Ajaran Marx mengenai agama menegaskan posisi komunisme sebagai ajaran atheisme, anti agama. Sudah barang tentu paham ini kemudian ditentang oleh banyak negara-negara yang memberi ruang dan pengakuan memeluk agama dan kepercayaan bagi masyarakatnya. Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, ajaran komunisme dilarang. Sila pertama dari Pancasila sebagai ideologi, dasar negara dan pandangan hidup bangsa, "Ketuhanan Yang Maha Esa", menitahkan arti bahwa Indonesia merupakan negara yang memegang teguh kepercayaan kepada Tuhan  Yang Maha Esa dan melindungi penduduk dalam memeluk dan melaksanakan ajran agama dan kercayaannya masing-masing.Â
Pasca G30S/PKI, hal ini lebih dijelaskan dalam TAP XXV/MPRS/1966 Tentang Pembubaran PKI, Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang Di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi PKI Dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
Tentang Aidit yang muslim dan Amir yang kristen, kita patut mencermati apa yang dikatakan Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka dan dimuat dalam majalah Gema Islam No. 32 Tahun II, 15 Mei 1963. Menurut Hamka, jika ada penganut komunis yang masih sholat atau sembahyang maka komunisnya belum baik dan matang. Bisa jadi mereka sholat agar citra mereka tidak dianggap atheis sehingga mendapat simpati orang. Jika ada orang Islam yang masuk komunis maka Islamnya juga belum baik dan matang. Lanjut Hamka, lebih baik dipertegas saja, mau jadi komunis sekalian atau Islam yang kaffah.Â
Dalam penjelasannya, Hamka menyebut bahwa komunisme itu atheis. Dia mengutip pernyataan Chou En-lai (PM RRC) saat menghadiri suatu konferensi di Bandung, yang mengatakan "Kami orang Komunis adalah orang-orang Atheis."
Hamka juga mengajak untuk melihat praktik-praktik penindasan agama di negara-negara komunis. Secara blak-blakan, Taufik Ismail malah pernah menulis dalam bukunya berjudul "Tiga Dusta Raksasa Palu Arit Indonesia" sebuah kalimat deskripsi "Partai Marxis-Leninis-Stalinis-Maois (Partai Komunis) Sedunia Selama 74 tahun (1917-1991) membantai 120 juta manusia di 76 negara. Sehingga rata-rata 1.621.621 orang setahun, 135.135 orang sebulan, 4.504 orang perhari, 187,6 orang perjam, 3 orang permenit, 20 detik perorang. Selama 74 tahun di 76 negara."
Pada akhirnya, kita sudah mengetahui bagaimana kehidupan kedua pentolan PKI, Amir dan Aidit mengalami nasib yang tragis, meregang nyawa diujung bedil. Pemberontakan Madiun 1948 dan Gerakan 30 September 1965, menjadi titik nadir perjalanan hidup keduanya. Pancasila membuktikan kesaktiannya yang meniadakan ruang bagi komunisme di Negara kita tercinta. Kesaktian Pancasila tidak pernah diragukan lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H