Mohon tunggu...
Den Reza Alfian Farid
Den Reza Alfian Farid Mohon Tunggu... Lainnya - Digital Marketer

Terkadang ku lupa pernah berpikir apa.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengenal Nomophobia: Ketakutan Masa Kini yang Tak Terelakan

19 April 2023   15:00 Diperbarui: 19 April 2023   14:56 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Matthew Osborn on Unsplash 

Suatu hari, seseorang yang sedang bersantai di kafe dengan segelas kopi, tiba-tiba menyadari bahwa ponsel pintar yang selalu menemani hari-harinya telah tertinggal di rumah. Detak jantung mulai berdebar, tangan berkeringat, hingga rasa cemas yang menggelayut tak terbendung. Bukan hanya rasa takut akan kehilangan barang berharga, namun lebih pada ketakutan akan terputusnya komunikasi dan hilangnya konektivitas.

Fenomena ini kian nyata di era digital, di mana ponsel pintar menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Sebut saja "Nomophobia", istilah yang mungkin terdengar asing, namun sangat dekat dengan kehidupan kita. Nomophobia berasal dari "no-mobile-phone-phobia", atau sindrom ketakutan kehilangan ponsel. Apakah hal ini merupakan suatu masalah? Bagaimana sebenarnya dampaknya dalam kehidupan? Mari kita bahas lebih lanjut dengan pendekatan psikologi.

Pertama, perlu diakui bahwa ponsel pintar memang telah mengubah cara kita berinteraksi dan berkomunikasi. Tak bisa dipungkiri, kehadiran ponsel pintar membuat hidup lebih mudah, praktis, dan efisien. Namun, di sisi lain, kecanduan terhadap ponsel juga bisa mengakibatkan dampak negatif, baik secara psikologis maupun sosial.

Dalam psikologi, Nomophobia merupakan suatu bentuk kecemasan atau ketakutan yang timbul karena kehilangan ponsel, kehilangan sinyal, atau kehabisan baterai. Seseorang dengan Nomophobia mungkin merasa sangat terganggu jika ponselnya tidak ada di dekatnya, bahkan hanya untuk waktu yang singkat. Nomophobia bukan sekadar ketakutan akan kehilangan ponsel, tetapi lebih pada kecemasan akan terputusnya komunikasi dan informasi.

Sebagai analogi, bayangkanlah kehidupan manusia di zaman prasejarah. Kala itu, manusia hidup berkelompok untuk melindungi diri dari predator dan mencari sumber makanan bersama-sama. Ketergantungan mereka pada kelompok membuat terputusnya komunikasi dapat menimbulkan rasa takut dan cemas. Dalam konteks kehidupan modern, ponsel pintar menjadi perpanjangan dari kelompok tersebut. Dengan demikian, ketakutan akan terputusnya komunikasi dan informasi menjadi relevan dengan fenomena Nomophobia.

Nomophobia bukan hanya berdampak pada kesehatan mental, tetapi juga berpengaruh pada kualitas hidup dan hubungan interpersonal. Orang yang mengalami Nomophobia cenderung lebih asyik dengan ponselnya daripada berinteraksi dengan orang di sekitarnya. Hal ini bisa mengakibatkan penurunan kualitas komunikasi dan hubungan antarmanusia, yang pada akhirnya mempengaruhi kesejahteraan sosial dan emosional.

Dalam mengkaji fenomena Nomophobia, penting untuk melihat beberapa faktor yang melatarbelakangi munculnya sindrom ini. Beberapa faktor yang mungkin berperan, antara lain:

Faktor sosial: Di era digital, keberadaan ponsel pintar membuat kita terhubung dengan dunia luar melalui berbagai platform media sosial dan aplikasi komunikasi. Ketergantungan pada ponsel dapat membuat seseorang merasa harus selalu "update" dengan informasi terbaru dan menjaga eksistensi sosialnya.

Faktor psikologis: Kecemasan dan ketakutan akan terputusnya komunikasi dan informasi bisa menjadi faktor pemicu sindrom Nomophobia. Selain itu, kebutuhan akan pengakuan dan validasi dari orang lain juga berperan dalam meningkatkan ketergantungan pada ponsel.

Faktor biologis: Penggunaan ponsel pintar secara terus-menerus dapat memicu pelepasan hormon dopamin, zat kimia yang berperan dalam sistem hadiah otak dan memberikan perasaan senang atau puas. Ini membuat seseorang lebih mudah tergoda untuk selalu mengakses ponselnya, meski dalam situasi yang tidak tepat.

Memahami fenomena Nomophobia tentu menjadi penting, mengingat dampak yang ditimbulkannya. Dalam menangani masalah ini, beberapa langkah yang bisa diambil meliputi:

Meningkatkan kesadaran: Menyadari bahwa Nomophobia merupakan masalah yang perlu diatasi adalah langkah awal yang penting. Dengan mengenali gejala dan dampak negatifnya, seseorang bisa lebih siap menghadapi dan mengatasi masalah ini.

Mengatur waktu: Membatasi waktu penggunaan ponsel dan menyisihkan waktu khusus untuk beristirahat dari ponsel bisa menjadi cara efektif untuk mengurangi ketergantungan. Cobalah untuk tidak membawa ponsel ke kamar tidur atau meletakkannya jauh dari tempat tidur saat tidur malam.

Membangun hubungan interpersonal: Salah satu cara terbaik untuk mengatasi Nomophobia adalah dengan memperkuat hubungan interpersonal. Menghabiskan waktu berkualitas dengan teman, keluarga, atau pasangan dapat membantu mengurangi kecemasan dan ketergantungan pada ponsel.

Menggali hobi: Mengembangkan hobi atau kegiatan yang menarik minat bisa menjadi cara yang baik untuk mengalihkan perhatian dari ponsel. Hal ini juga dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup.

Bantuan profesional: Jika Nomophobia sudah mengganggu kualitas hidup dan hubungan interpersonal, mencari bantuan dari profesional, seperti psikolog atau konselor, bisa menjadi pilihan yang tepat.

Sebagai penutup, Nomophobia memang fenomena yang tak terelakkan di era digital ini. Namun, dengan pemahaman yang baik dan upaya yang tepat, kita bisa mengatasi masalah ini dan menjaga keseimbangan antara kehidupan online dan offline. Selalu ingat, ponsel pintar seharusnya menjadi alat yang membantu, bukan menguasai kehidupan kita.

Dalam menjalani era digital yang serba canggih ini, penting bagi kita semua untuk menemukan keseimbangan antara manfaat dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan ponsel pintar. Dengan demikian, kita bisa memanfaatkan teknologi secara bijaksana tanpa harus kehilangan kualitas hidup dan hubungan interpersonal yang sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun