Mohon tunggu...
denny suryadharma
denny suryadharma Mohon Tunggu... Freelancer - penjelajah rasa, merangkum dalam kata bermakna untuk dikabarkan pada dunia

lahir di bandung, suka dengan dunia kuliner, traveling dan menulis lepas.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Cinta dan Ritual Kopi Tubruk

15 Oktober 2018   19:15 Diperbarui: 15 Oktober 2018   19:20 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kopi kental malam ini membuat segalanya terasa indah, sama seperti disaat aku merindukannya dan dia hadir untuk membalas dan menuntaskan rinduku"

Angin malam berhembus dingin menuruni lembah, riang menari dan menggoyangkan pucuk pucuk dedaunan. sementara itu purnama yang baru saja terbangun, melayang perlahan berenang di langit tak berawan.

Duduk berdua beralaskan terpal tebal, tepat didepan tenda tempat kami merebahkan diri, ditemani api yang sedang rakus menikmati ranting kering untuk memberikan cahaya dan kehangatan. Tepat jam 11 malam, disaat purnama sudah penuh maka ritual kami pun siap untuk dilangsungkan. Meski ribet tapi dengan cara ini kami menjaga cinta untuk tetap membara, menyalakan tungku kasih sebagai bekal semangat menjalani hari demi hari agar tidak sunyi.

Dalam dekapan dinginnya malam, disaksikan rembulan dan disoraki binatang malam (kalo yang masih sendiri baper tuh hahahaha). Ritual itu mulai kami lalukan, meski sudah lebih dari 10 tahun, dan kulit mulai dihiasai keriput namun jemari lentiknya masih terampil untuk membuat ritual penyeduhan kopi tubruk. Ya, meski sederhana, namun aku menilai metode seduh kopi tubruk ini merupakan metode yang paling jujur untuk menilai rasa kopi dan itu menjadi moment special (dan juga cinta kami hihihi)

Metode ini terlihat mudah namun ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan untuk benar benar bisa merasakan sensasi rasa dari setiap biji kopi yang dihasilkan oleh bumi pertiwi. Meski kopi tidak pernah memilih siapa yang layak menikmatinya, namun jika kita resapi tentu ada pesan yang ingin disampaikan karena dari secangkir kopi, dari setiap cara penakarannya, secara tidak langusng merefleksikan kehidupan dari sang pembuat dan peminumnya sekaligus.

Nah dari pengalaman secara bertahun tahun menikmati kopi tubruk ini, meski kata orang ribet tapi cara ini tetap kami pertahankan untuk benar benar mendapatkan rasa asli, yaitu setelah memilih biji kopi yang diingingkan, maka langkah selanjutnya adalah

Proses Menimbang dan Giling

Aku biasa menggunakan perbandingan satu banding 15, yaitu jika aku pake 10 gram kopi maka air yang digunakan sebanyak 150 mililiter, sedangkan untuk proses penggilingannya aku lebih suka ukuran medium (seukuran gula pasir kira kira) karena dari pengalaman kalo terlalu halus maka akan terlalu matang saat penyeduhannya, dan jika terlalu kasar biasanya rasa kopi akan terlalu asam.

Usahakan menggunakan biji kopi segar

Nah, karena saat ini sudah banyak bermunculan penjual biji kopi, maka diusahakan untuk mendapatkan biji kopi yang masih segar kira kira berumur 7 hari setelah proses setelah roasting. Dulu sebelum penjual kopi semarak seperti sekarang ini agak sulit untuk mendapatkannya malah sampe bela belain nitip ke temen atau sodara yang akan pergi ke daerah penghasil kopi. tapi untuk sekarang lebih mudah.

Suhu air 80 hingga 90 Derajat selsius

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun