'Projection'---fenomena psikologis yang kerap terjadi tanpa disadari. Memahami ini bukanlah soal menjadi 'ahli pikiran', melainkan tentang belajar memahami diri dan orang lain lebih baik. Dalam konteks hubungan sosial, 'projection' ini bisa sangat mempengaruhi cara pandang terhadap orang lain.
Pernahkah terpikir, kalau misi mencari alien mungkin tak perlu sampai ke Mars, karena ternyata 'alien' itu ada di dalam diri kita sendiri?Â
Bukan alien hijau bertentakel seperti dalam film, namun 'alien' dalam bentuk pikiran dan perasaan yang kita salurkan ke orang lain. Ini bukan dongeng, tapi sebuah konsep psikologi yang disebut 'projection'.
Mengenal 'Projection' dalam Dunia Psikologi
Apakah pernah bertanya-tanya kenapa terkadang sangat mudah menilai orang lain? Misalnya, menuduh teman kerja "malas" atau memandang teman kuliah "sok pintar".Â
Padahal, tanpa kita sadari, terkadang hal itu bisa jadi cerminan dari diri sendiri. Yah, itulah yang dalam psikologi disebut 'projection'.
Projection adalah konsep psikologi di mana seseorang menyalurkan perasaan atau pikirannya ke orang lain.Â
Itu terjadi tanpa kita sadari dan sering kali berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri. Coba bayangkan, lebih mudah bukan menyalahkan orang lain daripada mengakui kekurangan diri sendiri?
Tidak hanya berpengaruh pada persepsi terhadap orang lain, projection juga bisa mempengaruhi cara pandang terhadap situasi dan kejadian tertentu.Â
Sebut saja, orang yang selalu mencari-cari kesalahan di lingkungan kerjanya, bisa jadi sedang berusaha menutupi ketidakpuasan diri sendiri terhadap pekerjaannya.
Bagaimana 'Projection' Bekerja dalam Kehidupan Sehari-hari
Pada dasarnya, projection ini ada di kehidupan sehari-hari, tak peduli berapa usia dan status sosial kita.Â
Bayangkan ketika teman mengeluh tentang kebiasaan buruk orang lain, padahal kita tahu teman itu sendiri punya kebiasaan yang sama. Itu adalah contoh projection dalam praktiknya.
Ini terjadi karena terdapat emosi atau pikiran di dalam diri yang sulit diterima, sehingga 'diprojeksikan' ke orang lain. Misalnya, orang yang kerap kali merasa tidak dihargai mungkin akan melihat orang lain juga merasa demikian.
Secara umum, orang cenderung menggunakan projection sebagai cara untuk menyalurkan perasaan negatif yang dimiliki. Misalnya saja, merasa tidak mampu untuk berubah sehingga lebih mudah menyalahkan orang lain.
Mengapa 'Projection' Penting Untuk Diketahui?
Memahami konsep projection bukan hanya menambah wawasan kita tentang psikologi. Lebih dari itu, pengetahuan ini bisa membantu kita dalam memahami dan menangani konflik dalam berbagai situasi.
Dengan mengetahui tentang projection, kita akan lebih mampu merasakan empati terhadap orang lain. Tidak hanya itu, kita juga akan menjadi lebih bijaksana dalam merespons perasaan dan pikiran negatif yang muncul di dalam diri.
Terakhir, pengetahuan ini juga bisa membuat kita lebih realistis dalam menilai diri sendiri dan orang lain. Bukankah itu penting dalam menjalin hubungan yang sehat dan harmonis dengan orang lain?
'Projection' dan Persepsi Terhadap Orang Lain
Persepsi kita tentang orang lain sangat dipengaruhi oleh projection. Lihat saja, betapa mudahnya kita menilai orang lain berdasarkan apa yang kita rasakan dan pikirkan. Padahal, apa yang kita rasakan dan pikirkan bisa jadi jauh berbeda dengan realitas yang ada.
Selain itu, projection juga bisa mengaburkan realitas dan membuat kita terjebak dalam persepsi yang salah.Â
Misalnya, kita merasa tidak dihargai dan menyalahkan orang lain telah merendahkan kita. Padahal, bisa jadi itu hanyalah persepsi yang terbentuk oleh perasaan kita sendiri.
Itulah sebabnya penting untuk selalu berusaha memahami orang lain dari perspektif mereka, bukan dari perasaan atau pikiran kita sendiri.
'Projection' Dalam Kehidupan Sosial
Projection sering kali mempengaruhi cara kita berinteraksi dalam kehidupan sosial. Misalnya, merasa tidak mampu untuk berubah sehingga lebih mudah menyalahkan orang lain. Atau, merasa tidak dihargai dan menyalahkan orang lain telah merendahkan kita.
Menghadapi orang yang sedang 'projection' memang bukan hal yang mudah. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu mencoba memahami dan menghargai perasaan orang lain.Â
Ingat, setiap orang punya caranya sendiri dalam menghadapi masalah dan emosi yang mereka rasakan.
Melihat 'Projection' Dalam Kehidupan Sehari-hari
Projection bisa dilihat dalam berbagai situasi sehari-hari, mulai dari percakapan ringan hingga konflik besar. Misalnya, teman yang selalu mengeluh tentang sikap buruk orang lain, padahal dia sendiri memiliki sikap yang sama.
Pada kasus seperti ini, penting untuk kita bisa menenangkan diri dan berpikir secara objektif. Apakah benar orang lain yang salah atau justru kita sendiri yang perlu memperbaiki sikap?
Menyikapi 'Projection' Dalam Hidup
Bagaimana cara menyikapi projection dalam hidup? Pertama, perlu diingat bahwa semua orang pasti pernah melakukan projection, termasuk kita sendiri. Jadi, tidak ada salahnya untuk lebih memahami diri sendiri dan menerima bahwa kita juga punya kelemahan.
Kedua, penting untuk selalu mencoba memahami orang lain dari perspektif mereka. Dengan begitu, kita bisa menjalin hubungan yang lebih sehat dan harmonis dengan orang lain.
Terakhir, belajarlah untuk menerima dan menghargai perasaan orang lain, walaupun berbeda dengan perasaan kita sendiri. Ingat, setiap orang punya caranya sendiri dalam menghadapi masalah dan emosi yang mereka rasakan.
Membedakan Antara Realitas dan 'Projection'
Seringkali, kita sulit membedakan antara realitas dan projection. Oleh karena itu, penting untuk kita selalu berpikir secara objektif dan bijaksana. Apakah benar orang lain yang salah atau justru kita sendiri yang perlu memperbaiki sikap?
Belajar untuk menerima dan menghargai perasaan orang lain juga bisa membantu kita dalam membedakan antara realitas dan projection. Ingat, setiap orang punya caranya sendiri dalam menghadapi masalah dan emosi yang mereka rasakan.
Referensi:
- Freud, S. (1997). The Interpretation of Dreams. Wordsworth Editions.
- Baumeister, R.F., & Bushman, B.J. (2018). Social Psychology and Human Nature, 4th Edition. Cengage Learning.
- Kahneman, D. (2011). Thinking, Fast and Slow. Farrar, Straus and Giroux.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI