Hai, Nak, selamat ulang tahun, ya. Ayah berharap kamu bahagia.
Kamu tahu, Nak, ternyata ada orang yang serius memikirkan tentang kebahagiaan ini. Namanya Ruut Veenhoven. Ia adalah seorang profesor dari Belanda dan bapak riset kebahagiaan. Ayah juga baru tahu setelah baca buku Eric Weiner, The Geography of Bliss.
Veenhoven ini membuat basis data tentang kebahagiaan di dunia yang disebut World Database of Happiness (WDH). Dari sinilah Weiner mencoba menelusuri bagian-bagian dunia mana saja yang masuk kategori bahagia. Eric berkeliling dunia, tepatnya berkeliling ke sepuluh negara di dunia untuk menguji temuan Veenhoven.
Nak, sayangku, ayah sudah bilang ke Eric supaya kamu boleh ikut keliling ke sepuluh negara itu, ya...anggap saja ini hadiah kecil dari ayah di ulang tahunmu. Â Â
Pertama-tama kita ke Belanda. Negara yang pernah begitu lama berkuasa di nusantara kita ini secara konsisten mendapat skor tinggi pada skala kebahagiaan dalam WDH. Apakah Belanda konsisten bahagia sejak menjadi tuan di negeri kita berabad-abad lalu? Betapa pun, Belanda juga pernah menderita di bawah Nazi Jerman. Eric tidak memberitahu kita sejak kapan persismya Belanda secara konsisten menempati peringkat di dekat puncak piramida kebahagiaan.Â
Kenapa Belanda begitu bahagia? "Pertama-tama," kata Eric "orang Belanda adalah orang Eropa, dan itu berarti mereka tidak perlu khawatir kehilangan asuransi kesehatan ataupun pekerjaan mereka. Negara telah mengurus mereka. Dan satu lagi, toleransi. Orang Belanda menoleransi apa saja, bahkan ketidaktoleransian. Riset Veenhoven menunjukkan bahwa orang yang toleran cenderung bahagia."
Di Belanda ada kedai-kedai kopi yang menurut Eric bukan benar-benar merupakan kedai kopi, tapi kedai remang-remang yang menyediakan narkoba ringan, mariyuana, dan ganja. Ya, narkoba memang menjadi salah satu yang dilegalkan dan ditoleransi di Belanda, selain prostitusi dan bersepeda.
Ah, sepertinya kita tidak perlu masuk ke kedai remang-remang narkoba itu, ya, Nak. Ayah lebih memilih melanjutkan perjalanan. Cukup tahu saja. Eric sendiri mengkritik toleransi Belanda. "Toleransi itu sangat bagus, tetapi toleransi (dengan suasana yang begitu banyak kelonggaran) dapat dengan mudah bergeser ke ketidakpedulian." Ayah bahkan tidak terlalu yakin orang Belanda benar-benar bahagia.Â
Kita tinggalkan Belanda. Siap-siap, kita ke satu negara Eropa lain yang berlimpah cokelat. Ya, Swiss. Nak, kamu mesti mencicip cokelat Swiss langsung dari pabriknya. Â
Apakah Swiss lebih bahagia dibanding Belanda? Tingkat kebahagiaan Swiss hampir nomor satu, seperti Belanda. Agaknya itu wajar saja. Menurut Eric, selain kaya, Swiss juga negara yang efisien dan tepat waktu. Di Swiss nyaris tidak ada pengangguran, udaranya bersih, dan jalan-jalannya juga nyaris tidak bernoda. Apakah hanya itu? Apa yang membuat Swiss begitu bahagia? Orang Swiss menyadari sesuatu: "Lebih baik hidup di rentang tengah daripada terus menerus berayun dari titik tertinggi dan titik terendah." Barangkali itu artinya orang Swiss lebih suka menikmati apa yang ada. Dalam bahasa lainnya, ada ya bersyukur, nggak ada ya selow. Hehehe...
Kenyataannya, hidup di rentang tengah menjadikan orang Swiss berada di situasi yang konsisten stabil dan kondusif. Eric menyebutnya dengan istilah conjoyment, yang menggambarkan semua jenis situasi  di mana kita merasa bergembira tetapi sekaligus tenang.