Mohon tunggu...
Den Reza Alfian Farid
Den Reza Alfian Farid Mohon Tunggu... Lainnya - Digital Marketer

Terkadang ku lupa pernah berpikir apa.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Eksistensialisme, Mengurai Kompleksitas Fenomena Zaman Now

28 Mei 2023   19:00 Diperbarui: 2 Juni 2023   13:45 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Tetap tampil eksis bersama teman. (Photo by Priscilla Du Preez on Unsplash)

Eksistensialisme dan fenomena zaman now saling terkait, membentuk pemahaman kita tentang dunia dan diri kita sendiri. Dalam keramaian dan perubahan zaman, eksistensialisme membantu kita mencari makna dan tujuan hidup yang sejati.

Fenomena Zaman Now: Memahami Konteksnya

Mari kita mulai dengan membahas soal fenomena zaman now. Istilah ini kerap kali diucapkan, namun apa sebenarnya makna di baliknya? 

Zaman now adalah istilah yang mencerminkan kekinian, sesuatu yang sedang trend atau populer di masyarakat. Fenomena ini melingkupi berbagai aspek, mulai dari gaya hidup, teknologi, hingga pola pikir.

Secara umum, fenomena zaman now ditandai oleh perubahan cepat dan dinamis, baik dalam segi teknologi maupun gaya hidup. 

Orang-orang terus menerus beradaptasi dengan perkembangan baru, dan ini menciptakan tantangan serta peluang baru. Dalam konteks ini, pemahaman tentang eksistensialisme menjadi relevan dan penting.

Eksistensialisme: Mengurai Kompleksitasnya

Nah, lantas apa itu eksistensialisme? Jangan khawatir, kita akan mencoba membahasnya dengan sederhana. Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menekankan pada kebebasan individu dan pengalaman subjektif. 

Dalam pandangan ini, setiap individu adalah penentu arti dan tujuan hidupnya sendiri. Tidak ada kebenaran mutlak atau tujuan universal yang berlaku untuk semua orang.

Lantas, bagaimana kaitannya dengan fenomena zaman now? Eksistensialisme memandang bahwa dalam dunia yang penuh dengan perubahan cepat dan ketidakpastian, setiap individu ditantang untuk mencari arti dan tujuan hidupnya sendiri. Tidak ada panduan pasti yang bisa diikuti, dan ini bisa menimbulkan kegelisahan sekaligus kebebasan.

Eksistensialisme dan Fenomena Zaman Now: Menyusuri Jejak Keterkaitannya

Eksistensialisme dan fenomena zaman now sejatinya berkaitan erat. Dalam dunia yang serba cepat dan penuh perubahan ini, banyak orang merasa kehilangan arah dan tujuan. 

Mereka merasa terombang-ambing oleh gelombang perubahan dan tidak tahu harus berbuat apa. Inilah yang disebut dengan kegelisahan eksistensial.

Namun, di sisi lain, perubahan dan ketidakpastian ini juga membuka peluang bagi setiap individu untuk menciptakan arti dan tujuan hidupnya sendiri. Mereka bebas untuk mengeksplorasi berbagai kemungkinan dan memilih jalan hidup yang paling sesuai dengan nilai dan keyakinan mereka. Inilah yang disebut dengan kebebasan eksistensial.

Sebagai contoh, banyak anak muda sekarang yang memilih untuk menjadi freelancer atau entrepreneur, bukan bekerja di perusahaan besar seperti generasi sebelumnya. 

Mereka mencari arti dan tujuan hidupnya sendiri, bukan mengikuti pola pikir yang sudah ada. Inilah salah satu bentuk aplikasi eksistensialisme dalam fenomena zaman now.

Fenomena Zaman Now: Menyikapi Dengan Bijaksana

Nah, bagaimana cara menyikapi fenomena zaman now dengan pandangan eksistensialisme? 

Pertama, jangan takut menghadapi ketidakpastian. Ketidakpastian adalah bagian dari hidup, dan kita bisa belajar banyak dari situ. Justru dalam ketidakpastian, kita bisa menemukan arti dan tujuan hidup yang sebenarnya.

Kedua, berani ambil risiko. Dalam dunia yang serba berubah, berani mengambil risiko adalah kunci untuk bertahan dan berkembang. 

Tidak perlu takut gagal, karena gagal adalah bagian dari proses belajar. Ketiga, jangan lupa untuk selalu berempati dan menghargai keberagaman. Setiap orang memiliki pandangan dan tujuan hidupnya sendiri, dan ini perlu dihargai.

Sebuah Refleksi: Mencari Makna di Balik Fenomena

Mungkin ada yang bertanya-tanya, apa sih pentingnya mengkaji eksistensialisme dan fenomena zaman now? Jawabannya sederhana: untuk memahami diri kita dan dunia di sekitar kita. 

Dengan memahami eksistensialisme, kita bisa lebih menghargai kebebasan dan keunikan diri kita. Dengan memahami fenomena zaman now, kita bisa lebih adaptif dan kreatif dalam menghadapi perubahan.

Sebagai contoh, ketika ada tren baru di media sosial, kita tidak perlu merasa terpaksa mengikutinya. 

Kita bebas memilih apakah mau mengikuti tren tersebut, membuat tren sendiri, atau bahkan mengabaikannya. Inilah salah satu bentuk penerapan pemikiran eksistensialisme dalam fenomena zaman now.

Menelusuri Jejak Eksistensialisme dalam Kehidupan Sehari-hari

Melangkah lebih jauh, mari kita telusuri jejak eksistensialisme dalam kehidupan sehari-hari. Lihatlah sekeliling, berapa banyak orang yang berusaha keras mengejar 'keberhasilan' tanpa pernah benar-benar bertanya apa sebenarnya yang mereka inginkan dalam hidup. 

Di satu sisi, tekanan untuk sukses dalam definisi umum---pekerjaan bergaji tinggi, rumah mewah, mobil keren---bisa sangat membebani.

Di sisi lain, eksistensialisme hadir untuk mengingatkan bahwa kita punya kebebasan untuk mendefinisikan 'keberhasilan' dengan cara kita sendiri. 

Kita bebas untuk memutuskan apa yang memberi arti dan kepuasan dalam hidup kita, dan itu tidak harus sama dengan apa yang diinginkan oleh orang lain. 

Bisa jadi, 'keberhasilan' bagi seseorang adalah bisa melakukan apa yang disukai setiap hari, atau memiliki waktu luang untuk bersama keluarga dan orang yang dicintai.

Eksistensialisme dan Teknologi: Menyongsong Masa Depan

Pada era serba digital seperti saat ini, teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Bagaimana eksistensialisme bisa diterapkan dalam konteks ini? Eksistensialisme mengajak kita untuk selalu sadar dan kritis terhadap teknologi.

Teknologi bisa membawa manfaat besar, tapi juga bisa membahayakan jika digunakan tanpa bijaksana. Misalnya, media sosial bisa mempermudah komunikasi dan akses informasi, tapi juga bisa menjadi sumber stres dan kecemasan jika tidak bisa mengontrol penggunaannya. 

Eksistensialisme mengajak kita untuk tidak menjadi budak teknologi, melainkan menggunakan teknologi sebagai alat untuk mencapai tujuan hidup kita.

Eksistensialisme dan Pendidikan: Membentuk Generasi Pemikir

Terakhir, mari kita bicara tentang eksistensialisme dan pendidikan. Pendidikan seharusnya bukan hanya tentang mengisi kepala dengan pengetahuan, melainkan juga membentuk cara berpikir dan sikap. 

Eksistensialisme dapat dijadikan dasar untuk pendidikan yang berpusat pada individu, yang menghargai keunikan dan potensi setiap siswa.

Pendidikan eksistensialis akan mengajarkan siswa untuk berpikir kritis, membuat pilihan yang bertanggung jawab, dan menemukan makna dan tujuan hidup mereka sendiri. Ini adalah pendekatan yang sangat relevan untuk abad ke-21, di mana kemampuan untuk beradaptasi dan berpikir secara mandiri sangat dibutuhkan.

Kesimpulan: Mengurai Kompleksitas dengan Bijaksana

Menjadi bagian dari fenomena zaman now memang menantang. Banyak hal baru yang perlu kita pahami dan hadapi. Namun, dengan pemahaman yang baik tentang eksistensialisme, kita bisa menjalani hidup ini dengan lebih bijaksana.

Eksistensialisme mengajarkan kita untuk mencari makna dan tujuan hidup kita sendiri, bukan mengikuti apa yang ditentukan oleh orang lain atau masyarakat. 

Dengan begitu, kita bisa menjalani hidup dengan penuh makna dan kepuasan, meskipun di tengah ketidakpastian dan perubahan yang terjadi.

Terakhir, jangan lupa untuk selalu berbagi dan berempati. Kita semua berada dalam perjalanan mencari makna hidup kita sendiri, dan ini adalah proses yang unik dan berharga. Mari kita hargai proses tersebut dan saling membantu satu sama lain.

Referensi:

  1. Cooper, D. E. (1999). Existentialism: A Reconstruction. Wiley-Blackwell.
  2. Flynn, T. (2006). Existentialism: A Very Short Introduction. Oxford University Press.
  3. Kierkegaard, S. (1983). Fear and Trembling. Penguin Classics.
  4. Sartre, J. P. (2007). Existentialism is a Humanism. Yale University Press.
  5. Yalom, I. D. (1980). Existential Psychotherapy. Basic Books.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun