Kesehatan yang prima tentunya menjadi dambaan bagi setiap orang diseluruh dunia. Bagaimana tidak? Produktivitas manusia biasanya ditentukan ketika seseorang memiliki kondisi yang tidak rentan terhadap suatu penyakit. Namun faktanya tidak ada seorang pun yang bebas dari hal ini. Organisme tak kasat mata seperti bakteri terus mendominasi setiap wilayah dimana tempat manusia tinggal. Ketika bakteri berhasil melakukan invasi kedalam tubuh disertai dengan imunitas yang rendah, disanalah gejala penyakit muncul dengan efek yang bervariasi mulai dari gejala ringan sampai gejala akut yang berdampak pada kematian.
Tentunya kita semua tahu bahwa myocardial infarction (serangan jantung) merupakan kasus penyakit yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Jantung adalah pusat dimana darah yang membawa oksigen akan dipompa keseluruh tubuh sehingga organ didalam tubuh dapat berkoordinasi satu sama lain untuk menjalankan fungsinya yang spesifik. Apabila jantung mengalami permasalahan maka sistem didalam tubuh akan terganggu hingga akhirnya terjadilah resiko kematian yang besar dan sulit untuk diprediksi bagi manusia. Banyak yang mengira bahwa resiko penyakit jantung hanya terjadi apabila seseorang mengalami obesitas karena jaringan lemak yang menumpuk pada pembuluh kapiler menjadikan aliran darah menjadi tidak lancar. Secara garis besar, hal tersebut tidak sepenuhnya salah, namun tidak juga sepenuhnya benar karena orang dengan kondisi normal pun memiliki resiko tersebut akibat paparan suatu bakteri.
Didalam dunia biologis, Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen yang diketahui sebagai salah satu penyebab resiko penyakit jantung. Hal ini terjadi karena S.aureus memiliki kemampuan untuk membentuk biofilm yang disebabkan oleh pemanfaatan benang fibrin. Sebelum membahas lebih jauh, alangkah baiknya apabila topik ini dibahas secara step-by-step dimulai dari pengenalan dan mekanisme dari istilah tersebut.
Biofilm dan Mekanismenya
Bagi masyarakat awam, mungkin akan terdengar asing ketika mendengar istilah biofilm. Ya, hal tersebut bukanlah suatu hal terkait dokumentasi dibidang digital melainkan respon dari bakteri terhadap suatu permukaan dengan lingkungan yang dianggap kondusif. Faktor penentu seperti temperatur, kelembapan, dan pH yang optimal menjadikan bakteri akan menetap dan bereplikasi. Tidak berhenti sampai disitu, uniknya pada fase ini bakteri yang telah membentuk koloni nantinya akan berbagi nutrisi untuk bisa saling bertahan hidup dan mengekspresikan semacam tembok pertahanan (barrier) agar tidak mudah terlepas dari suatu permukaan. Barrier yang dimiliki nantinya menjadikan bakteri membentuk formasi yang kuat bahkan sulit untuk didegradasi oleh agen antibiotik sekalipun.
Pada Gambar 1, dapat terlihat bahwa biofilm pada bakteri terjadi dalam beberapa tahapan. Namun proses ini dapat disimplifikasi menjadi tiga tahap utama yaitu attachment, cell-to-cell adhesion, dan detachment (Ghannoum et al, 2015).Â
a. Attachment:Â
Sesuai namanya, attachment merupakan tahap awal terjadinya pembentukan biofilm. Pada kondisi ini, planktonic cell akan menerima sinyal spesifik dari lingkungan yang menstimulasi sel bakteri untuk melekat pada suatu permukaan tertentu. Planktonic cell merupakan suatu istilah yang digunakan untuk free-living bacteria karena kemampuan motilitas (kemampuan bergerak melalui mikrovili atau flagella) yang dimiliki. Setelah itu, kumpulan dari planktonic cell yang melekat pada permukaan akan membentuk suatu formasi pada titik tertentu disuatu permukaan dan menjadikan pergerakan sel bakteri menjadi terbatas.
b. Cell-to-cell Adhesion
Ditengah kondisi yang terbatas serta persaingan nutrisi yang terjadi disuatu lingkungan, populasi bakteri akan melakukan suatu tindakan preventif yang dikenal sebagai quorum sensing. Istilah ini diketahui sebagai komunikasi antar sel untuk berbagi nutrisi sekaligus mengekspresikan material dalam pembentukan biofilm. PIA (Polysaccharide Intercellular Adhesin) merupakan salah satu agen pembentuk biofilm berupa gula kompleks. Gula ini akan menyelimuti seluruh permukaan populasi bakteri agar material asing seperti antibiotik tidak dapat menembus lapisan tersebut.
c. Detachment