Mohon tunggu...
Den Reza Alfian Farid
Den Reza Alfian Farid Mohon Tunggu... Lainnya - Digital Marketer

Terkadang ku lupa pernah berpikir apa.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bagaimana 'Cognitive Dissonance' Bisa Memengaruhi Sikap dan Perilaku Kita?

2 Juli 2023   19:00 Diperbarui: 2 Juli 2023   19:00 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Jeroen den Otter on Unsplash

Bagaimana jika di dalam kepala sedang terjadi perang dingin antara dua pemikiran? Itulah esensi 'cognitive dissonance', dan percaya atau tidak, fenomena ini sangat berpengaruh pada sikap dan perilaku.

Pernahkah merasa bimbang, gundah, atau bahkan stres karena harus memilih antara dua hal yang sama-sama diinginkan? Ah, itulah yang namanya 'cognitive dissonance'. Tidak, bukan istilah alien, tapi sebuah fenomena psikologi yang seringkali bikin kita 'pusing tujuh keliling'. Tapi, tahukah bahwa 'cognitive dissonance' ini bisa berpengaruh pada sikap dan perilaku? Yuk, kita coba kupas tuntas fenomena ini!

Ketika Dua Persepsi Bertarung di Kepala

Kenal sama istilah 'cognitive dissonance'? Bukan monster dari film fiksi ilmiah, kok. 'Cognitive dissonance' adalah teori yang diciptakan oleh seorang psikolog bernama Leon Festinger pada tahun 1957. Teori ini menjelaskan tentang perasaan tidak nyaman yang muncul ketika seseorang memiliki dua pemikiran atau persepsi yang saling bertentangan.

Misalnya, seorang yang sangat percaya diri dalam hidup sehat, tapi di satu sisi, dia juga sangat menyukai junk food. Nah, di sini terjadi konflik antara dua pemikiran, 'makan sehat' dan 'menyukai junk food'. Itu dia, contoh sederhana dari 'cognitive dissonance'.

Perasaan ini, jika dibiarkan, bisa berakibat negatif lho. Bisa-bisa bikin orang stress, gelisah, dan sulit berfokus pada tugas atau aktivitas sehari-hari. Lantas, apa yang bisa dilakukan?

Menghadapi Monster dalam Kepala

Salah satu cara untuk mengatasi 'cognitive dissonance' adalah dengan mengubah salah satu dari dua pemikiran tersebut. Dalam contoh sebelumnya, misalnya, bisa dengan mengurangi konsumsi junk food atau mencoba mencari alternatif makanan sehat yang enak.

Tapi, caranya bukan semudah membalik telapak tangan. Memang butuh proses dan waktu, kok. Ada juga yang bilang kalau cara ini terlalu idealis dan tidak realistis, karena kadang-kadang ada pemikiran yang tidak bisa diubah begitu saja.

Yang pasti, setiap orang memiliki cara mereka sendiri dalam menghadapi 'cognitive dissonance'. Ada yang memilih untuk menghindari situasi yang memicu perasaan tersebut, ada juga yang memilih untuk mencari dukungan dari orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun