Dalam perjuangannya mengumpulkan sisa-sisa kehidupan kota, tragedi menimpa: anak bungsunya, Mawar, meninggal dunia.Â
Atmo harus menghadapi kenyataan pahit membawa jenazah anaknya dengan gerobak karena tak mampu membayar biaya pemakaman.Â
Narasi yang penuh kesedihan ini menggambarkan realitas kaum miskin kota, yang terpinggirkan di tengah gemerlap ibu kota.Â
Kematian Mawar menjadi simbol keputusasaan, tetapi juga keheningan yang mendalam tentang ketidakadilan sosial .
Juga puisi "Sanih, Kamu Tak Perawan!," karya Jojo Rahardjo. Puisi ini mengangkat kisah tragis Sanih, seorang santri muda yang dinikahi secara siri oleh seorang bupati, hanya untuk diceraikan empat hari kemudian.Â
Alasannya, Sanih dianggap tidak perawan, sebuah stigma yang melukai harga dirinya. Melalui sudut pandang bupati, puisi ini menelanjangi kepicikan, kemunafikan, dan misogini dalam masyarakat patriarkal.Â
Kasus Sanih tidak hanya mencerminkan pengabaian hak perempuan, tetapi juga eksploitasi kekuasaan dan budaya yang mempermalukan korban .
Ketiga puisi ini menggugah emosi dan menawarkan refleksi mendalam tentang kemanusiaan, ketidakadilan, dan kekuatan bertahan dalam penderitaan.
-000-
Tapi empat serial buku ini tak hanya berisi puisi esai, melainkan juga berisi opini pakar soal puisi esai di buku ke empat.
Ini tiga contoh opini esai itu.