"Alhamdullilahsemoga saya bisa hadir ya", ucap saya pada Siti
"Alhamdullilah, Puji Tuhan Dennise...", ucap Siti memperjelas seraya menyunggingkan senyum
"Eh iya ya. Sama sajalah! Alhamdullilah, Puji Tuhan bagiku itu maknanya sama.Iya'kan say.Tidak perlu untuk diperdebatkan!", ucapku pada  sahabat kecilkuÂ
Siti adalah putri Betawi anak pak Haji Harun. Kami bersahabat lebih dari 40 tahun. Saya orang Batak,Nasrani, yang numpang lahir ditanah Batak namun dibesarkan di lingkungan Betawi sejak usia 1 tahun. Saya ingat waktu itu di lingkungan tempat tinggal mayoritas muslim dan Betawi. Hanya ada 2 keluarga yang nasrani, orangtua saya dan tante Ambon beserta keluarga. Namun jangan tanya kerukunan beragamanya yang luar biasa. Setiapkali Lebaran tetangga Betawi antarin makanan ke rumah kami seperti ketupat, semur dan dodol Betawi dan tak lupa kami sekeluarga mengucapkan Selamat Lebaran Mohon Maaf Lahir dan Bathin
Begitupun ketika Natalan saya mengantarkan bingkisan Natal berupa kue dan mereka tanpa sungkan mengucapkan, " Butet ( nama kecilku ) selamat Natal ya!", ucap mereka tulus. Indahnya....
Dan di masa kecil ketika hendak main Siti oleh Abahnya hanya boleh main keluar denganku ( kami suka main bekel /congklak bersama sepulang sekolah ) ketika sudah selesai sholat siang jam 2 an. Saya nyaman-nyaman saja ketika menunggu si Siti sholat. Saya melihat bagaimana Siti berdoa menurut keyakinannya.Â
Sebelum berdo'a mengambil air wudhu dulu dan membersihkan seluruh tubuhnya termasuk kuping, telinga, kaki dan tangan yang wajib bersih baru setelah itu sholat. Walahpun saya tidak tahu artinya tetapi saya memuji sahabat saya ini yang tidak pernah melupakan Tuhan, sholat 5 waktu namun tidak fanatik

"Kita beda cara ya Butet menghormati sang pencipta. Aku sholat kamu berdo'a tujuannya sama mengucapkan syukur pada sang pencipta", ucap Irma bijaksana
Saya setiapkali malam takbiran sering nginap di rumah Irma. Seru aja dengar tablig akbar. Dan saya bahagia diterima di lingkungan keluarga Irma yang notabene Islam yang Haji, Hajjah dan taat sholatnya, mereka tahu saya Kristen tetapi welcome
Dari tahun 1984 hingga sekarang 2017,berarti sudah 33 tahun kami bersahabat. Awet dan asyik. Ribut tentu pernah dong! Apalagi kami sama-sama anak bungsu yang egoisnya lebih tinggi. Namun Puji Tuhan yang diributin bukanlah masalah keyakinan alias beda agama. Gak banget deh!Â
Sampai sekarang walaupun si Irma sudah pakai kerudungan, sholat tetap rajin 5 waktu tetapi yang namanya Natal tetap dia mengucapkan, "Butet selamat Natal, damai di bumi damai di surga!"
"Butet, kita bersahabat puluhan tahun. Mengucapkan dulu dan sekarang sama saja.Dengan saya mengucapkan Natal'kan bukan berarti saya jadi murtad, menurutku itu pikiran orang picik ya. Sama saja ketika orang Hindu merayakan Nyepi dan kita ucapkan, apakah itu artinya kita jadi Hindu?"
Kembali bercerita toleransi beragama. 4 tahun yang lalu di tempat kerja ( saya bekerja di bidang jasa) dimana setiap hari raya beragama kami semua karyawan memakai atribut hari raya. Saat imlek pakai baju China, saat Lebaran pakai kerudungan dan Natal pakai topi Natal.
Saya yang berwajah Timur dan seringkali disangka Aceh Arab sangatlah cocok ketika memakai kerudungan saat bulan puasa. Apakah saya nyaman dengan atribut tersebut? sangatlah nyaman dan terselip rasa bangga ketika orang memuji saya ( umumnya yang memuji mereka tidak tahu jalau saya Batak Nasrani ), "Cocok jilbabnya dengan wajahnya", amin....

Saya ingat sekitar 4 tahun yang lalu ketika di angkot saya bertemu dengan seorang ibu berkerudung, sudah tua, usianya 70-an. Beliau bekerja jualan kue di SD negeri. Beliau janda,tanpa anak yang tinggal sebatang kara. Penghasilan bersih sehari paling banyak 30 ribu, itu kalau lagi ramai. Dan kalau lagi fit seminggu jualan 6 hari. Ya kalau di hitung sebulan tidak sampai 900 ribu penghasilannya. Menjelang turun saya memberikan sedikit uang. Saya tidak mau memberikan disaat kami sedang bincang-bincang karena tentunya tidak baik ya sama saja menunggu pujian alias menjadi riya apa yang telah kita beri  ketika memberi. Ibu tersebut kaget, saat saya turun, saya hanya sempat mendengar, Alhamdullilah, makasih neng!"
Bagi saya alhamdullilah adalah ucapan syukur. Saya tidak tahu ya apakah saat beliau sholat tahajud juga mendoakan saya. Karena berselang 2 minggu setelah saya memberi sedikit rejeki saya mendapat rejeki 10x lebih dari apa yang saya berikan pada si ibu. Saya terharu...
Begitupun ketika terjadi Tsunami Acehtepat di tanggal 26 Desember. Saya terharu ketika saat ibadah jemaat diminta untuk membantu saudara-saudara yang tertimpa musibah. Bentuk bantuan boleh apa saja sembako, pakaian maupun uang. Banyak jemaat yang terbeban membantu dalam bentuk uang untuk disalurkan ke Tsunami Aceh. Apakah kami melihat latar belakang agama ketika membantu? yang notabene muslim di Aceh tentulah tidak.
Seperti ada tertulis Kasihilah Sesamamu Manusia, firmanNya jelas sekali dan sesama itu tanpa ada sekat agama dan suku
Namun, saat ini kondisi kehidupan beragama di Indonesia tidaklah seindah ketika saya masih kecil. Rumah ibadah zaman dulu gampang sekali di bangun. Sekarang sangat sulit bahkan lebih gampang dapat izin membangun cafe / bar dibanding rumah ibadah. Tidak sedikit gereja yang dibakar.
Saya kadang heran, megapa mereka membenci kami yang nasrani? bahkan rumah ibadah juga dibakar. Saya tidak ingin memperdebatkan agama namun saya tahu Islam adalah agama yang baik dengan jutaan umat mengikuti. Semua agama tentunya mengajarkan kebaikan bukan untuk membakar rumah ibadah /menghasut
Bagi saya, menjelang Natal saya hanya minta sama Tuhan dalam do'a, "Tuhan berikan kedamaian pada negeri ini. Berikan hati yang mengasihi dan tidak membenci. Agar ada damai sejahtera. Dan saat beribadah tenang tanpa ancaman bom"

Agama tidak membawa kita ke Surga. Yang membawa kita ke Surga adalah Amal dan Kebaikkan kita selama di bumi.Semoga negeri ini semakin menyadari bahwa di Indonesia ada 5 agama yang diakui pemerintah. Marilah kita saling mengasihi sesama manusia ciptaan Tuhan
Salam damai dari Depok
Dennise Sihombing
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI