Untuk isu "Puisi Esai sebagai Pembaruan Demokratisasi Sastra," Agus R. Sarjono mengemukakan bahwa puisi esai membawa pembaruan signifikan dalam demokratisasi sastra Indonesia.Â
Ia menyoroti bagaimana genre ini membuka partisipasi lebih luas, memungkinkan aktivis, akademisi, dan masyarakat umum---yang sebelumnya merasa terasing dari dunia puisi---untuk berkontribusi.Â
Hal ini menjadikan puisi esai tidak hanya alat ekspresi bagi penyair profesional tetapi juga medium yang menghubungkan sastra dengan komunitas sosial yang lebih luas, menantang dominasi puisi liris yang cenderung eksklusif .
Sedangkan dalam esai bertajuk Percobaan Seorang Ilmuwan Sosial, Jamal D. Rahman memuji kemampuan puisi esai untuk menggambarkan isu-isu sosial yang konkret secara eksplisit.Â
Menurutnya, puisi esai tidak hanya sekadar karya fiksi, tetapi juga menjembatani realitas sosial melalui catatan kaki yang memperkuat fakta di balik cerita.Â
Hal ini menjadikan puisi esai alat efektif untuk menyadarkan pembaca tentang persoalan sosial yang nyata, seperti diskriminasi dan ketidakadilanÂ
Tentang "Integrasi Cerita dalam Puisi Esai, dalam pandangannya, Berthold Damshuser mengapresiasi puisi esai sebagai genre yang menghidupkan kembali narasi dalam puisi Indonesia.Â
Ia menyoroti kelebihan puisi esai dalam memadukan elemen cerita, konflik, dan tokoh, yang mengembalikan kesinambungan tradisi sastra Melayu, seperti syair dan balada, sambil tetap relevan di era modern.Â
Dengan pendekatan naratifnya, puisi esai memperkaya perkembangan sastra Indonesia yang sebelumnya didominasi oleh gaya liris .
Ketiga opini ini mencerminkan bagaimana puisi esai memberikan kontribusi yang mendalam dalam inovasi bentuk sastra, pelibatan sosial, dan fungsi naratifnya dalam dunia sastra modern.
Buku keempat dalam seri Angkatan Puisi Esai cukup memberikan argumen sisi unik dan beda dari puisi esai.