Miris. Itu satu kata yang bisa saya gambarkan bagaimana rasanya membaca berita “Freeport kembali boleh ekspor tanpa harus memberikan uang jaminan sebesar $530Juta”. Bagaimana mungkin pemerintah bisa dengan mudahnya mengubah aturan yang sudah dibuatnya, plin plan!
Sejak pertengahan 2014 Freeport mendapatkan Surat Persetujuan Ekspor (SPE) 6 bulanan, untuk periode sekarang, ijin ekspor habis pada 28 Januari lalu, SPE diberikan sebagai ‘barter’ karena Freeport berencana membangun pabrik pengolahan dan pemurniaan (smelter) tembaga, SPE akan diberikan dengan melihat progress perkembangan pembangunan pabrik smelter per 6 bulan sekali. Untuk periode 28 Juli 2015-28 Januari 2016 ini hasil kajian Tim Teknis menyatakan progress yang ada tidak memenuhi target, sehingga Tim Teknis menyatakan ijin ekspor tidak boleh diberikan!
Menindaklanjuti kajian Tim Teknis, harusnya langkah pemerintah adalah tidak memberikan ijin ekspor, namun sayang, kemudian pemerintah melalui Press Conference menyatakn Freeport bisa kembali ekspor dengan 2 syarat :
1. Harus tetap membayar bea keluar sebesar 5%
2. Harus memberikan uang jaminan sebesar $530Juta
Syarat pertama mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan, syarat kedua mengacu pada biaya yang harusnya sudah dikeluarkan Freeport dalam progress pembangunan pabrik smelter.
Freeport beberapa hari sama sekali tidak menanggapi apa yang disampaikan pemerintah, secara informal mereka menyampaikan keberatan dengan uang jaminan sebesar $530Juta tersebut.
Dirjen Minerba tidak surut dan dengan tegas ia mengatakan
”Syarat jaminan uang itu sudah sesuai dengan prinsip negosiasi progres pembangunan smelter dan selisihnya harus dibayar. Tidak bisa ditawar” tegas Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot (Sindo Online 23 Januari)
Di media lain Ia tegas mengatakan.
"Kalau mereka (Freeport) nggak mau setor, ya kita nggak perpanjang," ujarnya mengancam (viva.co.id 27 Januari)