Setelah menutup pintu pagar halaman rumahnya, Binsar bergegas melangkah ke arah pintu rumah. Dan.....whuuaaa...... Binsar terperenjat luar biasa mendapati Sandra sudah berdiri dibalik pintu. Kalau saja dia punya hipertensi barangkali akan berbeda cerita lanjutannya.
"Gila kau Sand...ngapain pulak berdiri dibelakang pintu....." setelah menenangkan diri, Binsar berlalu masuk tanpa menghiraukan Sandra. Dia sempat mengayun pintu yang kemudian menutup. Sandra mengekor dibelakang suaminya.
"Maaf, tadi mau bukain pintu karena dengar abang udah pulang...eeehh malah abang buka duluan pintunya....
Seperti sudah tahu kebiasaan Binsar, tudung di atas meja makan segera dibukanya. Dibalik tudung saji berwarna ungu itu, telah tersusun rapi hidangan makan malam yang cukup mengundang selera. Apalagi hidangan malam itu merupakan makanan kesukaan Binsar seperti sambel ikan campur tempe dan bayam rebus.
Binsar menarik kursi dan segera duduk. Di sebelahnya, Sandra melakukan hal yang sama. Tanpa dikomando, tidak lama setelah Sandra duduk, keduanya terlihat menyatukan kedua telapak tangan dan ....."mari kita berdoa....." ucap Binsar perlahan. Suasana hening. Hanya ucapan doa yang terdengar dari arah Binsar. Tidak lama kemudian .....amiiin, Binsar menyelesaikan doa makan malam mereka.
"Untung malam ini bisa menikmati makanan kesukaanku....kalo ndak......" Binsar menggantung ucapannya.
"Iyaaa....tahu..kan aku udah minta maap bang...." Sandra menyerahkan piring berisi nasi dan lauknya kepada Binsar.
"Jangan lagi kau ulangi ya....bisa jantungan. Kalo mau buka pintu, kasih kode kek biar aku tahu kalo kau ada di belakang...."  Ujar Binsar sambil menikmati kunyahan suapan pertamanya.
"Iyaaaa....eh, bang tadi aku ditelpon bang Ginting. Katanya dia telpon abang beberapa kali tapi ndak diangkat...." Binsar segera meraih handphone dan...ada enam panggilan masuk dari Bang Ginting Padang Bulan. "Dia cerita kalo dia sudah ndak kerja lagi..." lanjut Sandra.
"Kenapa....?"
"Terakhir kerja kan bang itu di Ramayana Pringgan bang. Sejak Maret kemarin Ramayana itu tutup permanen. Seluruh karyawan diputus kontrak. Termasuklah bang Ginting. Padahal udah lama dia kerja di situ..."
"Pernah abang denger berita kalo Ramayana Pringgan akan tutup. Nggak nyangka kalo bang Ginting kerja di situ. Kasihan juga ya Sand, apalagi di usia yang sekarang, Bang Ginting pasti sedikit sulit untuk mendapatkan pekerjaan baru..."
*****
Sejak Indonesia dilanda pandemi Covid 19, fenomena mall tutup sudah bukan hal baru lagi. Bahkan tren tersebut masih terasa pasca pandemi. Terbaru, Gerai ritel modern Transmart Star Square Manado yang telah beroperasi sejak 2017 akhirnya menyerah dengan dinamika pasar dan harus tutup per 30 Juni 2023. Gerai Transmart di Manado ini mengikuti jejak gerai Transmart lainnya yang sudah tutup permanen yaitu gerai yang terletak di Mangga Dua Square, Jakarta Utara; Kuningan, Jakarta Selatan; Permata Hijau, Jakarta Selatan; Cempaka Mas, Jakarta Pusat; Ambasador, Jakarta Selatan; Tamini Square, Jakarta Timur; dan Kepri Mall, Batam. Transmart, jaringan ritel grosir milik CT Group, merupakan ritel grosir dengan jumlah terbanyak kedua di Indonesia.
Jauh hari sebelumnya, Giant telah menutup seluruh gerainya di Indonesia hingga akhir Juli 2021 sehingga per 1 Agustus 2021, gerai Giant tidak ada lagi yang beroperasi di Indonesia.
Hal yang berbeda terjadi pada Ramayana. Walau beberapa gerainya tutup permanen termasuk Ramayana Pringgan di Kota Medan, PT. Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) termasuk perusahaan ritel yang masih bertahan. Bahkan pada Tahun 2023 yakin mampu membidik pertumbuhan penjualan kotor pada angka 3 -- 5 %. Angka realistis tersebut berpijak pada pembukuan penjualan kotor tahun 2022 lalu sebesar 4,95 trilyun rupiah.
Berita baik lainnya muncul dari PT. Matahari Department Store Tbk (LPPF) yang merencanakan membuka 12 -15 gerainya menyusul pembukaan 7 gerainya sejak awal Tahun 2023 di Bekasi, Cikarang, dua gerai di Semarang, Sleman, Balikpapan, dan Bali.
Ada apa dengan perusahaan ritel kita? Mengapa sulit bertahan pasca pandemi? Tentu pertanyaan dasar tersebut memerlukan jawaban melihat fenomena mall tutup di sejumlah wilayah. Mengapa tidak, penutupan mall memiliki korelasi erat dengan hal-hal seperti pengangguran, penerimaan daerah berupa pajak, distribusi barang dan jasa, serta pertumbuhan UKM penyangga.
Setidaknya terdapat empat penyebab utama perusahaan-perusahaan ritel menutup mall atau gerai-gerainya.
1. Berkembangnya e-commerce
Pandemi telah mengubah pola distribusi barang dan jasa di masyarakat yang mempengaruhi pola penjualan sebagai dampak pembatasan aktivitas masyarakat. Kegiataan jual-beli secara tatap muka dihindari.Â
Kondisi ini dibaca sebagai peluang bagi sebagian besar produsen dan seller. Ada ruang yang harus segera diisi untuk memenuhi kebutuhan beli masyakarat khususnya dalam hal kebutuhan pokok. Metode jual beli secara online pun mulai tumbuh dan berkembang (e-commerce). Adaptasi yang dianggap tepat untuk meneruskan usaha sekaligus wujud adopsi teknologi.
Penawaran produk mempergunakan plaftform media social sedangkan distribusi barang bekerjasama dengan perusahaan jasa pengiriman atau diantar sendiri bagi pelaku usaha kecil dan menengah. Metode penjualan dan distribusi tersebut benar-benar mewujudkan makna pembeli adalah raja. Semua dapat dilakukan dari rumah, membeli dari rumah dan menerima barangnya di rumah.
Dari sisi penjual, metode ini tidak memerlukan tempat besar selayaknya gerai atau toko untuk menawarkan produknya. Cukup dari sebuah rumah, gudang kecil, bangunan sederhana dan lainnya, si penjual dapat menawarkan produknya. Biaya sewa tempat dapat direduksi oleh si penjual. Apalagi didukung dengan transaksi keuangan non-tunai yang serba memudahkan.
2. Omset Menurun, Biaya Sewa Tinggi
Penurunan nilai omset merupakan pengaruh langsung dari menurunnya daya beli masyarakat yang di masa pandemi cenderung mengutamakan kebutuhan pokok dan mendesak. Pada tataran yang lebih kompleks, kondisi perekonomian golobal yang fluktuatif juga berimbas pada perekonomian nasional yang terkadang mejurus ke arah kelesuan.
Disisi yang berbeda, pengelola mall telah memiliki perjanjian sewa dengan produsen dan penjual yang hukumnya wajib untuk dipenuhi. Tergerusnya omset dan kewajiban membayar sewa yang setiap tahun cenderung naik menghadirkan alasan kuat bagi penjual menutup gerai atau tokonya.
3. Semakin ketatnya persaingan antar pusat perbelanjaan
Tidak bisa dipungkiri bahwa persaingan bisnis antara pusat perbelanjaan telah menjadi hal lumrah. Persaingan tersebut melahirkan sejumlah ide dan gagasan bisnis untuk menjadi yang terdepan. Salah satu ide bisnis tersebut adalah membuka minimarket-minimarket di kawasan perumahan dan apartment. Bahkan sekarang sangat mudah kita menemukan minimarket di perkantoran.
Kehadiran minimarket memudahkan para pekerja dan penghuni perumahan karena tidak perlu berjalan jauh menuju pusat perbelanjaan dalam memenuhi kebutuhan.
Membaca perilaku konsumen seolah menjadi wajib dan mengadopsinya dalam upaya ekspansi bisnis. Sebagaimana terlihat dari upaya sejumlah perusahaan dalam menghadirkan pusat-pusat perbelanjaan yang didalamnya ada kombinasi shopping, eating, recreation dan meeting. Inilah upaya penting yang perlu dilakukan dalam mempertahankan jalannya usaha.
4. Menjamurnya bisnis impor barang bekas (thrif)
Thrift merupakan istilah yang sedang hangat dibicarakan saat ini yang ditujukan untuk mendeskripsikan barang bekas atau secondhand yang masih layak pakai. Dalam kategori ini juga termasuk barang-barang sisa ekspor/impor yang tidak terjual dan kembali dijual dengan harga miring.
Harganya yang murah dan labelnya yang branded merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Hanya membutuhkan kejelian untuk memilih barang.
Kehadiran bisnis barang bekas ini sangat mengganggu industri kita. Sampai Presiden Joko Widodo dengan tegas mengatakan agar bisnis impor thrift  ini segera ditelusuri dan ditindak.
5. Perubahan pola jual
Barangkali yang faktor terakhir adalah perubahan pola jual yang mana selama ini rantai penjualan barang bisa beberapa tingkat hingga ke konsumen namun sejak pandemi rantai pasok banyak yang berubah dikarenakan produsen langsung menjadi penjual. Masyarakat dapat memperoleh barang yang diinginkannya langsung dari produsen atau pada pengusaha grosir tingkat pertama.
Diperlukan kemampuan membaca pasar dan perilakunya untuk bisa bertahan. Hal ini juga harus dikombinasikan dengan inovasi dan kreatifitas dalam mengembangkan usaha. Jika tidak, maka usaha akan "mati segan hidup tak mau".
*****
Di atas piring, masih tersisa sepotong pisang goreng renyah buatan Sandra sore tadi. Kopi hitam disampingnya tinggal setengah gelas. Jarum pendek jam dinding mendekati angka 10. Keduanya masih asyik didepan TV.
"Coba kalo abang yang kek si Gu Won, abang bisa bantu Bang Ginting..." ujar Sandra.
"Bukan hanya Bang Ginting, Sand...keluargamu di kampung juga akan kukasih kerja...." sahut Binsar.
"Eeeeehhh...kok keluargaku kali abang bilang, nepotisme itu bang..." sambil memandang Binsar dengan kening berkerut.
"Iya-iya...kita cari orang lain aja nanti..." Binsar memungut pisang goreng terakhir. "Biar aku nikah dulu sama si Cheon Sa-rang...."
"Ups...ndak boleh bang...."
"Kenapa? Gu Won nya kan aku...."
"Pokoknya ndak boleh...." Sandra merengut.
"Lha...gak bisa aku bantu nanti Bang Ginting..." Binsar nggak mau kalah sambil menguyah pisang gorengnya.
"Abaaaaaannggggggggg....." Sandra memeluk erat Binsar....
Episode ke 16 King The Land mereka selesaikan malam itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H