Mohon tunggu...
Denok Hanum Pratiwi
Denok Hanum Pratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Perencanaan Wilayah dan Kota

Mahasiswa Yang Lurus

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Otonomi Daerah dan Hubungannya Dengan Pembiayaan Pembangunan

10 Mei 2024   23:50 Diperbarui: 10 Mei 2024   23:52 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemerintah pusat dan daerah memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, salah satu aspek penting dalam hubungan tersebut adalah pelimpahan tugas dari pusat kepada daerah dalam proses otonomi yang disertai dengan pelimpahan keuangan (money follow functions).Dengan pelimpahan tersebut juga ada konsekuensi yang mengiringi berupa tanggung jawab pelayanan publik yang memadai.

Keterkaitan erat pemerintahan dengan pembiayaan memberikan gambaran bahwa proses pengaturan hubungan keuangan Pusat dan Daerah tidak dapat terlepas dari masalah pembagian tugas antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah,dengan demikian pemerintah daerah sudah pasti memiliki kewenangan dalam membelanjakan sumber daya pendapatan keuangan dalam menjalankan fungsi berdasarkan tanggung jawab.

Keadaan keuangan daerah yang ada juga sangat menentukan arah pemerintahan suatu daerah,hal ini sehubungan dengan pentingnya kedudukan dari keuangan daera,maka pemerintah daerah tidak akan bisa menjalankan fungsinya secara efektif dan efisien apabila keadaannya tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan.

Tanpa adanya biaya yang cukup, maka daerah tidak dapat memaksimalkan segala aspek untuk dapat menyelenggarakan tugas kewajiban serta kewenangan yang ada serta dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya, tetapi bahkan juga dapat mencakup hilangnya ciri pokok dan mendasar dari suatu daerah otonom.

Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal tertuang dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.Kedua UU yang disebutkan ini berisi pokok-pokok yang mengatur penyerahan kewenangan kepada pemerintah daerah dan juga pendanaan dalam pelaksanaan kewenangan tersebut. Pelimpahan kewenangan tersebut diikuti dengan penyerahan sumber-sumber pendanaan berupa penyerahan basis perpajakan ataupun juga bantuan pendanaan melalui mekanisme transfer ke daerah yang menyesuaikan standar asas money follows function. 

Menurut (Nurhemi dan Suryani 2015),tujuan desentralisasi fiskal bertujuan untuk memenuhi aspirasi daerah menyangkut penguasaan atas sumber-sumber keuangan negara, mendorong akuntabilitas dan transparansi pemerintah daerah, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah, mengurangi ketimpangan antar daerah, menjamin terselenggaranya pelayanan publik minimum di setiap daerah, dan pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum.

Pemerintah Daerah diberikan berbagai sumber keuangan untuk tujuan  menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan otonomi Pemerintah Daerah. Dalam prosesnya desentralisasi fiskal memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerahnya. 

Daerah diberikan kewenangan dalam menemukan dan mengembagkan sumber-sumber penerimaan sesuai dengan potensi daerah  yang dimiliki. Prinsip yang diterapkan dalam desentralisasi fiskal tersebut adalah money folow functions, dimana Pemerintah Daerah mendapat kewenangan dalam pelaksanaan fungsi pelayanan dan pembangunan di daerahnya. 

Pemerintah Pusat sendiri memberikan dukungan dengan menyerahkan sumber-sumber penerimaan kepada daerah untuk dikelola secara optimal menyesuaikan fungsi tanggung jawab yang ada agar mampu membiayai kegiatan pengembangan dan pembangunan daerahnya. Pemerintah pusat juga memberikan dana transfer yang dapat dikelola daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan proses otonomi pemerintahan daerah. Tujuannya adalah untuk mengatasi ketimpangan fiskal antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah lainnya. Untuk meminimalisir ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat melalui dana transfer tersebut, daerah dituntut agar mampu mengoptimalkan kemampuannya dalam menggali potensi pendapatannya. 

Desentralisasi fiskal menjadi salah satu komponen utama dari desentralisasi, karena apabila pemerintah daerah sedang melaksanakan fungsinya dan diberikan kebebasan dalam mengambil keputusan di sektor publik, maka harus proses tersebut harus mendapat dukungan dari pemerintah pusat berupa subsidi atau bantuan maupun pinjaman dari pemerintah pusat serta sumber-sumber keuangan yang memadai, baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), termasuk di dalamnya surcharge of taxes dan pinjaman, maupun dana perimbangan dari pemerintah pusat. Pemerintah pada hakekatnya mengemban tiga fungsi utama, antara lain fungsi distribusi, alokasi dan stabilisasi (Stiglitz 2000). 

Fungsi alokasi adalah peran pemerintah dalam proses mengalokasikan sumber daya ekonomi agar bisa terkendali secara efisien, yaitu peran pemerintah dalam menyediakan barang dengan karakteristik khusus  yang tidak bisa disediakan oleh pasar. Fungsi distribusi adalah peran pemerintah dalam memengaruhi kegiatan distribusi berupa pendapatan dan kekayaan untuk menjamin adanya keadilan dalam proses pengaturan distribusi pendapatan. Dan yang terakhir adalah fungsi stabilisasi dimana fungsi ini merujuk pada tindakan pemerintah dalam memengaruhi keseluruhan tingkat pengangguran, proses pertumbuhan ekonomi dan harga pasar. Dalam hal ini pemerintah menggunakan kebijakan anggaran untuk mengurangi pengangguran, kestabilan harga dan tingkat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

Otonomi daerah sampai saat ini memang sudah berjalan di setiap kota dan kabupaten di seluruh Indonesia,dalam mengatur rumah tangga pemerintah daerah belum bisa lepas secara total dari pemerintah pusat.Permasalahan langsung dari implementasi  otonomi daerah dimana dalam proses otonomi membutuhkan dana yang cukup besar dalam menjalankannya.Sumber dana utama pemerintah daerah yang digunakan dalam belanja modal dan pembangunan mayoritas berasal dari PAD sebagai sumber utama,pemerintah daerah juga mendapatkan bantuan transfer dana dari pusat yang disebut Dana Perimbangan.

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).Pada umumnya transfer dana bantuan yang diberikan pusat kepada daerah dalam bentuk DAU,DAU sendiri berasal dari dana APBN dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan setiap daerah untuk menekan ketimpangan keuangan antar daerah atas dasar kebutuhan dan potensi daerah tersebut. 

Biasanya distribusi DAU ke daerah - daerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dibandingkan dengan daerah-daerah yang memiliki kemampuan relatif kecil dimana daerah tersebut akan memperoleh DAU yang relatif besar. Untuk konsep alokasi dasar DAU penentuannya dihitung berdasarkan jumlah pegawai negeri sipil di daerah tersebut.

Stabilitas ekonomi makro tidak hanya terpengaruh oleh tingkat desentralisasi namun juga tahapan pelaksanaan desentralisasi. Pola tahapan desentralisasi pada daerah memiliki condong yang lebih besar dengan dipengaruhi oleh faktor politik dan kelembagaan daripada ekonomi itu sendiri. Pada banyak negara, desentralisasi kewenangan pengeluaran lebih dahulu disahkan dan  dilaksanakan untuk mengakomodasi berbagai tekanan politik dan perlunya efisiensi.

Peraturan Daerah tentang APBD sebagai produk dari proses politik anggaran pun juga menjadi bukti sebagai pengejawantahan adanya desentralisasi fiskal di daerah, dimana pada dasarnya merupakan rencana aksi pemerintah dalam memberikan pelayanan yang merata dan optimal kepada masyarakat sesuai dengan harapan publik. Namun demikian, kepentingan publik sebagai sasaran anggaran justru menjadi awal dari terjadinya  terdistorsi oleh kebenaran yang didasarkan atas kepentingan prakmatis penguasa, di lain sisi publik cenderung menyerahkan secara total keputusan anggaran kepada pemegang kekuasaan (eksekutif dan legislatif). Sehingga ruang partisipasi publik dalam proses penganggaran juga tidak berjalan efektif, dan hanya dijalankan secara formalistik dengan acuan hanya sekedar memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun