Di sebuah kota di Amerika Serikat, Ani Zonneveld, seorang Muslimah dan pendiri organisasi Muslim Progresif, mengadakan perayaan Natal di rumahnya.
Ia mengundang teman-teman dari berbagai latar belakang agama untuk berkumpul, menyanyikan lagu-lagu Natal, dan berbagi hidangan.
Bagi Ani, perayaan ini bukan tentang keyakinan religius, tetapi tentang merayakan nilai-nilai universal seperti cinta dan kebersamaan.
Suasana hangat dan penuh tawa memenuhi ruangan, menunjukkan bahwa perbedaan agama tidak menghalangi persahabatan dan saling menghormati.
Kisah ini mencerminkan bagaimana perayaan Natal dapat menjadi momen inklusif yang merangkul semua orang, terlepas dari latar belakang kepercayaan mereka. Â (1)
Fenomena serupa terjadi pada bulan Ramadan. Puasa sering diikuti oleh non-Muslim yang ingin merasakan pengalaman spiritual ini.
Restoran khusus berbuka puasa dipenuhi oleh orang-orang dari berbagai latar belakang agama, menunjukkan bagaimana Ramadan telah menjadi lebih dari sekadar ibadah Islam.
Di Dubai, Gina Valbuena, seorang ekspatriat Kristen asal Filipina, memutuskan untuk berpuasa selama bulan Ramadhan.
Sebagai anggota aktif parokinya, Gina melihat puasa sebagai kesempatan untuk diet, membangun kekuatan mental, kesabaran, dan ketahanan.
Meskipun bukan seorang Muslim, ia merasakan kedamaian dan kebersamaan yang mendalam selama menjalani puasa. Pengalaman ini memberinya perspektif baru tentang pengendalian diri dan empati terhadap sesama yang berpuasa.
Kisah Gina menunjukkan bahwa nilai-nilai universal seperti disiplin dan solidaritas dapat melampaui batasan agama, menciptakan jembatan pemahaman antarumat beragama. Â (2)