Peretas anonim bernama Bjorka menjadi pemberitaan media nasional. Bahkan trending mengalahkan pemberitaan demo mahasiswa atas kebijakan kenaikan BBM yang masih berlanjut. Aksi Bjorka juga mendapat perhatian serius dari Presiden Joko Widodo yang sampai membentuk Tim Khusus sebagai counter attack terhadap serangan siber yang diterima situs-situs instansi pemerintah belakangan ini.
"Perlu ada emergency response team terkait untuk menjaga data, tata kelola data, yang baik di Indonesia dan untuk menjaga kepercayaan publik," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Jhonny G. Plate, Senin 12 September 2022, ketika awak media menanyakan hal itu kepadanya.
Respon Joko Widodo terlihat berbanding terbalik dengan tanggapan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Sekretariat Negara beberapa hari yang lalu terhadap isu bocornya surat dan dokumen BIN berkategori rahasia dan diunggah di breached.to. Juru Bicara BIN Wawan Hari Purwanto mengatakan peretasan terhadap dokumen BIN hoaks. Seperti sedang membaca buku yang sama, Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono juga mengatakan hal senada, membantah terjadinya serangan hacker yang mengakibatkan kebocoran data surat dan dokumen Presiden Joko Widodo. Bisa saja saat itu Wawan dan Heru mencoba diplomatis menenangkan publik selagi tim masing-masing dalam senyap dan sepi serta tanpa pemberitaan berjibaku menahan serangan hacker.
Bjorka mungkin saja hanya nama samaran yang dipakai seorang hacker untuk menyembunyikan identitas aslinya. Dia berselancar di dunia maya, menemukan ruang-ruang yang dapat dimanfaatkan membangun image dan profil tersendiri sehingga dikenali publik. Kebetulan Bjorka memiliki keahlian lebih untuk bisa menembus pengaman siber yang dibangun oleh lembaga-lembaga pengelola situs-situs pemerintah. Orang-orang berkeahlian hebat ini bukan hanya Bjorka seorang, percayalah ada ribuan bahkan jutaan diseluruh dunia. Hanya saja, Bjorka mungkin sedang 'bersenang-senang' di Indonesia. Perhatikan cuitannya pada 10 September 2022:
"I just wanted to point out how easy it is for me to get into various doors due to a terrible data protection policy. Primarily if it is managed by the government. I have a good Indonesian friend in Warsawa, and he told me a lot about how messed up Indonesia is. I did this for him."
Kalimat tersebut memperlihatkan bahwa begitu mudahnya menembus perimeter pengaman siber di Indonesia yang menurutnya disebabkan kebijakan perlindungan data yang buruk apalagi jika hal tersebut dikelola oleh pemerintah. Terdengar mengejek, tetapi kita juga tidak begitu saja cuek dan berlalu atas cuitan itu. Ingat, Indonesia telah berkali-kali mendapat serangan para hacker yang menembus situs-situs pemerintah dengan mudah. Jangan terkejut jika kominfo.go.id pernah memberitakan bahwa Indonesia mendapat 1,225 miliar serangan siber setiap harinya.
Serangan hacker Bjorka telah menimbulkan kehebohan tersendiri karena menyangkut data pribadi dan dokumen rahasia Presiden Joko Widodo, Ketua DPR Puan Maharani, Menteri Luhut, Menteri Mahfud MD, Menteri Erick Thohir sampai data pegiat media sosial Denny Siregar dan Abu Janda alias Permadi Arya. Ada juga data terkait pembunuhan aktivis HAM Munir yang melibatkan nama Muchdi PR. Nah, apa gak heboh dari Mianggas sampai Pulau Rote?
Apa yang dilakukan hacker Bjorka berhasil menstimulus munculnya isu pelengseran Jhonny G. Plate dari kursi Menteri Kominfo. Kementerian yang seharusnya dinakhodai seseorang yang berlatar belakang Information Technology (IT) atau paling tidak memiliki dunia IT. Kementerian yang sebagian besar tugasnya seperti tidak ada apa-apanya akibat serangan Bjorka. Menariknya, diberitakan juga bahwa kebocoran data yang mencapai 1,3 miliar data diklaim yang terbesar di Asia.
Barangkali inilah yang membuat Presiden sampai turut campur tangan memberi instruksi langsung menghadapi fenomena Bjorka dan lainnya. Seharusnya, perlindungan data pribadi merupakan domain pemerintah. Jika Indonesia punya batasan teritorial dari sisi daratan, lautan dan udara dengan negara lain maka secara siber atau cyberspace kita juga harus memiliki batasannya sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dijaga dan dipertahankan. Cyber war akan menjadi lahan perang baru di masa depan untuk melumpuhkan negara lain.
Kehadiran Bjorka dalam jagat maya kita dapat menjadi pemantik percepatan Kementerian Kominfo untuk menindaklanjuti semua amanah yang tercantum dalam UU Perlindungan Data Pribadi yang baru disahkan 7 September 2022.
Sikap Polri juga ditunggu mengingat peretasan data masuk dalam ranah pelanggaran hukum sebagaimana dimaksud dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "Polisi masih menunggu laporan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan (peretasan data)," ujar Irjen Pol. Dedi Prasetyo, Kadiv Humas Polri, kepada wartawan kemarin, 12 September 2022, menanggapi hebohnya peretasan data oleh Bjorka.
Reaksi berbeda disampaikan Mahfud MD yang data pribadinya ikut diretas. Melalui akun twitternya, Mahfud mencuit "Banyak yang japri saya bahwa data pribadi saya dibocorkan oleh bjorka hacker. Saya tak ambil pusing dan tak ingin tahu. Sebab data pribadi saya bukan rahasia. Bisa diambil dan dilihat di Wikipedia (Google), di sampul belakang buku2 saya, di LHKPN KPK. Data pribadi saya terbuka, tak perlu dibocorkan." Ada benarnya juga.
Walaupun demikian, kita memerlukan kerjasama antar lembaga dan institusi negara pun personal terkait untuk membangun sistem pertahanan cyber yang baik dan mumpuni. Bukan berjalan sendiri-sendiri. Kita tidak kekurangan pakar IT dan cyber. Yang hacker sekalipun Indonesia juga punya. Kerjasama yang baik pasti akan menghasilkan hasil yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H