Mohon tunggu...
M.Denny Elyasa
M.Denny Elyasa Mohon Tunggu... Lainnya - Analis Kebijakan dan Penulis

Analis Kebijakan pada Setwan Prov.Kep. Bangka Belitung . Aktif menulis opini dan esai khususnya mengenai kepariwisataan dan SDM.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Merajut Asa Pariwisata di Pulau Seliu

17 November 2020   17:00 Diperbarui: 7 Juli 2021   19:10 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seliu sebuah pulau yang terletak di bagian barat daya pulau Belitung masuk ke dalam Kecamatan Membalong Kabupaten Belitung, dikepalai oleh seorang kepala desa terdiri atas dua dusun yaitu Dusun Seliu I dan Dusun Seliu II dengan jumlah penduduk 1.150 jiwa. 

Dikutip dari petabelitung.com Pulau Seliu telah lama dikenal sejak jaman VOC, namanya bahkan lebih dulu dikenal dibandingkan pulau-pulau lain yang ada di sekitar pulau Belitung. Hal ini dapat dilihat dalam peta Pulau Sumatera tahun 1728, dimana dalam peta tersebut Pulau Belitung belum tergambar secara sempurna. 

Namun, hal tersebut berbeda dengan nama Pulau Seliu yang telah tercatat dan ditulis dengan nama "P.Hio of Leo". Pada peta pulau Belitung tahun 1856 nama Pulau Seliu ditulis dengan nama "P. Slioe". Gambaran Pulau Seliu memasuki abad ke-20, sudah dibuat semakin detil, hal tersebut tampak dalam peta wilayah barat Pulau Belitung tahun 1910. Dalam peta itu namanya telah ditulis "Selioe". Adapun letak pemukiman masyarakat di pulau Seliu dalam peta tersebut tampak berada di sisi timur laut, sesuai seperti yang dijumpai saat ini.

Menurut Kepala Desa Pulau Seliu - Edyar dalam facebook Pokdarwis Liu-Liu-Belitung dan didukung cerita lisan masyarakat di sana, jaman dulu Pulau Seliu terkenal dengan kopranya, bahkan saking terkenalnya kopra Seliu, disatu masa pernah menjadi pusat kopra di Indonesia, dimana semua hasil kopra sebelum dikirim ke luar terlebih dahulu melalui Seliu dulu untuk diberi "cap" kopra Seliu mirip seperti halnya brand lada Bangka yang terkenal dengan Muntok White Papernya. 

Hal itu berlangsung hingga sekitar tahun 1970an, akhir dari masa kejayaan industri kopra di Pulau Seliu yang telah memakmurkan pulau ini, bahkan saking besarnya industri kopra di Seliu dalam buku Gedenkboek Billiton 1852-1927 (1927:213) dicatat bahwa pada tahun 1925 kopra yang diekspor mencapai 2.019.000 Kg.

Belum ditemukan kajian mengenai jatuhnya industri kopra di Seliu. Namun, dari beberapa cerita lisan yang didapat penyebab runtuhnya industri kopra di Pulau Seliu antara lain disebabkan putusnya generasi penerus petani kopra, dikarenakan generasi mudanya pergi sekolah atau pun merantau ke luar desa dan tidak kembali lagi, hingga kegagalan manajemen pengelolaan koperasi kopra pada saat itu. 

Namun, satu hal yang pasti sejak redupnya industri kopra lebih dari dua puluh tahun yang lalu, masyarakat "terpaksa" mengalihkan kehidupan ekonominya dari petani kopra menjadi nelayan, dan memang pulau ini selain dianugerahi lahan yang cocok untuk perkebunan kelapa juga memiliki sumber daya laut yang kaya.

Era pariwisata Belitung

Menurut Laporan Kinerja Kementerian Pariwisata RI tahun 2019 jumlah penerimaan devisa dari sektor pariwisata diperkirakan sesuai dengan target yaitu 280 triliun rupiah terjadi peningkatan 25% lebih tinggi dari 2018 yang mencapai 229,5 triliun rupiah. Hal tersebut memperlihatkan bahwa prospek pariwisata semakin cerah.

Era booming pariwisata Belitung dimulai dengan Sail Indonesia diawali tahun 2007 dan puncaknya menjadikan Belitung bersama Wakatobi menjadi tuan rumah bersama Sail Indonesia 2011 serta meledaknya novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Mengandalkan potensi wisata alam yang memang menjadi kekuatan utama pariwisata di Belitung, Pulau Seliu pun ikut berbenah. 

Disamping memanfaatkan momentum naik daunnya industri pariwisata di Pulau Belitung, dimana sejak tahun 2020 menjadi satu dari sepuluh destinasi prioritas utama di Indonesia, mereka juga berharap dapat menikmati manisnya  industri ini, dan melalui komitmen bersama antara pemerintah desa, masyarakat khususnya yang tergabung dalam pokdarwis dan NGO yang bergerak di dunia pariwisata, maka potensi wisata yang ada di Pulau Seliu mulai digali.

Menurut data Dinas Pariwisata Kabupaten Belitung jumlah kunjungan wisatawan ke daerah tersebut tahun 2019 sebanyak 348.153 orang terdiri dari wisatawan mancanegara 19.063 orang dan wisatawan domestik 329.090 orang, jumlah ini turun 25,5% jika dibandingkan tahun 2018 yang mencapai 467.571 orang. 

Hal ini juga tergambar dari pajak dan restribusi daerah Kabupaten Belitung dari sektor pariwisata pada tahun 2019 mencapai 21,63 milyar rupiah walaupun nilainya lebih rendah dari tahun 2018 yang mencapai 22,37 milyar rupiah. Namun, itu belum termasuk investasi yang masuk ke Belitung seperti hotel dan pertumbuhan usaha pariwisata lainnya.

Mengintip potensi wisata Pulau Seliu

Pulau Seliu dapat ditempuh melalui perjalanan laut  ± 20 menit melalui Pantai Teluk Gembira. Namun, sebelumnya kita harus melalui perjalanan 61,4 Km atau lebih kurang 1 jam  perjalanan dari Kota Tanjung Pandan ke Pantai Teluk Gembira yang masih dalam satu kecamatan dengan Pulau Seliu yaitu Kecamatan Membalong. Selama perjalanan naik kapal laut itu kita telah disuguhi atraksi wisata yang menawan yaitu deburan ombak laut biru, burung camar yang terbang di atas kapal, hingga gugusan pulau disekitar Pulau Seliu.

Dalam industri pariwisata dikenal tiga konsep utama yang harus dimiliki oleh destinasi atau dikenal dengan  Konsep 3A yaitu Attraction, accessibility, dan amenity. A yang pertama Attraction (atraksi), yaitu atraksi sebagai produk utama yang ditawarkan di destinasi berkaitan dengan "what to see" dan "what to do". 

A yang kedua Accessibility (kemudahan akses), yaitu ketersediaan dan kemudahan sarana dan prasarana pendukung untuk menuju destinasi seperti jalan, transportasi dan sebagainya, dan A yang ketiga Amenity (kenyamanan), adalah yang berkaitan dengan kesiapan dan ketersediaan segala fasilitas pendukung seperti sarana akomodasi, restoran, warung makan dan minum, toilet umum, rest area, tempat parkir, dan yang tak kalah pentingnya adalah sarana ibadah yang bersih dan nyaman.

Adanya destinasi pariwisata diharapkan dapat memacu pembangunan infrastruktur pendukung, bukan kebalikannya menyiapkan infrasturuktur terlebih dahulu baru menyiapkan destinasi.

Pengembangan Daya tarik wisata yang coba untuk ditawarkan kepada wisatawan antara lain adalah Danau Purun. Menurut cerita yang beredar Danau Purun dulunya merupakan persawahan yang dibangun pada masa penjajahan Jepang dengan luas 62 Ha dengan tujuan sebagai stok logistik di masa perang, namun cerita akhir dari semua itu adalah kegagalan karena kurangnya pasokan air ke lahan tersebut. 

Potensi wisata minat khusus tersembunyi di dalamnya seiring perubahan trend wisatawan sejak terjadinya pandemi Covid-19 ke arah wisata alam, individual/berdua/dalam kelompok kecil meninggalkan mass tourism yang telah mengakar selama ini. Perjalanan dari pusat Desa Seliu 15 menit dikarenakan perjalanan harus hati-hati akses jalan yang tidak mulus lagi, selain itu harus melewati jalanan berpasir  yang dikelilingi hutan pantai yang disebut juga vegetasi litoral.

Pantai Marang Bulo. Lokasinya berada tidak jauh dari Danau Purun 10 menit perjalanan dari Danau Purun. Panjang pantai ini 2 Km, seperti pantai lainnya di Bangka Belitung Pantai Marang Bulo pun dihiasi batuan granit, selain itui pantai berpasir putih dan airnya begitu jernih, bukti bahwa pantai yang tidak dieksploitasi oleh tambah timah laut baik legal maupun ilegal terjaga kondisinya, sangat berbeda bila dibandingkan dengan pantai yang ada di Pulau Bangka yang keindahannya tertutupi oleh kapal isap maupun ponton TI ilegal yang berjajar sepanjang mata memandang.

dokpri
dokpri
Selain dua daya tarik wisata tersebut Pulau Seliu memiliki atraksi wisata lainnya yang tercipta dari budaya sehari -- hari kehidupan masyarakat yaitu nelayan. Memancing menggunakan sampan, diving di sekitaran pulau Seliu atau bahkan menyelam menangkap ikan dengan menembak atau mencari teripang bisa menjadi atraksi wisata. 

Membuat emping pun bisa menjadi kegiatan yang mengasyikan untuk wisatawan. Menikmati sajian makanan laut yang masih segar, disajikan menggunakan dulang atau biasa disebut dengan makan bedulang sambil kita menikmati segarnya minuman klamengo yaitu campuran gula aren, kelapa dan mangga biasanya disajikan sebagai welcome drink bagi wisatawan yang datang ke Seliu, bahkan acara memanen buah mangga  pada saat musim mangga disana karena banyaknya pohon mangga yang ditanam di depan rumah warga.

Potensi wisata yang menjanjikan bila dikelola dengan baik dan benar. Pulau Seliu menawarkan konsep desa wisata dimana konsep pariwisata perdesaan (rural tourism) memiliki ciri produk yang unik, khas serta ramah lingkungan. Konsep Desa Wisata tidak hanya bermanfaat bagi munculnya alternative wisata untuk memenuhi pergeseran minat wisatawan. (Susyanti, 2014).

Tiga komponen utama dalam membangun pariwisata daerah

Pariwisata selalu digadang-gadang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat, memiliki multiplier effect yang besar bahkan menurut Anggita Permata Yakup (2019)  bahwa pariwisata berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap pariwisata. Faktor yang mempengaruhi antara lain berasal dari pendapatan mata uang asing dan investasi internasional. Pariwisata dapat meningkatkan pendapatan devisa, menciptakan lapangan kerja, merangsang pertumbuhan industri pariwisata.

Namun, bagaimana pariwisata bisa memberi kontribusi dan manfaaat langsung   kepada masyarakat. Menurut Damanik (2019) dalam bukunya menyatakan "jika pariwisata merupakan penghasil devisa andalan dan motor penggerak ekonomi, lalu bagaimana caranya agar semua itu memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat?".

Kita semua meyakini bahwa pariwisata yang berkelanjutan dapat terjadi apabila dampaknya pada peningkatan kesejahteraan dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat, khususnya yang bermukim di sekitar destinasi.

Selama ini yang menjadi masalah adalah penguasaan lahan, seperti yang disampaikan Budi Setyawan sebagai penggiat ecotourism dan inisiator dari pembangunan resort di Danau Purun menyampaikan bahwa mayoritas lahan pesisir pantai telah dikuasai oleh investor/korporasi.

Hal tersebut sangat mengkhawatirkan ketika masyarakat kehilangan kuasa dan akses akan sumber daya yang ada di lingkungannya, maka  apabila pariwisata tidak mampu memberikan perubahan positif bagi masyarakat maka pariwisata malah akan menjadi beban dari pada keuntungan.

Dalam membangun sebuah destinasi wisata pedesaan ada tiga komponen pokok yang memiliki peran dan saling terkait yaitu pemerintah, masyarakat dan pengunjung (wisatawan). Ketiga komponen saling terkait dan memiliki kepentingan yang sama terhadap pariwisata. Bagi pemerintah pariwisata diharapkan dapat memberikan nilai ekonomi bagi daerah, bagi masyarakat pariwisata diharapkan memberikan perubahan bagi struktur ekonomi rumah tangga, dan bagi pengunjung pariwisata dapat memberikan nilai lebih dari pengalaman yang diharapkan oleh pengunjung pada saat berada di destinasi wisata.

Pemerintah baik pusat, daerah maupun pemerintahan terkecil yaitu desa harus dapat memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa pembangunan pariwisata di pedesaan akan dapat memberikan kesejahteraan. Regulasi yang dibuat pemerintah harus mampu melindungi masyarakat dari cengkeraman korporasi besar yang memiliki modal kuat. 

Penguasaan mayoritas lahan pesisir pantai di Seliu memberi gambaran pemerintah tidak mampu menjaga ruang bagi peran serta masyarakat. Ruang yang bisa dikelola oleh  masyarakat menjadi sangat kecil yaitu sebatas Danau Purun dan bagian kecil Pantai Marang Bulo.

Masyarakat telah memberikan respon positif bagi wisata di Desa Seliu semisal masyarakat bersedia menjadikan rumah mereka homestay bagi wisatawan karena keterbatasan penginapan yang dimiliki oleh Bumdes. Hal tersebut terlepas dari kekurangan fasilitas yang dimiliki oleh homestay yang dikelola masyarakat seperti kamar mandi dan toilet yang tidak standar namun, hal tersebut bisa dimaklumi karena dalam proses pembelajaran dan keterbatasan dana. 

Di sinilah peran pemerintah diharapkan dapat memberikan dukungan bagi peningkatan fasilitas pendukung. Apabila Wisatawan diharapkan mampu menjadi penggerak pariwisata di desa tersebut. Maka, kembali lagi dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat dalam mempersiapkan kebutuhan wisatawan seperti sarana angkutan, warung makan dan atraksi wisata lainnya. Hal-hal tersebut menjadi penting untuk disiapkan di Desa Seliu sebagai pusat kumpul wisatawan yang berwisata ke Pulau Seliu.

Menjadi penting pemberdayaan masyarakat lokal seperti mimpi besar dari pengelola Danau Purun untuk menjadikan resort sebagai training centre untuk melatih, mendidik masyarakat lokal khususnya pemuda pemudi yang telah memasuki usia kerja. Pada akhirnya tidak bisa dinafikan apabila salah satu tujaun utamanya adalah menciptakan tenaga terlatih yang siap bekerja di usaha pariwisata selain menciptakan entrepreneur lokal. Mengapa demikian? 

Karena tak lain agar masyarakat tidak hanya menjadi penonton di desanya sendiri sedangkan korporasi besar telah menguasai aset pulau yang ada. Kita lihat sebagai contoh bagian utara Belitung yang dikuasai investor besar, sisi lain dari dampak investasi. Maka, mau tak mau kita harus memaklumi apabila kita tidak bisa menjadi pemain utama atau paling tidak kita bisa jadi bagian dari tim yang ada. Harapannya paling tidak masyarakat masih bisa menikmati kue dari pariwisata itu sendiri sekalipun hanya remah-remahnya saja.

DAFTAR PUSTAKA :

 Billiton Maatschappij.(1927).  Gedenkboek Billiton, 1852-1927, Bagian 1. Pennsylvania State University: Nijhoff, 1927.

Damanik,Janianton.(2013). Pariwisata Indonesia Antara Peluang dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kementerian Pariwisata RI.(2020). Laporan Kinerja Kementerian Pariwisata 2019.

Susyanti, D. W. (2014). Potensi Desa melalui Pariwisata Pedesaan. Ekonomi Dan Bisnis. 1

Yusuf, Anggita P.(2019). Tesis : Pengaruh Sektor Wisata Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Surabaya .Universitas Airlangga..Diakses, . Diakses, 15 November 2020.

trawangnews facebook Diakses, 16 November 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun