Membaca perilaku konsumen seolah menjadi wajib dan mengadopsinya dalam upaya ekspansi bisnis. Sebagaimana terlihat dari upaya sejumlah perusahaan dalam menghadirkan pusat-pusat perbelanjaan yang didalamnya ada kombinasi shopping, eating, recreation dan meeting. Inilah upaya penting yang perlu dilakukan dalam mempertahankan jalannya usaha.
4. Menjamurnya bisnis impor barang bekas (thrif)
Thrift merupakan istilah yang sedang hangat dibicarakan saat ini yang ditujukan untuk mendeskripsikan barang bekas atau secondhand yang masih layak pakai. Dalam kategori ini juga termasuk barang-barang sisa ekspor/impor yang tidak terjual dan kembali dijual dengan harga miring.
Harganya yang murah dan labelnya yang branded merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Hanya membutuhkan kejelian untuk memilih barang.
Kehadiran bisnis barang bekas ini sangat mengganggu industri kita. Sampai Presiden Joko Widodo dengan tegas mengatakan agar bisnis impor thrift  ini segera ditelusuri dan ditindak.
5. Perubahan pola jual
Barangkali yang faktor terakhir adalah perubahan pola jual yang mana selama ini rantai penjualan barang bisa beberapa tingkat hingga ke konsumen namun sejak pandemi rantai pasok banyak yang berubah dikarenakan produsen langsung menjadi penjual. Masyarakat dapat memperoleh barang yang diinginkannya langsung dari produsen atau pada pengusaha grosir tingkat pertama.
Diperlukan kemampuan membaca pasar dan perilakunya untuk bisa bertahan. Hal ini juga harus dikombinasikan dengan inovasi dan kreatifitas dalam mengembangkan usaha. Jika tidak, maka usaha akan "mati segan hidup tak mau".
*****
Di atas piring, masih tersisa sepotong pisang goreng renyah buatan Sandra sore tadi. Kopi hitam disampingnya tinggal setengah gelas. Jarum pendek jam dinding mendekati angka 10. Keduanya masih asyik didepan TV.
"Coba kalo abang yang kek si Gu Won, abang bisa bantu Bang Ginting..." ujar Sandra.