Pagar pembatas tersebut disinyalir menjadi penghambar para suporter dalam mengekspresikan aksi mereka dalam mendukung tim, sehingga mereka lebih memilih kisruh. Dan benar saja, 20 tahun mendatang, Inggris telah memiliki liga terbaik dengan suporter terbaik pula hingga saat ini.
 Baca: Pengaruh Tragedi Heysel pada Proses Pendewasaan Suporter Inggris
Kita memang tidak bisa serta merta menyamakan situasi Indonesia dengan Inggris. Namun apa yang bisa kita pelajari adalah: Inggris berani menunjuk diri sendiri. Mereka mengaku salah dan mereka memperbaiki kesalahan tersebut.
Saya berharap persepakbolaan kita bisa juga menunjuk diri sendiri agar lebih fokus pada solusi, bukan caci-maki. Hal tersebut juga berlaku untuk suporter kita.
Bagi saya, suporter Indonesia tetaplah yang terbaik dalam urusan mendukung timnas. Namun yang perlu diingat adalah kita harus realistis dan rasional dalam mendukung tim kita.
Soekarno pernah mengatakan, "Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau jatuh di antara bintang-bintang". Jadi tetaplah dukunglah timnas-mu agar Garuda kita dapat terbang setinggi langit.
NB: Itu hanyalah perumpamaan, yes. Ekpektasi setinggi langit juga harus dibarengi dengan pengembangan pula yang jadi bintang-bintang penopangnya. Ealah, dasar rambut kribo David Luiz!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H