Mohon tunggu...
denny suryadharma
denny suryadharma Mohon Tunggu... Freelancer - penjelajah rasa, merangkum dalam kata bermakna untuk dikabarkan pada dunia

lahir di bandung, suka dengan dunia kuliner, traveling dan menulis lepas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Industri Penggorengan Raksasa Asal "Gang Dag Deg Dog" Bandung Tembus Pasar Luar Negeri

3 Maret 2018   21:57 Diperbarui: 4 Maret 2018   15:59 1960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beradunya palu mengenai plat yang sedang dibentuk, menjadi sambutan pertama kali saat memasuki sebuah gang padat pemukiman penduduk di wilayah Cibuntu, Holis Kota Bandung. Sejumlah drum bekas dan lempengan plat besi serta alumunium teronggok di sudut sudut wilayah itu.

Gang dagdegdog biasanya masyarakat sekitar menyebutnya gang tersebut, suaranya sangat khas sekali dan memenuhi atmosfer di wilayah itu mulai pukul 8 pagi hingga pukul tiga sore. Jika kita masuk lebih dalam maka akan nampak sejumlah pekerja yang sedang melakukan aktivitasnya seperti memotong dan membentuk plat dengan sejumlah perkakas dan bunyinya dak dek dok, berirama dan berulang setiap harinya. Oleh karena itulah salah seorang warga mengatakan gang ini dinamakan gang dag deg dog.

Sejumlah peralatan mulai dari peralatan dapur seperti penggorengan (wajan), serok, dandang, buleng (panci besar) hingga pemanggang ada di sini. Selain itu, ada juga sejumlah perkakas, ventilator  hingga kubah masjid bisa dipesan di wilayah ini.

Sebuah penggorengan atau wajan berukuran besar  menarik perhariaku, karena baru kali ini melihat sebuah penggorengan sebesar ini, jika di ukur diameternya mencapai 2 meter. Selain berwarna abu tua disini ada juga penggorengan dengan warna kuning emas dan hitam.

Sejenak, aku berhenti dan masuk ke dalam sebuah toko yang penuh dengan peralatan dapur dan sejumlah peralatan rumah tangga lainnya. Sang pemilik toko, Ariel, dengan ramah menyambut serta menerangkan usaha yang telah di tekuninya sejak tahun 2000 itu. Uniknya, Pak Ariel ini sebelumnya bekerja disejumlah perusahaan di Jakarta dan akhirnya memutuskan untuk berwirausaha dengan mendirikan home industry alat-alat pembuatan kerupuk, tempe, tahu, katel, kuali, buleng, serol, oven dan semua barang-barang yang terbuat dari logam baik untuk keperluan rumah tangga maupun industri.

"Untuk yang paling kecil ukurannya 35 cm dan paling besar ada yang hingga 102 cm" ungkap Ariel pemilik home industryHolis Jaya Katel, mengawali perbincangan di suatu sore itu.

Selain untuk keperluan rumah tangga, penggorengan atau kuali alias wajan ini ternyata ukurannya berbeda-beda  dan disesuaikan dengan kebutuhan, misalnya untuk keperluan rumah makan atau restoran ukurannya beragam mulai dari 35 cm hingga 50 cm, sedangkan untuk perusahaan catering diatas 50 cm hingga 80 cm dan ada juga dengan ukuran jumbo untuk pabrikan dengan ukuran 80 cm hingga 120 cm.

Untuk bahan bakunya sendiri, juga beragam mulai dari stainless, plat baja biasa, kuningan dan almunium, dan untuk bahan baku tidak sembarangan selalu menggunakan plat baja baru, namun untuk desain interior bisa menggunakan plat baja limbah industri untuk menghindari karat.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Di ekspor hingga ke luar negeri

Produk home industry Holis Jaya Katel ini khususnya wajan ternyata diminati oleh pasar luar negeri. Produknya sudah di ekspor ke negara Pakistan dan India. Sedangkan untuk pasar domestik produknya sudah menyebar hampir di seluruh wilayah indonesia, bahkan produk berupa loyang di pergunakan oleh PT Freeport di Papua untuk mengayak emas saat proses penambangan di sana.

Aku sendiri tidak menyangka ternyata, produk UMKM dari daerah Cibuntu ini sudah menyebar ke segala penjuru mata angin, dan masih dalam satu kawasan Cibuntu selain sentra industri logam ada juga sentra industri tahu Cibuntu, di mana peralatannya dipasok juga dari sentra industri logam ini, sehingga menimbulkan simbiosis mutualisme karena tidak harus mencari peralatan jauh jauh cukup melangkah beberapa meter saja di sana ada UMKM yang bisa memenuhi kebutuhan peralatan pabrik tahu Cibuntu yang memang sudah dijadikan sebagai salah satu sentra industri di Kota Bandung selain sentra kaos Suci, sentra sepatu Cibaduyut, sentra boneka Sukamaju Sukajadi, dan sentra rajut Binong Jati.

Selain untuk peralatan rumah tangga dan pabrikan, home industry milik Pak Ariel juga membuat sejumlah barang pesanan untuk interior seperti wajan dengan ukuran besar, bahkan salah satunya menjadi pot tanaman penghias Kota Bandung.

Harapan Menjadi Kawasan Terpadu

Di wilayah Cibuntu ini, sebenarnya ada tiga jenis usaha mikro kecil dan menengah, yaitu home industry pembuatan boneka, home industry logam dan sentra tahu Cibuntu. Jika wilayah itu ditata menjadi suatu kawasan terpadu, misalnya menjadi salah satu tempat wisata edukasi tentunya hal itu bisa menjadi nilai tambah dari kawasan tersebut sekaligus meningkatkat kesejahteraan bagi masyarakat sekitar.

Anak-anak sekolah bisa mengunjungi kawasan itu dan belajar membuat boneka, melihat proses pembuatan tahu dan tempe, atau melihat pembuatan peralatan rumah tangga yang selama ini mungkin belum pernah mereka lihat sebelumnya. Selain itu, jika kawasan tersebut sudah di tata menjadi lebih rapi dilengkapi dengan tempat kuliner yang terbuat dari tahu dan tempe, saya kira akan menjadi suatu daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Apalagi kawasan ini berdekatan dengan sentra kain Cigondewah yang sudah lebih tertata dengan baik, di mana tidak kurang dari ratusan orang setiap harinya berbelanja kain di kawasan itu.

Teringat pembicaraan santai dengan degan seorang pengusaha muda asal Kota Bandung, Chaerul Yaqin Hidayat atau biasa disapa Kang Ruli, saat berdiskusi tentang industri kreatif dan UMKM di  Bandung, Ruli berpandangan sudah saatnya industri kreatif di Bandung bisa lebih berkembang, misalnya industri boneka di kawasan Cibuntu Bandung ini untuk membuat suatu terobosan, misalnya membuat satu tokoh yang bisa menjadi legenda. Karena dari informasi yang didapat, maskot Suruli pada PON Jabar  XIX 2016 lalu juga di produksi dikawasan ini.

Namun, tentunya hal ini bisa terwujud jika ada kerja sama yang baik dari semua pihak termasuk dari pemerintah Kota Bandung, agar bisa mewujudkan harmonisasi dan bisa memberikan kebahagian untuk semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun