Pak Ilham mempunyai dua orang putra, Tony dan Anton. Kedua putranya tersebut memiliki perbedaan usia yang tidak terlalu jauh. Mereka juga menempuh pendidikan di universitas yang sama serta menyandang gelar yang sama pula yaitu Sarjana Bisnis. Entah sebuah kebetulan atau memang sudah menjadi jalan takdirnya, mereka pun diterima di sebuah perusahaan dalam waktu yang juga hampir bersamaan. Kedua putra Pak Ilham tersebut mulai bekerja dengan sama-sama merintis karir dari bawah.
Dalam waktu lebih kurang 2 tahun dari awal mereka mulai bekerja, terlihat perkembangan karir Anton lebih cemerlang daripada saudaranya. Yang tentu saja hal tersebut diikuti dengan berbagai fasilitas dan kompensasi lainnya sesuai dengan jabatan dan prestasi kerjanya. Hal tersebut sedikit banyaknya menimbulkan kecemburuan serta rasa iri dari saudaranya. Pada satu kesempatan dengan wajah cemberut bercampur kesal Tony menyampaikan unek-unek mereka kepada sang ayah, Pak Ilham. Mereka berharap Pak Ilham akan berbicara dengan atasan mereka Pak Alex, yang merupakan teman sekolah Pak Edy dulunya untuk mencari tahu kenapa ada perbedaan gaji serta jabatan diantara mereka berdua.
Setelah mendengar keluhan putranya itu, Pak Ilham datang ke kantor tempat anaknya bekerja dan bertemu dengan Pak Alex untuk membicarakan serta meminta penjelasan mengenai hal tersebut. Sambil tersenyum Pak Alex dengan tenang berkata, “Pak Ilham, daripada saya bersusah payah menjelaskannya kepada bapak, lebih baik dalam waktu 2 hari ini bapak saya undang untuk duduk di ruangan kecil yang ada di samping kantor saya ini dan silahkan melihat dengan mata kepala bapak sendiri mengenai apa yang sedang berlangsung.”
Pak Ilham menerima dan setuju dengan tawaran yang disampaikan temannya tersebut. Maka besok harinya mulailah Pak Ilham duduk sebagai penonton di samping ruangan Pak ALex tanpa diketahui oleh kedua putranya bahwa ayah mereka sedang mengamati dan menilai segala aktivitas yang mereka lakukan.
Pertama Pak Alex memanggil Tony dan memberikan sebuah instruksi, “Tony coba kamu cek di pelabuhan ada sebuah peti kemas milik perusahaan kita. Amati dan periksa peti kemas tersebut, lalu laporkan kepada saya apa saja isinya!”.
Setelah menerima instruksi tersebut Tony beranjak pergi dan setelah dua jam ia kembali ke kantor dan memberikan laporan kepada Pak Alex. “Pak saya sudah memeriksa peti kemas yang bapak maksud. Peti kemas tersebut hanya berisi beberapa barang-barang rongsokan dan sebagian lagi timbunan sampah. Kondisinya lembab, bau dan banyak binatang-binatang kecil di dalamnya. Saya lihat diantara isinya ada beberapa kota pensil tua yang sudah tidak bisa digunakan lagi. Beberapa lembar karpet, seperti buatan Cina dalam keadaan kotor, lembab dan rusak. Ada juga beberapa lukisan yang sebagian besar sudah kotor dan berjamur. Kelihatannya dalam peti kemas tersebut sudah tidak ada barang berharga yang bisa dimanfaatkan lagi. Yang ada cuma berisi barang-barang kotor, berdebu dan bau, bahkan sebagian baunya masih menempel di baju yang saya pakai ini.” Pak Alex mengucapkan terimakasih atas laporan serta pekerjaan yang telah dilakukan Tony dan mempersilahkan dia meninggalkan ruangan tersebut. Pak Ilham mendengar serta memperhatikan dengan seksama kejadian yang berlangsung tersebut.
Setelah itu Pak Alex memanggil Anton dan memberikan perintah yang sama, “Anton coba kamu cek di pelabuhan ada sebuah peti kemas milik perusahaan kita. Amati dan periksa peti kemas tersebut, lalu laporkan kepada saya apa saja isinya!”.
Sama halnya dengan Tony, setelah menerima instruksi tersebut Anton pun berangkat dan tetapi ia tidak kembali ke kantor pada hari itu. Baru keesokan harinya pada jam 8 pagi Anton sudah berada di kantor dan menunggu kedatangan Pak Alex. Setengah jam setelah kedatangan Anton, baru Pak Alex datang dan Anton langsung minta izin untuk menghadap dan menyampaikan laporannya. “Selamat pagi Pak, saya sudah menyiapkan laporan dan kabar bagus buat Anda pagi ini.” Hal tersebut juga di dengan oleh Pak Ilham yang sudah datang dan duduk di ruangan yang sama dengan kemarin.
Dengan wajah sumringah dan senyum mengembang di bibirnya, Anton mulai menyampaikan laporannya, “Pak Alex saya sudah memerika peti kemas yang Anda maksud di pelabuhan. Kondisinya memang bau dan lembab. Isi di dalamnya ada pensil kayu, karpet dan lukisan Cina. Beberapa barang ini berada dalam kondisi jelak dan kotor, namun ada beberapa barang lainnya yang masih lumayan bagus. Berhubung saya kurang mengerti dengan benda seni, maka saya memutuskan untuk menelpon seorang teman saya yang merupakan kolektor barang antik serta ahli seni budaya Cina. Siangnya kami janjian dan bertemu di pelabuhan. Menurut teman saya tersebut, pensil kayu itu adalah merupakan peninggalan kekaisaran Cina yang usianya sudah ratusan tahun dan sudah dikategorikan sebagai barang antik. Walau pun kondisinya kotor tetapi semua pensil tersebut masih bisa dibersihkan dengan sebuah proses khusus. Setelah dibersihkan nantinya ditaksir satu batang pensil itu bisa dihargai oleh kolektor minimal 5 juta rupiah. Totalnya kita mempunyai 12 kotak pensil dengan masing-masing kota isinya 24 pensil.”
“Masih menurut teman saya tersebut, karpet yang ada di peti kemas tersebut adalah karpet antik yang proses pengerjaan dan pembuatannya dilakukan dengan cara manual. Tidak ada lagi saat ini pembuatan karpet yang disulam dan dikerjakan secara manual dengan menggunakan tangan. Dana kalau dilelang di pameran barang antik, perkiraan harganya sekitar 200 juta untuk satu karpetnya. Dalam peti kemas tersebut ada sepuluh gulung karpet yang saya temukan. Dan yang terakhir dan tidak kalah spesialnya adalah lukisan.
Lukisan tersebut merupakan peninggalan Dinasti Ming yang sudah lama hilang dan lukisan tersebut adalah koleksi pribadi sang kaisar dulunya. Masing-masing lukisan paling rendah harganya sekitar 1 milyar dan kita mempunyai koleksi lengkapnya dengan nilai tidak kurang adri 10 milyar kalau dijual sebagai koleksi lengkap. Kalau memang mau dilelang maka teman saya tersebut akan bersedia mengaturnya pelaksanaannya dalam waktu lebih kurang 3 bulan ke depan. Dia juga menawarkan pembagian profitnya dengan rasio 30-70, dimana 70% adalah untuk perusahaan kita dan 30% persen sisanya lagi untuk pelaksana lelangnya.”
“Satu lagi Pak, kalau semua barang tersebut sudah dibersihkan dan kita bawa, maka untuk peti kemasnya sendiri saya sudah menemukan pembeli sekiranya bapak mengizinkan untuk dijual. Pembeli itu sanggup membayar seharga 15 juta. Itu beberapa hal yang dapat saya laporkan kepada bapak dan untuk rincian detainya ada di dalam laporan yang sudah saya ketik lengkapnya dengan photo barang-barang tersebut. Apakah ada hal lain Pak?” tanya Anton sambil menyerahkan laporan yang sudah diketik rapi. Pak Alex mempersilahkan Anton meninggalkan ruangannya. Lalu sambil membawa laporan yang diberikan Anton tadi dia berjalan ke samping tempat Pak Ilham berada.
Lalu Pak Alex bertanya kepada sahabatnya, “Pak Ilham, apakah Anda sudah melihat apa yang terjadi? Saya harap Anda mengerti kenapa saya tidak bisa memberikan gaji serta jabatan yang sama buat kedua putra Anda. Akan sangat tidak adil apabila kedua putra Anda saya berikan perlakuan yang sama.”
“Iya, saya sekarang mengerti dan setujuh sepenuhnya dengan keputusan Anda dalam meberikan perlakuan kepada putra-putra saya. Saya berterimakasih kepada Anda sebagai atasan yang adil, dan kedua putra saya pantas untuk menerima perlakuan serta fasilitas yang berbeda.” ucap Pak Ilham sambil menjabat tangan Pak Alex dan pamit meninggalkan kantor tersebut.
Pertanyaannya sekarang adalah, seperti siapakah Anda dalam bekerja? Seperti Tony atau seperti Anton? Dan kalau Anda adalah seorang pimpinan di tempat kerja, tipe karyawan seperti siapa yang Anda inginkan? Seperti Tony atau seperti Anton?
Menarik untuk mencermati dan mengambil pelajaran dari cerita di atas. Dalam kehidupan sehari-hari dan di lingkungan pekerjaan sedikit banyaknya pasti kita pernah menjumpai kondisi dan situasi seperti cerita tersebut.
Apakah kita termasuk dalam kelompok pekerja seperti Tony yang hanya sekedar menjadi operator saja, menjalan setiap instruksi sebagaimana adanya tanpa ada pikiran untuk memberikan nilai tambah terhadap pekerjaan yang kita lakukan tersebut. Kerja ya kerja, selesaikan tugas ala kadarnya tanpa ada rasa memiliki serta kebanggaan terhadap pekerjaan yang dilakukan.
Atau Anda termasuk pribadi seperti Anton, yang memiliki inisiatif serta punya rasa bangga terhadap pekerjaan yang dilakukannya sehingga punya keinginan untuk memberikan nilai tambah. Dengan kata lain menjadi pribadi yang inovatif dan memiliki pandangan yang jelas tentang pekerjaan yang dilakukannya.
Jika Anda saat ini adalah seorang staf, manajer, kepala divisi atau apa pun jabatan serta profesi yang Anda miliki, coba merenung dan bertanya pada diri Anda sendiri. Apakah Anda mengetahui dengan jelas apa makna dibalik semua pekerjaan yang Anda lakukan?
Berapa banyak orang bekerja sehari-harinya kita lihat hanya untuk sekedar menunaikan kewajiban tanpa ada makna berarti dari aktivitas yang mereka lakukan tersebut. Bekerja hanya sebatas menjalankan “job description” dan menunggu perputaran waktu untuk mendapatkan gaji.
Salah satu contoh kecil saja mungkin kita pernah melihat atau malah mengalaminya sendiri, bagaimana mentalitas dan sikap dalam bekerja antara satu orang dengan yang lainnya berbeda. Ada yang enjoy dan menikmati setiap aktivitas dan rutinitas pekerjaan yang dijalankanya. Ada juga yang bermalas-malasan dalam bekerja, ada juga yang justru merasa tertekan dan menganggap bahwa pekerjaan yang dilakukannya bagaikan sebuah beban. Sehingga hal itu tercermin dari raut wajah dan ekspresi mukanya yang senantiasa cemberut.
Ada lagi yang setiap pekerjaan yang dilakukan harus diimingi dengan gelontoran komisi atau bonus, sehingga kalau semua itu tidak ada maka semangat kerja akan menurun. Yang lebih ironisnya lagi ada yang setiap hari datang ke kantor hanya untuk mengeluh dan menyalahkan berbagai kondisi serta keadaan yang terjadi. Kalau mentalitas semacam ini yang senantiasa kita pelihara maka jangan pernah berharap akan terjadi perubahan menuju kehidupan yang lebih baik.
Menjadi sebuah tantangan bagi kita semua untuk memberikan makna terhadap apa yang kita kerjakan dalam setiap rangkaian aktivitas yang dilakukan setiap harinya. Terlepas dari apapun profesi dan serta jabatan yang kita emban hendaknya itu dilakukan dengan sepenuh hati dan bisa memberikan manfaat dan dampak positif buat orang lain dan lingkungan sekitar. Jangan hanya sekedar menunaikan kewajiban tanpa ada makna yang didapat.
Ketika seseorang mengetahui dengan jelas apa makna dari pekerjaan yang dilakukannya tersebut maka dia pasti akan bangga dalam melakukan setiap rangkaian aktivitas dan berusaha untuk membuat pekerjaannya tersebut penuh arti baik itu bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya dan terlebih buat perusahannya.
Jika Anda bekerja hanya demi uang dan segala sesuatu yang hitungannya materi maka Anda tidak akan pernah mendapatkannya. Tetapi jika Anda mencintai apa yang Anda kerjakan dan berusaha untuk memberikan “value” dalam setiap rangkaian aktivitas yang dilakukan maka bersiaplah untuk menyongsong keberhasilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H