Sifat kesengajaan dikatakan berwarna bilamana kesengajaan melakukan sesuatu perbuatan mencakup pengetahuan si pelaku bahwa perbuatanya melawan hukum (dilarang). Jadi harus ada hubungan antara keadaan batin pelaku dengan sifat melawan hukumnya perbuatan. Dikatakan, bahwa sengaja disini berarti dolus malus, artinya untuk menyatakan adanya kesengajaan untuk berbuat jahat di perlukan syarat, bahwa pada saat melakukan perbuatan pidana, si pelaku ada kesadaran bahwa perbuatannya dilarang dan/atau dapat dipidana. Penganutnya antara lain Zevenbergen, yang mengatakan bahwa : “Kesengajaan senantiasa ada hubungannya dengan dolus molus, dengan perkataan lain dalam kesengajaan tersimpul adanya kesadaran mengenai sifat melawan hukumnya perbuatan”. Sistem hukum Indonesia tidak menganut teori kesengajaan ini.
2). Kesengajaan tidak berwarna (kleurloos)
Kalau dikatakan bahwa kesengajaan itu tak berwarna, maka itu berarti bahwa untuk adanya kesengajaan pelaku perbuatan yang dilarang/dipidana tidak disyaratkan bahwa Ia perlu tahu bahwa perbuatannya terlarang/sifat melawan hukum. Dapat saja si pelaku dikatakan telah berbuat dengan sengaja, walaupun ia tidak mengetahui bahwa perbuatannya itu dilarang atau bertentangan dengan hukum.
Di Indonesia sendiri menganut kesengajaan tidak berwarna karena di Indonesia menganut doktrin fiksi hukum. Fiksi hukum adalah asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure). Semua orang dianggap tahu hukum, tak terkecuali petani yang tak lulus sekolah dasar, atau warga yang tinggal di pedalaman. Dalam bahasa Latin dikenal pula adagium ignorantia jurist non excusat, ketidaktahuan hukum tidak bisa dimaafkan. Seseorang tidak bisa mengelak dari jeratan hukum dengan berdalih belum atau tidak mengetahui adanya hukum dan peraturan perundang-undangan tertentu. Mungkin ada yang merasa ini tidak adil, tapi itu hak anda sedangkan yang saya jelaskan adalah fakta yang terjadi.
Berdasarkan uraian teori kesengajaan dan sifatnya maka dapat disimpulkan sistem hukum pidana kita (KUHP) menganut Teori pengetahuan/membayangkan (voorstellingtheorie) dan Kesengajaan tidak berwarna (kleurloos) dalam menentukan kesengajaan dalam perbuatan pidana. Untuk menilai apakah pelaku tindak pidana sengaja melakukan perbuatannya adalah dengan menilai apakah pelaku membayangkan/menyangka (voorstellen) akibat dari perbuatannya tersebut, tidak menjadi masalah apakah akibat perbuatannya sesuai dengan bayangan ataupun sangkaan ataupun tujuan pelaku, dan juga tidak menjadi masalah apakah pelaku tahu perbuatan tersebut melanggar hukum ataupun tidak. Kalimat sederhananya adalah bila pelaku tindak pidana tahu apa yang dilakukan dan juga akibat perbuatannya walaupun tidak sesuai dengan tujuan yang dimaksud maka pelaku sudah secara sengaja melakukan perbuatan tindak pidana tersebut. Sesederhana itu saja.
Dengan pengertian kesengajaan di atas maka bisa dilihat kata niat ternyata sinonim dengan sengaja, sehingga menilai niat seseorang yang melakukan tindak pidana sama saja dengan menilai apakah orang tersebut telah sengaja melakukan tindak pidana.
KESIMPULAN
Bahwa atas uraian tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
- Unsur mens rea adalah sikap batin (kondisi jiwa) pelaku pada saat melakukan perbuatan tindak pidana.
- Niat adalah bagian dari mens rea tetapi mens rea tidak bisa ditafsirkan sebagai niat saja, karena mens rea lingkupnya lebih luas dari niat.
- Dalam sistem hukum pidana Indonesia, kesengajaan dalam tindak pidana dinilai berdasarkan pengetahuan pelaku tindak pidana mengenai apa yang dilakukan dan juga akibat dari perbuatannya tersebut walaupun akibatnya tidak sesuai dengan tujuan yang dimaksud.
- Niat dan kesengajaan mempunyai makna yang sama dalam sistem hukum pidana Indonesia.
* Advokat anggota PERADI dan Dosen Universitas Muhammadiyah Sorong
[1]Prof. Dr. Mr. Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, https://id.wikipedia.org/wiki/Moeljatno