Mengulas Behaviorisme dalam Pendidikan: Itu Bisa Lebih Menyenangkan dari yang Dikira! Menggali behaviorisme lewat kisah seorang anak, Budi, yang merasa cemas setiap kali mendengar bel sekolah. Kenapa? Karena suara itu membangkitkan respons negatif terhadap pelajaran matematika. Riset tentang bagaimana belajar mengatur kondisi untuk hasil yang diinginkan bisa mengubah cara kita melihat pendidikan.
Mengembara di labirin pikiran manusia, kita berjumpa dengan behaviorisme, ilmu yang menguraikan bagaimana perilaku manusia bisa dipengaruhi dan diarahkan. Lantas, bagaimana jika kita mengambil petunjuk dari behaviorisme dan menggunakannya untuk memetakan perjalanan belajar? Dalam labirin ini, akan kita temukan jawabannya.
Sepotong Kisah tentang Rangkaian Kondisi
Mari mulai dengan sebuah kisah. Ada seorang anak bernama Budi. Setiap kali suara bel sekolah berbunyi, Budi selalu merasa cemas. Kenapa? Karena bel itu berarti pelajaran matematika akan dimulai dan Budi merasa tidak mampu. Itu yang disebut dengan kondisioning klasik, suatu konsep dalam behaviorisme.
Belajar dari Budi, dapat dilihat bahwa sebuah stimulus (suara bel) dapat membangkitkan respons (kecemasan) meski sebenarnya tidak ada hubungannya secara langsung. Dengan kata lain, sekeliling kita sebenarnya sedang mempengaruhi perilaku, meski tidak disadari.
Jadi, coba perhatikan lingkungan sekitar. Apa saja yang tanpa disadari berubah jadi "bel matematika" bagi kehidupan? Dari sini, mengenal behaviorisme bukan lagi urusan para pakar. Semua bisa terlibat dan merasakan dampaknya.
Behaviorisme dalam Kerangka Pendidikan
Mengenal behaviorisme bukan berarti harus memaksakan semua pelajaran di sekolah menjadi 'bel matematika'. Sebaliknya, behaviorisme dapat menjadi cara untuk membantu proses belajar menjadi lebih efektif. Bagaimana caranya?
Metode pengajaran bisa disesuaikan dengan prinsip behaviorisme. Misalnya, guru dapat menciptakan kondisi yang dapat merangsang siswa untuk menunjukkan respons yang diinginkan. Lebih lanjut, guru juga bisa memberi penguatan (reward) untuk respons yang positif, dan menghilangkan penguatan tersebut untuk respons negatif.
Namun, perlu diingat bahwa pendidikan tidak hanya tentang menanamkan respons tertentu pada siswa. Pendidikan juga tentang membantu siswa menjadi individu yang kritis dan berpikiran terbuka.