Teknologi dan media sosial
Teknologi dan media sosial membuat kita terhubung dengan orang-orang dari berbagai belahan dunia, tetapi juga membuat kita rentan terhadap tekanan sosial dan perbandingan.Â
Stoikisme mengajarkan kita untuk tidak terlalu terpengaruh oleh pendapat orang lain dan lebih fokus pada diri sendiri. Hal ini tentunya sangat relevan dengan kehidupan di era digital.
Kelelahan mental
Kesehatan mental menjadi perhatian utama di era modern ini. Dengan begitu banyaknya informasi dan kebutuhan yang harus dipenuhi, tak jarang kita merasa lelah secara mental.Â
Stoikisme mengajarkan kita untuk menerima kenyataan dan berdamai dengan diri sendiri, yang pada akhirnya membantu kita menjaga kesehatan mental.
Tuntutan akan hidup yang lebih bermakna
Di tengah kehidupan yang serba materialistik, banyak orang merasa hidup mereka kurang bermakna dan mencari sesuatu yang lebih dalam.Â
Stoikisme menawarkan pandangan hidup yang lebih fokus pada kebijaksanaan, keberanian, kedamaian batin, dan kejujuran -- nilai-nilai yang dianggap lebih abadi dan bermakna daripada kekayaan materi.Â
Inilah yang membuat banyak orang tertarik untuk mempelajari dan menerapkan stoikisme dalam kehidupan mereka.
Popularitas buku dan influencer
Buku-buku tentang stoikisme, seperti "The Obstacle is the Way" karya Ryan Holiday dan "How to Be a Stoic" karya Massimo Pigliucci, telah menjadi bestseller di berbagai negara.Â
Di Indonesia sendiri buku Filosofi Teras karya Henry Manamping menjadi sangat populer karena memperkenalkan Stoik.Â
Selain itu, banyak influencer dan tokoh publik yang secara terang-terangan mengakui bahwa mereka menganut stoikisme seperti Raditya Dika dan Ferry Irwandi.Â