah atau batu nisan yang penuh ukiran, melainkan di dalam hati dan pikiran orang-orang yang masih bertahan hidup.
Mari kita kupas lebih dalam. Pertama, kenapa sih kebaikan itu bisa begitu melekat? Dalam dunia yang serba cepat dan penuh persaingan ini, tindakan kebaikan seperti oase di tengah padang pasir.Â
Sesuatu yang langka dan berharga. Ketika seseorang berbuat baik, itu sering kali memberikan dampak yang lebih luas daripada yang dibayangkan.Â
Satu tindakan baik bisa memicu reaksi berantai, menginspirasi orang lain untuk juga berbuat baik. Ini bukan cuma teori domino, tapi realita yang kita lihat setiap hari.
Kedua, kebaikan itu universal. Tidak mengenal batas negara, agama, atau suku. Dalam konteks ke-Indonesia-an kita, keberagaman ini seharusnya menjadi ladang subur untuk menyebar dan menerima kebaikan.Â